Jakarta, EKOIN.CO-emas kembali mencatat penurunan pada akhir pekan ini, dipengaruhi lonjakan inflasi produsen Amerika Serikat (AS) dan menurunnya ekspektasi pemangkasan suku bunga. Penantian investor terhadap pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin juga menambah tekanan pada logam mulia tersebut.
Gabung WA Channel EKOIN untuk update berita
Merujuk data Refinitiv, harga emas ditutup di level US$ 3.334,99 per troy ons atau melemah 0,02%. Koreksi ini memperpanjang tren negatif dua hari sebelumnya, yang secara total menekan harga emas sebesar 0,58%. Angka tersebut juga menjadi posisi terendah sepanjang Agustus 2025.
Harga Emas Tertekan Inflasi dan Dolar
Dalam sepekan terakhir, harga emas anjlok hingga 1,87%, menghapus kenaikan positif yang sempat tercatat pada dua pekan sebelumnya. Tekanan semakin berat lantaran pergerakan emas tidak sejalan dengan melemahnya dolar AS.
Indeks dolar turun ke posisi 97,85, atau terendah sejak 25 Juli 2025. Biasanya, pelemahan dolar menjadi sentimen positif bagi emas karena harga global emas dikonversi dalam dolar. Namun kali ini, penurunan dolar tak mampu mendorong harga emas naik.
Kondisi ini disebabkan lonjakan inflasi produsen AS yang mencatat kenaikan tajam. Inflasi harga produsen (Producer Price Index/PPI) Juli 2025 naik 3,3% secara tahunan (year on year/YoY), tertinggi dalam lima bulan terakhir. Secara bulanan, indeks ini naik 0,9%, level tertinggi sejak Juni 2022.
Tekanan inflasi tersebut memangkas peluang pemangkasan suku bunga oleh bank sentral AS, The Federal Reserve. Data CME FedWatch mencatat ekspektasi pemangkasan pada September 2025 turun menjadi 84,5%, dari sebelumnya 95% pada pertengahan pekan.
Faktor Geopolitik Membayangi Prospek Emas
Meski harga emas sempat stabil pada perdagangan Jumat, sejumlah analis memperingatkan potensi pelemahan kembali, terutama jika hasil pertemuan puncak antara Trump dan Putin di Alaska tidak sesuai ekspektasi pasar.
“Meskipun harga emas stabil pada Jumat, tekanan bisa kembali muncul tergantung bagaimana hasil pertemuan puncak antara Trump dan Putin di Alaska,” ujar Lukman Otunuga, analis riset senior di FXTM, dikutip dari Reuters.
Pertemuan antara Trump dan Putin dijadwalkan berlangsung pada Jumat waktu AS atau Sabtu dini hari waktu Indonesia. Trump menyebut agenda tersebut sebagai pertemuan “taruhan tinggi” yang salah satunya membahas rencana gencatan senjata di Ukraina.
Selain isu geopolitik, ketidakpastian global dan arah kebijakan moneter AS akan menjadi faktor penting yang menentukan pergerakan emas dalam beberapa bulan ke depan.
Lembaga riset ANZ menilai, meskipun saat ini emas tengah tertekan, prospek jangka menengahnya masih menjanjikan. “Risiko makroekonomi dan geopolitik akan meningkat pada paruh kedua tahun ini, sehingga memperkuat daya tarik emas sebagai aset safe haven,” tulis analis ANZ.
Mereka menambahkan, prospek bullish emas tetap terbuka, terutama dengan adanya peluang kenaikan tarif, perlambatan ekonomi global, kebijakan moneter longgar dari The Fed, dan pelemahan dolar AS.
Harga emas global sedang menghadapi tekanan kuat akibat kombinasi inflasi tinggi di AS, turunnya ekspektasi pemangkasan suku bunga, serta ketidakpastian geopolitik.
Meskipun dolar AS melemah, emas belum mampu bangkit karena pasar lebih fokus pada data inflasi produsen. Hal ini mencerminkan sensitivitas pasar terhadap sinyal kebijakan moneter The Fed.
Pertemuan tingkat tinggi antara Trump dan Putin menambah dimensi geopolitik yang bisa menentukan arah emas ke depan. Setiap hasil yang mengecewakan berpotensi menekan harga lebih dalam.
Namun, prospek emas dalam jangka menengah hingga panjang dinilai masih memiliki daya tarik, terutama sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian global.
Bagi investor, kewaspadaan tetap diperlukan dalam membaca dinamika pasar, sembari mempertimbangkan emas sebagai instrumen safe haven dalam kondisi penuh ketidakpastian. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v



























