Gorontalo EKOIN.CO – Kenaikan harga beras di wilayah Gorontalo membuat warga beralih ke bahan pangan alternatif seperti beras jagung dan umbi-umbian. Kondisi ini terjadi dalam beberapa pekan terakhir, dengan harga beras melonjak tajam di tingkat pasar. Warga setempat terpaksa mengurangi konsumsi beras dan memilih opsi pangan lain yang lebih terjangkau secara ekonomi.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Mutia Badu, warga Batudaa, mengatakan bahwa dirinya terpaksa mengatur ulang pola konsumsi makanan harian demi menyesuaikan dengan kenaikan harga beras. Menurut Mutia, porsi beras kini dikurangi, dan ia lebih memilih bahan pangan lain seperti umbi-umbian dan beras jagung. “Contohnya itu beras akan kita ganti dengan umbi-umbian, beras jagung dan talas,” ujar Mutia kepada Tribun Gorontalo pada Rabu, 23 Juli 2025.
Ia menambahkan bahwa daya beli masyarakat semakin tertekan akibat inflasi bahan pokok, khususnya beras. Uang sebesar Rp100 ribu yang biasanya cukup untuk membeli kebutuhan pokok, kini hanya mampu membeli dua jenis bahan makanan saja. Hal ini menjadi beban tambahan bagi rumah tangga menengah ke bawah di Gorontalo.
Warga Berinovasi, Beras Dicampur dan Dihemat
Tiran Wabo’o, warga Desa Barakati, juga merasakan dampak signifikan dari lonjakan harga beras. Ia mengaku tetap berusaha mengonsumsi beras meski harganya tinggi, dengan menyiasati pembelian. Salah satu caranya adalah mencampur beras premium dengan beras murah yang kualitasnya di bawah. “Kalau yang bagus itu kan harga sekarang mahal sekali jadi untuk makanan saya campur dengan beras yang murah kualitas di bawah, biar hemat,” terangnya.
Menurut Tiran, kenaikan harga beras turut disebabkan oleh panen lokal yang belum optimal dan kualitas beras dari petani lokal yang belum bisa bersaing. “Sebelumnya itu per koli hanya Rp 650 ribu. Sekarang sudah naik jadi Rp 820 ribu. Menurut saya, ini karena panen di Kabupaten Gorontalo masih kurang, dan kualitas beras lokal juga masih di bawah,” tambahnya.
Kondisi ini menyebabkan ketergantungan warga terhadap beras dari luar daerah, yang secara harga jauh lebih mahal. Akibatnya, warga harus mencari alternatif agar kebutuhan harian tetap terpenuhi tanpa mengorbankan pengeluaran bulanan secara drastis.
Desakan Warga Terhadap Pemerintah
Eman (57), warga Kelurahan Dunggaluwa, Kecamatan Limboto, mengungkapkan harapannya agar pemerintah segera mengambil langkah. Menurutnya, lonjakan harga beras membuat masyarakat kelas ekonomi bawah mengalami tekanan besar. “Harga beras ini kasihan, sangat mencekik masyarakat ekonomi ke bawah. Harapannya dari pemerintah provinsi dan kabupaten bisa atasi masalah ini dengan cepat,” kata Eman.
Eman menduga, kenaikan harga beras disebabkan oleh kombinasi faktor, antara lain pengelolaan pertanian yang kurang maksimal dan kondisi cuaca yang tidak mendukung produktivitas pertanian. Ia meminta agar pemerintah melakukan operasi pasar murah untuk menstabilkan harga di tingkat konsumen.
Lebih lanjut, Eman mengatakan bahwa langkah konkret dari pemerintah sangat dibutuhkan sebelum harga bahan pokok lainnya ikut melonjak. Ia menekankan pentingnya kehadiran pemerintah dalam bentuk solusi nyata seperti subsidi pangan atau bantuan langsung. “Sebelum harga bahan pokok naik lebih jauh, pemerintah harus bergerak. Bisa dengan pasar murah atau solusi lain, supaya masyarakat tidak makin terbebani,” tutupnya.
Kenaikan harga beras ini menjadi perhatian banyak pihak, terutama karena Gorontalo termasuk daerah yang cukup bergantung pada suplai beras dari luar. Jika tidak segera ditangani, krisis pangan dikhawatirkan akan menyebar dan berdampak pada stabilitas sosial ekonomi masyarakat.
Situasi yang terjadi di Gorontalo mencerminkan kondisi rawan inflasi di sektor pangan. Ketahanan pangan lokal menjadi kunci untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasokan dari luar daerah. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur pertanian dan pemberdayaan petani lokal menjadi urgensi tersendiri.
Berbagai pihak kini menantikan intervensi dari pemerintah daerah maupun pusat dalam meredam kenaikan harga. Selain operasi pasar murah, upaya lainnya seperti distribusi beras dari cadangan nasional juga diharapkan bisa segera dilaksanakan.
Kenaikan harga beras di Gorontalo turut menjadi indikator atas belum pulihnya sektor pertanian secara nasional pasca musim tanam yang terganggu cuaca buruk. Pemerintah daerah diminta lebih aktif dalam mengawal distribusi dan harga pangan agar warga tidak terus-menerus terdampak.
Diperlukan juga regulasi tambahan untuk mengatur tata niaga beras agar tidak terjadi penimbunan yang memperparah situasi harga. Keberadaan pedagang besar dan distributor harus diawasi dengan ketat untuk menghindari praktik spekulasi harga di pasar.
Upaya diversifikasi pangan oleh masyarakat patut didukung pemerintah dengan edukasi dan bantuan teknis. Masyarakat perlu didorong untuk memanfaatkan sumber daya lokal seperti jagung dan talas yang dapat menggantikan beras sebagai makanan pokok sementara waktu.
Dalam jangka menengah, penguatan cadangan pangan lokal menjadi solusi strategis. Pemerintah daerah dapat mengembangkan lumbung pangan desa dan sistem distribusi pangan yang efisien, guna merespons kondisi darurat harga pangan.
dari fenomena ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan masyarakat sangat rentan terhadap fluktuasi harga pasar. Kenaikan harga beras secara drastis menurunkan daya beli warga dan memaksa mereka untuk beralih ke bahan pangan lain. Tanpa respons cepat dan tepat, risiko ketimpangan ekonomi bisa semakin membesar.
Langkah awal yang bisa diambil pemerintah adalah mempercepat distribusi bantuan pangan dan menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk mengontrol harga di pasaran. Selain itu, program pasar murah harus digelar secara berkala agar dapat menjangkau masyarakat luas.
Peran serta masyarakat dalam mengembangkan alternatif pangan lokal juga penting. Edukasi tentang diversifikasi pangan harus diperluas agar ketergantungan pada beras bisa dikurangi. Dengan demikian, krisis harga pangan dapat diminimalisir di masa mendatang.
Dukungan kepada petani lokal perlu diperkuat, baik dalam bentuk akses permodalan, bibit unggul, maupun teknologi pertanian. Ini akan meningkatkan produktivitas dan kualitas beras lokal agar bisa bersaing di pasar.
Akhirnya, sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha sangat penting dalam menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pangan. Keberlanjutan pasokan pangan harus dijaga agar kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi dan kesejahteraan tetap terjaga. (*)



























