Doha EKOIN.CO – Hamas menyatakan bahwa Israel tidak memiliki pilihan lain selain menerima kesepakatan pertukaran tawanan berdasarkan syarat-syarat yang diajukan kelompok perlawanan Palestina tersebut. Hal ini diungkapkan Hamas dalam pernyataan resmi pada Jumat, 18 Juli 2025, menyusul kegagalan militer Israel dalam membebaskan para tawanan di Jalur Gaza.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Menurut Hamas, satu-satunya jalan yang tersisa bagi Israel adalah menyetujui kesepakatan pertukaran yang mengakomodasi hak-hak nasional dan kemanusiaan Palestina. Termasuk di dalamnya penghapusan blokade dan penghentian kebijakan kelaparan massal yang diterapkan terhadap warga Gaza.
Pernyataan tersebut dirilis saat proses negosiasi tidak langsung antara Hamas dan Israel masih berlangsung di Qatar. Dalam perundingan ini, Mesir dan Qatar berperan sebagai mediator dengan dukungan dari Amerika Serikat.
Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, melaporkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menginstruksikan delegasi negosiasinya untuk tetap berada di Doha hingga kesepakatan tercapai. Kesepakatan ini mencakup pertukaran tawanan serta gencatan senjata di Gaza.
Kegagalan militer Israel jadi sorotan Hamas
Dalam pernyataannya, Hamas juga menyebut bahwa kegagalan Israel di Gaza mencerminkan kegagalan menyeluruh di semua lini. Mereka menyebut perang ini sebagai pertempuran bersejarah yang akan dikenang dalam perjuangan Palestina melawan pendudukan.
Kelompok perlawanan tersebut menyebut perang ini sebagai titik balik strategis yang membongkar kelemahan struktural entitas Zionis. Hamas juga menuding Israel melakukan kejahatan berupa pembunuhan, kelaparan, dan genosida terhadap rakyat Palestina.
Disebutkan pula bahwa strategi yang digunakan oleh pasukan perlawanan berhasil membingungkan kalkulasi militer Israel. Inisiatif, menurut Hamas, telah berpindah ke tangan mereka yang terus melancarkan taktik baru setiap hari.
Hamas menekankan bahwa meskipun Israel berusaha menundukkan rakyat Gaza dengan pengepungan dan kelaparan, rakyat tetap menunjukkan keteguhan dan keberanian dalam menghadapi agresi.
Blokade Gaza dikutuk sebagai kejahatan kemanusiaan
Dalam bagian lain pernyataan tersebut, Hamas menegaskan bahwa kelaparan yang diberlakukan Israel di Gaza merupakan kejahatan yang disengaja terhadap kemanusiaan. Makanan, kata mereka, digunakan sebagai senjata perang untuk menaklukkan rakyat yang bertahan.
Kelompok ini menyerukan kepada masyarakat internasional dan lembaga resmi untuk mengambil tindakan segera dalam menghentikan apa yang mereka sebut sebagai kejahatan besar. Tujuannya adalah untuk menyelamatkan ratusan ribu warga sipil yang terjebak dalam kondisi kelaparan dan pengepungan.
Militer Israel, hingga saat ini, tetap menolak seruan internasional untuk melakukan gencatan senjata. Sebaliknya, serangan intensif terus dilakukan sejak 7 Oktober 2023.
Data terbaru menunjukkan bahwa hampir 59.000 warga Palestina telah tewas dalam serangan-serangan tersebut. Korban sebagian besar merupakan perempuan dan anak-anak yang tidak bersenjata.
Kerusakan infrastruktur dan kehancuran fasilitas publik di Gaza juga berdampak pada ketersediaan makanan serta menyebarnya berbagai penyakit menular, menurut laporan organisasi kemanusiaan internasional.
Pada bulan November lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant. Keduanya dituduh terlibat dalam kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Selain itu, Israel kini juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ). Gugatan tersebut dilayangkan atas dasar tindakan militer Israel di Gaza yang dianggap melampaui batas hukum internasional.
Kondisi kemanusiaan di Gaza saat ini masih sangat memprihatinkan. Laporan berbagai lembaga mencatat adanya kelangkaan makanan, air bersih, serta layanan kesehatan dasar bagi jutaan warga yang terdampak.
Beberapa upaya bantuan kemanusiaan telah dilakukan oleh PBB dan negara-negara mitra, namun distribusinya terhambat akibat blokade ketat dan situasi keamanan yang tidak stabil di wilayah tersebut.
Sementara itu, harapan tercapainya kesepakatan antara Hamas dan Israel masih menggantung di tengah tekanan internasional yang terus meningkat untuk menghentikan pertumpahan darah di Gaza.
Kesepakatan pertukaran tawanan yang sedang dinegosiasikan dipandang sebagai pintu masuk utama menuju terciptanya gencatan senjata permanen. Namun perbedaan posisi antara kedua belah pihak masih menjadi hambatan utama.
Beberapa diplomat menyatakan bahwa kompromi bisa saja tercapai jika ada tekanan lebih kuat dari negara-negara besar terhadap Israel dan Hamas untuk melunak dalam tuntutan masing-masing.
Dengan meningkatnya korban sipil dan memburuknya kondisi kemanusiaan, dunia internasional disebut harus mengambil peran lebih aktif dalam memfasilitasi solusi damai yang adil dan berkelanjutan.
Konsistensi dalam penegakan hukum internasional menjadi kunci untuk memastikan bahwa tidak ada pihak yang kebal hukum atas pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dalam konflik ini.
Upaya diplomatik juga diharapkan dapat menekan kedua belah pihak agar memprioritaskan keselamatan warga sipil, terutama perempuan dan anak-anak yang paling rentan.
Solusi dua negara yang adil dan damai tetap menjadi aspirasi jangka panjang yang harus diupayakan komunitas global demi terciptanya stabilitas permanen di Timur Tengah.
dari situasi ini menunjukkan bahwa perang berkepanjangan hanya menambah penderitaan rakyat dan menciptakan ketidakpastian politik. Jika kesepakatan pertukaran tawanan gagal dicapai, risiko eskalasi kekerasan semakin besar. Kegagalan militer Israel, menurut Hamas, memperlihatkan pentingnya pendekatan diplomatik. Kepercayaan internasional terhadap proses perdamaian akan terus menurun jika konflik dibiarkan berlarut. Oleh karena itu, penyelesaian damai harus menjadi prioritas mendesak bagi semua pihak.
bagi pemangku kepentingan adalah agar memperkuat tekanan internasional terhadap Israel dan Hamas untuk segera menyepakati gencatan senjata. Organisasi internasional perlu memperluas bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza tanpa hambatan. Negara-negara Arab dan muslim diharapkan mengambil peran lebih besar dalam mediasi. Media global juga harus konsisten menyoroti penderitaan warga sipil untuk menjaga kesadaran publik. Terakhir, komunitas internasional perlu menegakkan akuntabilitas atas kejahatan perang tanpa pandang bulu.(*)
.