Bandung EKOIN.CO – Ratusan pelajar di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, mengalami keracunan massal setelah mengonsumsi hidangan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG). Peristiwa ini mencuat karena ditemukan fakta bahwa bahan baku ayam untuk menu MBG tidak fresh. Ayam tersebut dibeli sejak Sabtu, namun baru dimasak pada Rabu. Kasus ini menimbulkan keprihatinan luas, dengan jumlah korban yang mencapai ribuan orang. Ikuti berita terbaru di WA Channel EKOIN.
Fakta ayam tidak fresh dalam menu MBG
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S. Deyang menilai kejadian di Bandung Barat sebagai hal yang di luar nalar. Ia mengungkapkan keterkejutannya terhadap praktik penyimpanan bahan baku yang dilakukan dapur MBG setempat.
“Saya juga tidak mentolerir bahan baku yang dipakai bila tidak fresh. Karena kejadian di Bandung ini sungguh di luar nalar,” kata Nanik di Gedung BGN, Jakarta, Jumat (26/9/2025).
Menurutnya, ayam yang disajikan untuk siswa dibeli sejak Sabtu, lalu disimpan di freezer dalam jumlah besar, hingga akhirnya baru dimasak pada Rabu. “Kalau di rumah dua ekor ayam tidak masalah. Tapi kalau 350 ayam, freezer mana yang kuat menyimpan?” ujarnya menegaskan.
Praktik penyimpanan seperti itu, jelas Nanik, sangat berisiko menurunkan kualitas bahan pangan. Kondisi tersebut memperbesar kemungkinan timbulnya insiden keamanan pangan, seperti yang terjadi di Cipongkor dan Cihampelas.
Lonjakan jumlah korban keracunan MBG
Data Dinas Kesehatan Bandung Barat mencatat hingga Kamis (25/9/2025) total korban keracunan mencapai 1.333 orang. Korban berasal dari tiga klaster berbeda, yakni Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Cipari, Cihampelas, dan beberapa dapur di Cipongkor.
Kasus pertama di Cipari terjadi pada 22–23 September dengan 393 korban. Di Cihampelas, keracunan dialami 192 orang, termasuk siswa dari SMKN 1 Cihampelas, MA Al Mukhtariyah, MTs Al Mukhtariyah, serta SDN 1 Cihampelas.
Gelombang keracunan berikutnya berasal dari dapur berbeda di Cipongkor dengan total 201 korban. Sehari berselang, jumlah korban kembali melonjak hingga 730 orang. Kepala Puskesmas Cipongkor, Yuyun Sarihotimah, menyebut mayoritas korban mengalami gejala mual, pusing, hingga sesak napas setelah menyantap hidangan MBG.
Tragisnya, korban termuda yang tercatat adalah Amalia Husna Khodijah, seorang anak perempuan berusia 5 tahun, yang ikut terdampak usai menyantap makanan program tersebut.
BGN akui kelalaian SOP dan bertanggung jawab penuh
Dalam keterangan resminya, Nanik menegaskan bahwa BGN bertanggung jawab penuh atas insiden keracunan massal ini. Ia memastikan semua biaya pengobatan anak-anak maupun orang tua yang terdampak akan ditanggung.
“Kami bertanggung jawab penuh atas hal yang terjadi. Terhadap anak, orang tua yang ikut makan, kami akan membiayai semuanya,” ujarnya.
Hasil evaluasi internal menunjukkan sekitar 80 persen kasus keamanan pangan terjadi karena pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP) oleh mitra dan tim pelaksana di lapangan. Namun, Nanik menekankan bahwa kesalahan tetap berada di BGN.
“Kesalahan ini tidak bisa kami limpahkan kepada mereka. Ini tanggung jawab kami sepenuhnya,” tegasnya.
Nanik juga menjelaskan tidak semua insiden terjadi karena makanan beracun. Ada beberapa kasus akibat alergi atau faktor lain. Namun, ia memastikan pelanggaran SOP tidak akan lagi ditoleransi dalam pelaksanaan MBG.
Permintaan maaf BGN dan evaluasi menyeluruh
Dengan nada emosional, Nanik menyampaikan permintaan maaf atas kejadian yang menimpa ribuan pelajar di Bandung Barat. Ia mengaku sedih melihat anak-anak harus digotong ke puskesmas akibat keracunan.
“Dari hati saya yang terdalam, saya mohon maaf atas nama BGN. Saya seorang ibu, melihat anak-anak seperti itu sungguh membuat hati saya hancur,” katanya dengan suara bergetar.
Ia menegaskan semangat utama program MBG bukan hanya membagikan makanan gratis, tetapi memastikan pemenuhan gizi anak-anak Indonesia agar tumbuh menjadi generasi emas.
BGN, lanjutnya, tidak akan menutupi kesalahan dan berkomitmen melakukan evaluasi total. “Satu nyawa saja sudah tanggung jawab kami. Kami akan memperbaikinya secara menyeluruh,” pungkasnya.
Kasus keracunan massal di Bandung Barat membuka mata publik akan lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan program MBG. Fakta penggunaan bahan baku ayam tidak fresh memperburuk citra program yang seharusnya menjadi solusi pemenuhan gizi.
Jumlah korban yang mencapai lebih dari seribu orang menunjukkan dampak serius dari kelalaian SOP di lapangan. Hal ini menegaskan bahwa keamanan pangan harus menjadi prioritas utama dalam setiap program gizi nasional.
Pernyataan tanggung jawab penuh dari BGN memberi sinyal adanya perbaikan, namun kepercayaan publik perlu dipulihkan dengan langkah nyata. Evaluasi menyeluruh wajib dilakukan agar insiden serupa tidak kembali terulang.
Kejadian ini juga menyoroti pentingnya pengawasan berlapis dalam rantai distribusi makanan, mulai dari dapur hingga penyajian di sekolah. Tanpa pengawasan ketat, risiko keamanan pangan akan tetap menghantui.
Pada akhirnya, tujuan besar MBG untuk mencetak generasi emas Indonesia hanya bisa tercapai jika kualitas, keamanan, dan kepatuhan terhadap SOP benar-benar dijaga secara konsisten. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v