Semarang EKOIN.CO – Pelarian Elisabeth Riski Dwi Pantiani, terpidana kasus penggelapan uang perusahaan sebesar Rp292 juta, akhirnya berakhir setelah tujuh tahun menjadi buronan. Wanita yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 2018 itu ditangkap tim gabungan Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Negeri Kota Semarang di kawasan Banyumanik pada Jumat malam, 19 September 2025.
Gabung WA Channel EKOIN di sini
Elisabeth diamankan di sebuah rumah di Jalan Rasamala Utara, Banyumanik. Penangkapan berlangsung tanpa perlawanan, mengakhiri drama panjang pelariannya selama tujuh tahun. Perempuan itu sebelumnya divonis bersalah menggelapkan dana perusahaan tempatnya bekerja, PT Eka Prima Graha.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Semarang, Cakra Nur Budi Hartanto, membenarkan keberhasilan penangkapan tersebut. “Diamankan di sebuah rumah di Jalan Rasamala Utara, Banyumanik, Kota Semarang, pada Jumat (19/9) malam,” kata Cakra, dikutip dari ANTARA di Semarang, Sabtu (20/9/2025).
Penangkapan Buronan di Banyumanik
Suasana di Jalan Rasamala Utara pada malam penangkapan mendadak berubah tegang. Tim intelijen bergerak senyap menyusup ke rumah yang telah lama menjadi incaran. Elisabeth terlihat pasrah ketika digelandang keluar. Ia menunjukkan sikap kooperatif saat digiring ke mobil aparat dan diserahkan kepada jaksa eksekutor.
Bagi aparat, operasi ini menjadi puncak dari perburuan panjang yang melibatkan koordinasi lintas lembaga. Penangkapan Elisabeth menutup daftar tunggu kasus yang sempat tertunda akibat pelariannya.
Jejak Penggelapan Rp292 Juta
Kisah hukum Elisabeth berawal dari tindak pidana penggelapan yang dilakukannya di PT Eka Prima Graha. Ia terbukti mengambil uang perusahaan hingga Rp292 juta untuk kepentingan pribadi.
Kasus ini diproses di Pengadilan Negeri Semarang. Namun, selama proses persidangan, Elisabeth hanya berstatus tahanan kota. Status itu memberi ruang gerak yang lebih bebas, hingga ia memanfaatkan kesempatan untuk menghilang.
Majelis hakim PN Semarang menjatuhkan vonis delapan bulan penjara. Elisabeth tidak menerima putusan tersebut, lalu menempuh banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Tengah. Namun, upaya hukumnya gagal karena putusan pengadilan tingkat pertama tetap dikuatkan.
Tak berhenti di sana, Elisabeth mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Permohonan kasasinya ditolak, sehingga putusan delapan bulan penjara yang dijatuhkan pada 2018 telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Sejak itu, Elisabeth memilih jalan pelarian. Selama tujuh tahun, ia berpindah-pindah lokasi hingga akhirnya ditemukan di Banyumanik. Penangkapan ini sekaligus menegaskan komitmen kejaksaan dalam menuntaskan perkara yang telah lama menggantung.
Kini, Elisabeth harus menjalani konsekuensi hukum atas vonis yang sempat ia hindari. Kejaksaan memastikan proses eksekusi terhadap terpidana segera dilakukan sesuai putusan pengadilan.
Penangkapan Elisabeth Riski Dwi Pantiani di Banyumanik mengakhiri pelarian panjang yang berlangsung tujuh tahun. Ia sebelumnya divonis bersalah melakukan penggelapan Rp292 juta dari perusahaan tempatnya bekerja.
Kasus ini menunjukkan bahwa setiap upaya melarikan diri dari kewajiban hukum pada akhirnya akan terbentur pada kepastian hukum itu sendiri. Tidak ada ruang aman bagi buronan, meskipun berusaha menghilang bertahun-tahun.
Bagi aparat, penangkapan ini menjadi bukti kerja keras tim gabungan intelijen kejaksaan. Sinergi antarlembaga menjadi kunci keberhasilan dalam menutup kasus-kasus lama.
Di sisi lain, kasus Elisabeth juga menjadi pengingat akan celah dalam sistem pengawasan terhadap tahanan kota yang bisa dimanfaatkan terpidana untuk melarikan diri.
Ke depan, pembenahan tata kelola pengawasan dan eksekusi putusan pengadilan diharapkan semakin ketat agar kasus serupa tidak kembali terulang. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v



























