Jakarta EKOIN.CO – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II tahun 2025 mengalami lonjakan yang mengejutkan berbagai kalangan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka pertumbuhan ekonomi tahunan mencapai 5,12%. Peningkatan ini menimbulkan beragam tanggapan, terutama karena terjadi di tengah situasi global dan domestik yang masih diwarnai ketidakpastian.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Menanggapi hal tersebut, pihak Istana akhirnya memberikan penjelasan resmi. Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menjelaskan bahwa pertumbuhan tersebut merupakan hasil penghitungan objektif oleh BPS. Ia menegaskan bahwa seluruh komponen ekonomi telah tercakup dalam data pertumbuhan yang diumumkan.
Prasetyo menuturkan, perhitungan pertumbuhan ekonomi mencakup kontribusi dari berbagai sektor, termasuk konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, dan investasi. Menurutnya, angka yang dikeluarkan oleh BPS telah merepresentasikan seluruh dinamika ekonomi secara menyeluruh dan tidak hanya berpijak pada satu atau dua sektor saja.
Istana Tegaskan Tak Ada Intervensi Pemerintah
Dalam keterangannya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Selasa (5/8/2025), Prasetyo menekankan bahwa pemerintah tidak melakukan intervensi terhadap proses perhitungan yang dilakukan oleh BPS. Ia menegaskan bahwa ranah teknis sepenuhnya menjadi tanggung jawab BPS.
“Kalau secara teknis perhitungan tentunya ada di BPS. Kita sebagai pemerintah kan tugasnya menciptakan ekosistem yang memungkinkan komponen tadi bertumbuh. Cara hitung seperti apa, itu domainnya hanya di BPS,” ujar Prasetyo kepada awak media.
Ia juga menambahkan, BPS memiliki mekanisme dan metodologi penghitungan yang telah diakui dan digunakan secara nasional. Oleh karena itu, menurutnya, tidak ada alasan untuk meragukan validitas data yang dirilis.
Lebih lanjut, Prasetyo menyebut bahwa hasil perhitungan BPS telah sesuai dengan prosedur dan mencerminkan kondisi riil perekonomian nasional. Pemerintah hanya berfokus menciptakan kebijakan dan iklim usaha yang mendukung pertumbuhan seluruh komponen ekonomi.
PDB Kuartal II Capai Rp 5.947 Triliun
Berdasarkan data BPS, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II tahun 2025 tercatat sebesar Rp 5.947 triliun. Angka ini menandakan pertumbuhan tahunan sebesar 5,12%, sedangkan pertumbuhan secara kuartalan tercatat sebesar 4,04%.
Capaian tersebut dinilai signifikan karena berhasil diraih di tengah tekanan ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih. Beberapa analis ekonomi menyebut bahwa angka ini perlu dicermati secara cermat, mengingat kondisi konsumsi masyarakat dan daya beli yang masih fluktuatif.
Namun, Prasetyo kembali menegaskan bahwa angka pertumbuhan yang diumumkan bukanlah hasil manipulasi ataupun perkiraan sepihak. “Tentunya kalau hari ini BPS secara resmi sampaikan pertumbuhan ekonomi kita, ya pastilah di situ berisi seluruh komponen tadi, tidak hanya satu atau dua komponen,” ujarnya.
Data BPS juga menunjukkan peningkatan pada sektor investasi dan konsumsi rumah tangga. Kedua sektor tersebut berkontribusi besar terhadap kenaikan angka pertumbuhan pada periode ini.
Di sisi lain, belanja pemerintah juga disebut mengalami peningkatan, seiring dengan percepatan program-program pembangunan infrastruktur dan bantuan sosial. Hal ini menjadi faktor tambahan yang mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Kondisi tersebut juga menegaskan bahwa pemerintah terus menjaga keseimbangan antara belanja produktif dan upaya menjaga daya beli masyarakat melalui berbagai program insentif ekonomi.
Pengamat ekonomi yang dikutip dari laporan media nasional menyebut bahwa ke depan, konsistensi data BPS akan menjadi tolok ukur penting dalam mengawal transparansi ekonomi nasional. Mereka juga menyarankan agar publik ikut mengawasi implementasi kebijakan ekonomi di lapangan.
Sementara itu, pemerintah berkomitmen menjaga stabilitas ekonomi dengan mengutamakan kebijakan fiskal dan moneter yang responsif terhadap dinamika global maupun domestik. Fokus utama diarahkan pada penguatan sektor riil dan peningkatan kualitas belanja negara.
Beberapa ekonom menyarankan agar pertumbuhan ini menjadi momentum untuk mempercepat reformasi ekonomi, terutama dalam mendorong sektor industri dan hilirisasi sumber daya alam. Hal ini dinilai penting agar pertumbuhan ekonomi bersifat inklusif dan berkelanjutan.
Selain itu, sektor digital juga diharapkan menjadi motor baru pertumbuhan, terutama dengan meningkatnya investasi pada teknologi informasi dan komunikasi selama beberapa tahun terakhir.
Pemerintah juga disebut tengah mempersiapkan langkah lanjutan untuk menjaga tren pertumbuhan tetap stabil hingga akhir tahun 2025, termasuk melalui peningkatan ekspor dan penguatan UMKM.
Masyarakat dan pelaku usaha diharapkan turut merespons positif capaian pertumbuhan ini dengan meningkatkan produktivitas dan inovasi dalam berbagai bidang usaha. Hal ini diharapkan memperkuat fondasi ekonomi nasional.
Sebagai penutup, Prasetyo kembali menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi bukan hanya soal angka, tetapi juga hasil dari kerja keras bersama seluruh elemen bangsa dalam menjaga stabilitas dan keberlanjutan pembangunan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 yang mencapai 5,12% merupakan capaian penting di tengah tantangan global. Keberhasilan ini menjadi sinyal bahwa pemulihan ekonomi terus berjalan dan menunjukkan arah yang positif.
Namun demikian, pertumbuhan ini perlu terus dijaga agar berkelanjutan dan merata di seluruh wilayah Indonesia. Pemerintah perlu menyiapkan langkah konkret untuk memastikan manfaat pertumbuhan dirasakan seluruh lapisan masyarakat.
Penting pula untuk meningkatkan akuntabilitas dalam pengumpulan dan publikasi data ekonomi nasional agar tidak menimbulkan keraguan publik. Transparansi dan partisipasi masyarakat menjadi kunci dalam pengawalan capaian ekonomi.
Dalam jangka panjang, Indonesia memerlukan strategi pembangunan yang lebih inklusif dan berorientasi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Ini akan memperkuat fondasi pertumbuhan ekonomi ke depan.
Dengan demikian, kerja sama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat menjadi penting untuk menciptakan ekosistem ekonomi yang sehat dan berdaya saing tinggi di kawasan regional maupun global. (*)



























