Jakarta, EKOIN.CO – Penggunaan masif kecerdasan buatan (AI) di berbagai sektor industri berimbas pada berkurangnya jumlah tenaga kerja. Menurut Joseph Briggs, seorang ekonom senior dari Goldman Sachs, para pekerja dari Generasi Z yang berkecimpung di bidang teknologi menjadi kelompok yang paling rentan untuk digantikan oleh teknologi tersebut.
Dilansir dari Times of India, peringatan tersebut muncul seiring dengan peningkatan data pengangguran dan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran sepanjang tahun 2025. Kondisi ini tentunya menjadi perhatian serius bagi para programmer dan insinyur generasi mendatang.
Meskipun penerapan AI masih dalam tahap awal, dampaknya sudah terasa. Perusahaan-perusahaan menggunakan AI generatif untuk menjalankan tugas-tugas rutin, mengurangi biaya operasional, dan merestrukturisasi departemen. Saat sebuah perusahaan merasa perlu untuk mengurangi jumlah pekerja, karyawan baru yang merupakan lulusan fresh graduate sering kali menjadi target utama. Bagi Gen Z, revolusi AI terlihat lebih seperti ancaman ketimbang sebuah peluang.
Data dari Goldman Sachs menunjukkan, tingkat pengangguran di kalangan pekerja teknologi berusia 20 hingga 30 tahun telah meningkat sekitar tiga poin persentase sejak awal tahun 2025. Kenaikan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua atau profesional muda dari sektor lain. Lebih lanjut, industri teknologi sendiri telah mengalami lebih dari 50.000 PHK sepanjang tahun ini, di mana Microsoft, Meta, dan Google menjadi perusahaan yang paling banyak melakukan pengurangan tenaga kerja.
Banyaknya PHK tersebut erat kaitannya dengan AI yang mengambil alih tugas-tugas repetitif atau pekerjaan tingkat pemula yang biasanya diberikan kepada para karyawan junior. Akibatnya, lowongan pekerjaan untuk posisi serupa juga mengalami penurunan tajam, dengan lowongan di AS tercatat turun 35% sejak tahun 2023. Kesenjangan yang melebar antara sistem pendidikan dan permintaan perusahaan semakin menyulitkan Gen Z untuk membangun karier yang stabil.
Kondisi ini membuat hampir separuh pencari kerja dari Generasi Z meyakini bahwa AI telah mengurangi nilai dari gelar sarjana yang mereka miliki. Akhirnya, banyak profesional muda yang kini beralih ke pelatihan intensif, sertifikasi, serta memulai usaha kewirausahaan untuk mempertahankan relevansi dan bertahan di dunia kerja.



























