Bogor, EKOIN.CO – Kasus beras oplosan kembali mencuat setelah sebelumnya masyarakat dikejutkan dengan temuan minyak oplosan. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan bahwa terdapat 212 merek beras yang diduga tidak memenuhi standar mutu dan label. Dugaan kuat mengarah pada praktik pengoplosan beras yang melibatkan klaim label premium atau medium yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Menurut Amran, sebanyak 86 persen dari produk yang diperiksa ternyata hanya beras biasa meskipun berlabel premium. Hal ini membuka kemungkinan adanya manipulasi mutu beras oleh pelaku usaha tertentu demi keuntungan ekonomi.
Modus yang ditemukan antara lain pencampuran berbagai jenis beras untuk menciptakan kesan kualitas yang lebih tinggi. Menteri Amran menyampaikan bahwa tindakan semacam ini merugikan konsumen dan melanggar ketentuan label pangan.
Warna dan Ukuran Jadi Indikator Awal
Pakar teknologi industri pertanian dari IPB University, Profesor Tajuddin Bantacut, menyampaikan bahwa beras oplosan dapat dikenali secara kasat mata. Ia menjelaskan bahwa warna yang tidak seragam dan ukuran butir yang berbeda menjadi indikator awal yang bisa dilihat langsung oleh masyarakat.
“Jika menemukan nasi yang berbeda dari biasanya seperti warna, bau, tekstur dan butiran, maka dapat dicurigai sebagai beras oplosan,” ujar Tajuddin melalui laman resmi IPB University pada Minggu, 13 Juli 2025.
Bahkan setelah dimasak, tekstur nasi dari beras oplosan terasa lembek dan tidak pulen seperti biasanya. Tajuddin menekankan pentingnya kewaspadaan masyarakat dalam memilih beras, terutama di tengah banyaknya produk yang beredar tanpa pengawasan ketat.
Selain perbedaan warna dan ukuran, aroma nasi juga dapat menjadi petunjuk. Bila aroma nasi tidak wajar atau cenderung asam, kemungkinan besar itu berasal dari beras yang sudah rusak atau telah dicampur bahan asing.
Tiga Jenis Beras Oplosan yang Umum Ditemukan
Tajuddin mengidentifikasi tiga jenis beras oplosan yang dikenal masyarakat. Pertama, beras yang dicampur dengan bahan lain seperti jagung, yang sering ditemukan di daerah tertentu. Kedua, beras “blended”, yakni campuran beberapa jenis beras untuk mengubah rasa dan tekstur.
Jenis ketiga tergolong berbahaya, yakni beras rusak yang kemudian dipoles ulang agar terlihat bagus di pasaran. Metode ini digunakan untuk menyamarkan kerusakan fisik maupun kimiawi yang dialami beras.
“Beras yang telah dipoles ulang, padahal sudah rusak secara mikrobiologis, tidak layak dikonsumsi. Apalagi jika menggunakan bahan pengawet atau kimia tambahan,” ucap Tajuddin memperingatkan.
Ia juga menyarankan agar masyarakat hanya membeli beras dari sumber yang terpercaya. Beras tanpa label resmi atau dijual secara curah berisiko besar merupakan beras oplosan.
Langkah pencegahan lain adalah dengan mencuci beras sebelum dimasak. Jika terdapat benda asing seperti serangga, gabah, atau serpihan plastik yang mengambang, maka beras tersebut patut dicurigai.
Menurut Tajuddin, penjual beras juga harus meningkatkan tanggung jawabnya dalam menjual produk yang sesuai dengan label mutu. Tidak hanya demi konsumen, tetapi juga untuk menjaga integritas perdagangan pangan nasional.
Ia juga menegaskan perlunya edukasi yang masif kepada masyarakat mengenai tanda-tanda beras oplosan agar konsumen tidak menjadi korban manipulasi pasar.
Simpan Beras Maksimal Enam Bulan
Daya simpan beras juga mempengaruhi mutunya. Tajuddin menekankan bahwa beras idealnya hanya disimpan selama maksimal enam bulan untuk menjaga kualitasnya tetap baik.
Penyimpanan terlalu lama bisa menyebabkan kerusakan alami akibat faktor lingkungan, kelembaban, hingga kontaminasi mikroorganisme. Meski disimpan di wadah tertutup, kerusakan masih dapat terjadi bila faktor luar tidak dikendalikan.
Ia menambahkan bahwa jika beras sudah rusak parah, seharusnya tidak lagi dikonsumsi. Namun praktik pengoplosan sering kali menyulap beras rusak agar terlihat baru dan layak jual.
Kondisi ini sangat merugikan konsumen karena bisa berdampak pada kesehatan. Terlebih bila beras rusak tersebut mengandung zat kimia tambahan atau pengawet berbahaya.
Kementerian Pertanian menyatakan akan terus mengawasi peredaran beras di pasaran dan menggandeng lembaga pengawasan pangan serta penegak hukum untuk menindak pelanggaran.
Badan Ketahanan Pangan juga telah diminta untuk meninjau ulang proses distribusi dan sertifikasi label mutu beras guna memastikan keaslian produk pangan yang dijual.
Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi aktif dengan melaporkan dugaan beras oplosan kepada instansi terkait agar tidak semakin meluas di pasar nasional.
Kampanye literasi pangan yang diinisiasi berbagai perguruan tinggi seperti IPB University turut membantu meningkatkan kewaspadaan konsumen terhadap kualitas beras yang dikonsumsi sehari-hari.
Dengan meningkatnya pengawasan serta kesadaran masyarakat, diharapkan peredaran beras oplosan bisa ditekan dan kualitas pangan nasional tetap terjaga.
maraknya kasus beras oplosan menunjukkan masih lemahnya pengawasan di sektor pangan. Label yang tidak sesuai dan teknik manipulasi beras membahayakan konsumen secara langsung. Oleh sebab itu, keterlibatan aktif semua pihak sangat penting untuk mencegah peredaran produk yang tidak layak konsumsi.
Masyarakat perlu meningkatkan pengetahuan mengenai ciri-ciri beras oplosan serta selalu memeriksa kualitas fisik dan aroma beras sebelum membeli. Tidak hanya itu, sumber pembelian juga harus jelas agar keamanan konsumsi lebih terjamin.
Pemerintah perlu meningkatkan sanksi terhadap pelaku oplosan beras guna menimbulkan efek jera serta mencegah pengulangan di masa mendatang. Ini sekaligus memperkuat perlindungan konsumen dalam sistem distribusi pangan nasional.
Sektor pendidikan dan akademisi seperti IPB University diharapkan terus berkontribusi dalam mengedukasi publik mengenai keamanan pangan serta pentingnya membeli beras berkualitas dan legal.
Penerapan standar mutu dan pengawasan terpadu harus dijadikan prioritas nasional agar kasus-kasus seperti ini tidak terulang. Konsumen berhak mendapatkan produk yang aman, sehat, dan sesuai dengan label.(*)