KOLAKA TIMUR, EKOIN.CO – Publik Sulawesi Tenggara dikejutkan dengan penangkapan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kasus korupsi proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur. Penangkapan ini terjadi hanya lima bulan setelah ia resmi dilantik sebagai bupati.
[Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v]
KPK mengamankan Abdul Azis dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Makassar, Sulawesi Selatan, pada Kamis malam (7/8/2025) saat ia hendak menghadiri Rapat Kerja Nasional Partai NasDem. Penangkapan ini menjadi sorotan nasional karena riwayatnya yang pernah menjadi anggota kepolisian.
Dari Polisi ke Bupati, Berakhir di Tahanan KPK
Abdul Azis, yang pernah bertugas di Direktorat Intelkam Polda Sultra, memilih pensiun dini dari Polri dan terjun ke dunia politik melalui Partai NasDem. Ia sempat menjabat sebagai Wakil Bupati sekaligus Pelaksana Tugas Bupati Koltim sebelum memenangkan Pilkada 2024.
Namun, karier politiknya terhenti setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka kasus korupsi suap proyek peningkatan kualitas RSUD Koltim senilai Rp126,3 miliar, yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Wakil Ketua KPK menyatakan, “Kasus ini menjadi bukti bahwa jabatan publik harus dijalankan dengan integritas. Tidak ada toleransi untuk penyalahgunaan kekuasaan.”
Penangkapan Abdul Azis juga dilakukan bersamaan dengan penggeledahan di Kendari dan Jakarta. Sejumlah barang bukti, termasuk dokumen proyek, diamankan untuk memperkuat penyidikan.
Detil Kasus Korupsi Proyek RSUD Koltim
Menurut KPK, Abdul Azis diduga menerima suap dari kontraktor yang memenangkan proyek pembangunan RSUD Koltim. Transaksi itu terjadi beberapa kali sejak awal 2025.
Dana suap diduga diberikan untuk memuluskan pencairan anggaran proyek yang bersumber dari DAK. KPK menyebut modus ini kerap terjadi dalam proyek infrastruktur daerah.
Proyek RSUD Koltim sendiri merupakan proyek strategis daerah yang diharapkan meningkatkan layanan kesehatan masyarakat. Namun, dugaan praktik korupsi ini membuat pembangunan rumah sakit tersebut terancam tersendat.
Riwayat pendidikan Abdul Azis terbilang lengkap, mulai dari SD Negeri Kalukku hingga menyelesaikan studi S2 di Universitas Sulawesi Tenggara pada 2023. Meski memiliki prestasi akademik, kasus yang menjeratnya kini menutup catatan baik tersebut.
Sejak awal karier, ia pernah menjadi ajudan Gubernur Sulawesi Tenggara, menerima berbagai penghargaan, termasuk stabilitas keamanan Pilkada 2017 dan Universal Health Coverage pada 2023. Namun, pencapaiannya kini tercoreng akibat kasus ini.
KPK menegaskan proses hukum akan berjalan transparan. Abdul Azis kini ditahan di Rutan KPK untuk 20 hari pertama sambil menunggu proses penyidikan lebih lanjut.
Publik Koltim menyampaikan kekecewaan mendalam. Sejumlah tokoh masyarakat berharap kasus korupsi ini menjadi pelajaran bagi pejabat lain agar tak mengkhianati kepercayaan rakyat.
Dari sisi politik, penangkapan ini menjadi pukulan bagi Partai NasDem di Sulawesi Tenggara. Partai tersebut menyatakan akan menghormati proses hukum yang berjalan.
Kementerian Dalam Negeri berencana menunjuk pelaksana tugas bupati untuk memastikan roda pemerintahan Koltim tetap berjalan.
Warga menilai, penegakan hukum harus konsisten dan tak pandang bulu. Mereka berharap proyek RSUD Koltim tetap diselesaikan demi pelayanan kesehatan masyarakat.
Kasus ini menambah daftar panjang kepala daerah yang terjerat korupsi di Indonesia. Data ICW mencatat, dalam lima tahun terakhir, puluhan bupati dan wali kota ditangkap KPK dengan modus serupa.
Beberapa pengamat menilai, pendidikan dan pengalaman di aparat penegak hukum tidak selalu menjamin pejabat bebas dari penyimpangan. Integritas pribadi tetap menjadi faktor utama.
KPK mengajak masyarakat ikut mengawasi jalannya proyek pemerintah daerah agar praktik serupa dapat dicegah sejak awal.
Masyarakat Koltim kini menunggu kepastian hukum, sekaligus berharap proyek RSUD yang menjadi kebutuhan utama daerah segera rampung tanpa praktik korupsi lagi.
Pemerhati politik daerah menilai, kasus Abdul Azis bisa menjadi titik balik perbaikan sistem pengadaan barang dan jasa di tingkat kabupaten.
Jika proses hukum berjalan cepat, diharapkan publik bisa segera mendapat kejelasan dan keadilan atas kasus ini.
Masyarakat berharap KPK tidak hanya menindak pelaku, tetapi juga memperkuat sistem pengawasan agar dana publik benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat.
Pejabat publik perlu meningkatkan transparansi dalam pengelolaan proyek, terutama yang bernilai besar.
Pengawasan internal di setiap instansi pemerintah harus dioptimalkan.
Keterlibatan masyarakat dalam memantau proyek daerah harus difasilitasi.
Pendidikan antikorupsi bagi pejabat daerah penting untuk mencegah penyimpangan.
Sanksi tegas terhadap pelaku korupsi akan memberi efek jera.
Kasus Abdul Azis menunjukkan bahwa kekuasaan tanpa integritas membawa kerugian besar bagi masyarakat.
Pengalaman dan prestasi masa lalu tak menjamin perilaku bersih dalam jabatan.
KPK membuktikan bahwa penegakan hukum dapat berjalan tanpa pandang bulu.
Publik menunggu kelanjutan kasus ini untuk memastikan keadilan ditegakkan.
Kepercayaan masyarakat hanya bisa pulih jika pejabat bekerja untuk rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v