New York EKOIN.CO – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyampaikan pidato di Sidang Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jumat (26/9/2025), yang berlangsung di aula nyaris kosong. Lebih dari 100 diplomat dari lebih 50 negara memilih melakukan walkout sebagai bentuk protes atas kebijakan Israel di Gaza dan penolakannya terhadap pengakuan negara Palestina.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Aksi walkout tersebut dilakukan perwakilan dari berbagai kawasan, termasuk Indonesia, Malaysia, Arab Saudi, Qatar, Rusia, Mesir, India, Pakistan, Brasil, Finlandia, Spanyol, Swiss, Irlandia, Jepang, Yordania, Turki, Lebanon, Nigeria, Uni Emirat Arab, Yaman, hingga Uganda. Momen itu menandai tekanan internasional yang semakin besar terkait konflik Gaza dan status Palestina.
Netanyahu tetap melanjutkan pidatonya dengan nada keras. Ia membantah tuduhan Israel melakukan genosida di Jalur Gaza dan menggunakan kelaparan sebagai senjata perang. “Lihatlah tuduhan palsu genosida, bahwa Israel menargetkan warga sipil, tetapi itu sama sekali tidak benar,” kata Netanyahu di podium Sidang Umum.
Pidato Netanyahu tentang Palestina
Dalam pidatonya, Netanyahu menekankan bahwa Israel telah berupaya memperingatkan warga sipil di Gaza sebelum melakukan serangan. Ia mengklaim, “Jika kami ingin melakukan genosida di Kota Gaza, kami tidak akan meminta warga sipil untuk pergi. Selama tiga minggu terakhir, Israel telah menyebarkan selebaran yang mendesak warga sipil di Kota Gaza untuk pergi.”
Ia juga menuding Hamas menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia. Menurut Netanyahu, hal itu menjadi alasan utama jatuhnya korban di pihak warga sipil. Tuduhan tersebut berulang kali ia sampaikan dalam forum internasional, termasuk di hadapan para diplomat PBB.
Lebih jauh, Netanyahu mengecam negara-negara yang baru saja memberikan pengakuan terhadap Palestina. Inggris, Prancis, Kanada, Australia, Portugal, Luksemburg, Monako, Belgia, dan Andorra disebutnya telah menyerah kepada Hamas. Ia bahkan melabeli sikap mereka sebagai bentuk “anti-Semit” karena menolak mendukung serangan Israel.
“Kami tidak akan membiarkan Anda memaksakan negara Palestina kepada kami. Para pemimpin Barat menyerah di bawah tekanan, dan saya jamin Israel tidak akan menyerah,” tegas Netanyahu.
Respons terhadap Tekanan Internasional
Dalam kesempatan itu, Netanyahu juga menyampaikan pesan langsung kepada rakyat Palestina di Gaza. Menurutnya, perang bisa segera berakhir jika semua sandera dikembalikan, Hamas melucuti senjata, dan Jalur Gaza didemiliterisasi.
“Israel menghancurkan kelompok Houthi di Yaman dan sebagian besar Hamas di Gaza, melumpuhkan Hizbullah di Lebanon, dan menghalau milisi di Irak,” ujarnya sambil menunjukkan peta di hadapan sidang.
Netanyahu menegaskan bahwa Israel tidak akan berhenti sampai tuntutan utama tercapai. Hal itu mencakup pembebasan seluruh sandera serta pembubaran struktur militer Hamas. Ia juga menyatakan, serangan ke berbagai kelompok perlawanan di kawasan merupakan bukti komitmen Israel menjaga keamanan regional.
Sementara itu, negosiasi antara Hamas dan Israel yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir masih berjalan lambat. Hamas menuntut gencatan senjata permanen, penarikan pasukan Israel, serta distribusi bantuan kemanusiaan tanpa hambatan. Sebaliknya, Israel menegaskan pembebasan semua sandera sebagai syarat utama.
Diperkirakan masih ada 20 hingga 50 sandera yang ditahan di Gaza. Dari total 250 orang yang sebelumnya diculik, sebagian telah dibebaskan, namun pembahasan mengenai sisanya masih menemui jalan buntu.
Pidato Netanyahu di PBB menjadi sorotan karena menggambarkan jarak semakin lebar antara Israel dan komunitas internasional. Dukungan yang kian besar terhadap pengakuan Palestina menunjukkan dinamika baru dalam politik global, terutama di tengah meningkatnya korban sipil di Gaza.
Meski banyak negara meninggalkan ruang sidang, Netanyahu tetap memanfaatkan podium PBB untuk menegaskan sikap kerasnya. Ia berulang kali menekankan bahwa Israel tidak akan tunduk pada tekanan internasional terkait pengakuan Palestina.
Keputusan sejumlah negara besar Eropa seperti Inggris dan Prancis mengakui Palestina menandai perubahan signifikan dalam peta diplomasi global. Langkah tersebut sekaligus memperlihatkan meningkatnya legitimasi perjuangan rakyat Palestina di kancah internasional.
Namun, Israel tetap pada posisinya. Dengan dukungan sebagian sekutu utama, termasuk Amerika Serikat, Netanyahu berupaya mempertahankan sikap tegas di forum internasional meski menghadapi isolasi diplomatik.
Kehadiran aula PBB yang kosong saat pidato Netanyahu menjadi simbol nyata penolakan dunia terhadap kebijakan Israel di Gaza. Hal ini mempertegas bahwa isu Palestina kini menjadi salah satu titik krusial dalam hubungan internasional.
Bagi Palestina, momentum ini sekaligus memperkuat posisi diplomatik mereka. Semakin banyak negara yang memberikan pengakuan, semakin besar peluang Palestina memperjuangkan haknya sebagai entitas berdaulat di dunia internasional.
Bagi Israel, situasi ini menambah tekanan agar segera menghentikan operasi militer dan membuka jalan dialog. Namun, tanpa adanya kesepakatan terkait sandera dan status Hamas, peluang perdamaian masih jauh dari tercapai.
Pada akhirnya, pidato Netanyahu di hadapan ruang kosong mencerminkan jurang perbedaan yang kian dalam antara Israel dan komunitas internasional mengenai masa depan Palestina.
Pidato Netanyahu di PBB memperlihatkan sikap keras Israel yang menolak pengakuan Palestina. Kepergian lebih dari 100 diplomat saat pidato berlangsung menjadi bukti nyata isolasi diplomatik yang tengah dihadapi Israel.
Reaksi walkout dari berbagai negara mencerminkan solidaritas global yang semakin besar untuk mendukung Palestina. Hal ini mengindikasikan perubahan arah politik internasional terhadap konflik berkepanjangan di Gaza.
Meski Netanyahu menolak tuduhan genosida, korban sipil yang terus bertambah membuat dunia internasional menekan Israel untuk menghentikan operasi militer.
Negosiasi yang berjalan lambat dengan Hamas memperlihatkan sulitnya menemukan titik temu antara kedua pihak. Persyaratan yang saling bertolak belakang menjadi hambatan utama.
Dengan dukungan yang semakin kuat terhadap pengakuan Palestina, masa depan konflik ini akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan komunitas internasional mendorong solusi damai yang adil dan berkelanjutan. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v