Jakarta, EKOIN.CO – Public Space Forum dan pameran BPSF 2025 resmi digelar di Yumaju Saha Sports & Lifestyle Hub, Kota Bandung, pada Minggu (8/6/2025). Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Bandung Public Space Festival yang berlangsung hingga 14 Juni 2025.
BPSF 2025 diinisiasi oleh Komunitas Lakuna Kota, kelompok yang dibentuk oleh mahasiswa S2 Rancang Kota ITB. Tujuannya untuk membangkitkan kesadaran masyarakat akan pentingnya revitalisasi ruang kota yang terlupakan.
Forum ini mengundang berbagai pihak, dari akademisi hingga komunitas, guna membahas potensi transformasi ruang publik yang terbengkalai. Pesan utamanya adalah menjadikan ruang kota sebagai milik bersama yang hidup dan berdaya guna.
Direktur Utama PSUD sekaligus Ketua IAI Jawa Barat, Ar. Adrianto Santoso, menekankan pentingnya pendekatan human centered architecture dalam desain perkotaan. Ia menyebut kebutuhan manusia harus menjadi dasar utama.
“Penting bagi kita untuk peka terhadap ruang kota dengan merancang berdasarkan kebutuhan manusia, bukan kendaraan, dan menghidupkan kembali ruang-ruang terbengkalai melalui pendekatan humanis dan strategis,” ujar Adrianto dalam forum tersebut.
Kolaborasi Komunitas dan Praktisi
Diskusi dilanjutkan oleh Prananda L. Malasan, Ph.D., Dosen FSRD ITB dan Dewan Pakar Komite Ekonomi Kreatif Kota Bandung. Ia menyampaikan studi kasus revitalisasi ruang bersama komunitas informal sebagai contoh praktik nyata.
Sesi penutup diisi oleh Andi Abdulqodir, M.Ds., pendiri Karasa Bandung dan Tujusemesta. Ia menggarisbawahi kekuatan komunitas sebagai penggerak utama dalam transformasi desain ruang publik.
Menurut Andi, komunitas memiliki daya kreatif dan kepekaan lokal yang dapat menghidupkan kembali fungsi ruang publik menjadi lebih inklusif dan adaptif terhadap perubahan sosial.
Forum ini menjadi ruang temu gagasan lintas disiplin, menghadirkan refleksi serta solusi nyata dari berbagai perspektif mengenai masa depan ruang kota.
Pameran Placemaking dan Partisipasi Publik
Puncak kegiatan BPSF 2025 adalah pameran karya komunitas yang berlangsung selama sepekan. Sebanyak 16 karya placemaking ditampilkan, meliputi proyek desain, instalasi interaktif, dan dokumentasi walking tour.
“Melalui pameran bersama ini, pengunjung diharapkan saling menginspirasi untuk ikut ambil bagian dalam transformasi kota yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan berpihak pada kebutuhan warganya,” tutur Salsabila, Kepala Divisi Desain dan Media Lakuna Kota.
Ia juga menambahkan bahwa ruang dialog seperti ini dibutuhkan untuk membentuk budaya kolaboratif dalam pembangunan kota yang berpihak pada warganya secara aktif dan setara.
Seluruh rangkaian kegiatan ini menyoroti semangat kolaborasi antara warga, komunitas, dan pemangku kepentingan dalam menciptakan kota yang lebih tangguh, kreatif, dan manusiawi.
Forum dan pameran yang diadakan dalam rangka Bandung Public Space Festival 2025 menunjukkan bagaimana ruang publik dapat menjadi titik temu berbagai pihak untuk saling berbagi gagasan. Dari arsitek hingga komunitas, semua memiliki peran penting dalam menciptakan kota yang lebih baik.
Melalui pendekatan human centered dan praktik kolaboratif, transformasi ruang kota tidak hanya menjadi wacana, melainkan aksi nyata yang berpihak pada kebutuhan sosial masyarakat urban. Keterlibatan komunitas terbukti mampu menghidupkan kembali ruang kota secara organik dan berkelanjutan.
Dengan adanya BPSF, upaya menjadikan kota sebagai ruang hidup bersama semakin mendapatkan tempatnya. Kesadaran akan pentingnya kota yang inklusif dan kolaboratif terus dibangun melalui praktik langsung dan partisipatif.(*)