Jakarta, EKOIN.COM — Kawasan Asia Tenggara terus menunjukkan potensinya sebagai salah satu pasar digital paling dinamis di dunia. Dengan populasi lebih dari 680 juta jiwa, ASEAN kini menjadi kekuatan ekonomi digital yang tumbuh pesat dan berperan penting dalam mendukung pertumbuhan global.
Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2024 yang disusun oleh Temasek, Bain & Company, dan Google, nilai ekonomi digital Asia Tenggara mencapai USD263 miliar dalam gross merchandise value (GMV) pada tahun 2024, dengan pendapatan sekitar USD89 miliar. Di Indonesia sendiri, kontribusi ekonomi digital pada tahun 2024 telah menembus USD90 miliar dan diproyeksikan meningkat menjadi USD110 miliar pada tahun 2025, bahkan berpotensi mencapai USD360 miliar pada 2030.
“Angka-angka ini menyoroti peluang dan keragaman pertumbuhan di seluruh Asia Tenggara. Dan di sinilah ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) menjadi krusial. ASEAN DEFA mewakili komitmen kita untuk mewujudkan ekonomi digital hingga USD2 triliun pada tahun 2030, yang mendorong inovasi, inklusivitas, dan ketahanan,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam The 14th ASEAN Digital Economy Framework Negotiating Committee Meeting, di Jakarta, Selasa (7/10).
Sebagai inisiatif yang lahir dari Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023, DEFA bertujuan mempercepat transformasi ekonomi digital di kawasan melalui kerja sama yang lebih erat, harmonisasi regulasi lintas negara, peningkatan interoperabilitas sistem digital, serta pemberdayaan UMKM dan talenta digital. Kerangka kerja ini juga diharapkan menjadi fondasi kuat bagi ekonomi digital ASEAN yang bernilai hingga USD2 triliun pada 2030.
Meski pertumbuhan ekonomi digital ASEAN terbilang pesat, Airlangga menegaskan masih terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi bersama, seperti fragmentasi pasar digital, perbedaan regulasi antarnegara, serta kebijakan data yang belum terintegrasi. Selain itu, masih banyak UMKM yang kesulitan melakukan ekspansi lintas negara, sehingga diperlukan sinergi yang kuat untuk menjaga momentum pertumbuhan.
Hingga Putaran ke-13 di Hanoi, Vietnam, ASEAN telah menyepakati 19 dari 36 artikel (52,78%) dalam perundingan DEFA. Pada Putaran ke-14 di Jakarta, target perundingan ditingkatkan hingga 70% untuk core dan value-added paragraphs, agar hasilnya dapat diadopsi dalam ASEAN Economic Ministers (AEM) ke-57 dan AEC Council ke-26 yang dijadwalkan Oktober 2025.
Beberapa isu penting yang dibahas mencakup Non-Discriminatory Treatment of Digital Products (NDTDP), Cross-Border Transfer of Information (CBTI), Source Code, Location of Computing Facilities (LOCF), serta kerja sama kabel bawah laut telekomunikasi.
Perundingan DEFA selanjutnya akan difokuskan pada mekanisme pemantauan bersama (joint monitoring), peningkatan peran sektor swasta, bantuan teknis (technical assistance), dan pembentukan dispute mechanism guna memastikan implementasi efektif di seluruh kawasan. Penyelesaian draft final perjanjian ditargetkan rampung pada awal 2026, dengan penandatanganan resmi diharapkan berlangsung pada kuartal ketiga 2026.
“Kita harus menggandakan upaya untuk memastikan ASEAN DEFA menjadi kerangka kerja digital pertama di dunia yang bersifat regional, modern, komprehensif, dan visioner. Ini akan menjadi tonggak penting bagi pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial di seluruh ASEAN,” tegas Menko Airlangga.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Ekonomi Digital Kemenko Perekonomian Ali Murtopo, Staf Ahli Bidang Pembangunan Daerah Kemenko Perekonomian Haryo Limanseto, DEFA NC Chair Prewprae Chumrum, dan Director Market Integration ASEAN Secretariat Dr. Le Quang Lan.
Sumber:
Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian — Haryo Limanseto
Website: www.ekon.go.id
Twitter, Instagram, Facebook, TikTok, Threads & YouTube: @PerekonomianRI
Email: humas@ekon.go.id
LinkedIn: Coordinating Ministry for Economic Affairs of the Republic of Indonesia