JAKARTA, EKOIN.CO – Bekas Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menyoroti kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang terjadi di sejumlah daerah dan menuai protes masyarakat. Ia menegaskan, rumah yang menjadi tempat tinggal seharusnya dilindungi sebagai bagian dari hak asasi manusia dan tidak semestinya dikenai beban pajak. Ikuti berita terbaru lewat WA Channel EKOIN di sini.
Kenaikan PBB sempat menimbulkan keresahan, terutama di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, di mana tarif naik hingga 250 persen sebelum akhirnya dibatalkan usai protes warga. Kasus serupa terjadi di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, dengan kenaikan mencapai 300 persen yang kemudian ditunda setelah aksi unjuk rasa berujung ricuh.
Anies menekankan bahwa tempat tinggal merupakan hak dasar yang dijamin sejak Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Karena itu, menurutnya, pemungutan pajak atas rumah tinggal harus dikecualikan.
“Wujud konkretnya adalah hak asasi itu jangan dipajaki. Caranya kebutuhan luas minimal tanah dan bangunan atas perumahan itu dibebaskan dari beban PBB,” ujar Anies melalui unggahan video di kanal YouTube pribadinya, Selasa (19/8/2025).
PBB dan Hak Asasi Perumahan
Anies mencontohkan kebijakan yang diterapkan saat dirinya memimpin Jakarta pada 2022. Saat itu, Pemerintah Provinsi DKI menetapkan bahwa 60 meter persegi pertama dari luas tanah serta 36 meter persegi pertama dari bangunan tidak dikenai PBB. Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 23 Tahun 2022.
“Hal ini berlaku untuk semua unit rumah, termasuk rumah besar di kawasan mahal, karena prinsipnya sama: hak dasar atas perumahan tidak boleh dikenai pajak,” tegas Anies.
Menurutnya, setiap keluarga berhak atas tanah dan bangunan minimal yang layak sebagai tempat tinggal. Ia menyebut bahwa kaya maupun miskin tetap memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perlindungan atas kebutuhan dasar tersebut.
Kebijakan Perumahan dan Standar Nasional
Lebih lanjut, Anies menjelaskan bahwa angka 60 meter persegi tanah dan 36 meter persegi bangunan bukanlah sembarang ukuran. Penentuan tersebut merujuk pada Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 403 Tahun 2002 mengenai Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat.
“Kita pilih untuk kebutuhan keluarga dengan 4 anggota keluarga. Jadi, kesimpulannya kebutuhan atas perumahan yaitu tanah dan bangunan itu adalah kebutuhan yang merupakan hak asasi manusia harus dipenuhi,” jelas Anies.
Ia mengingatkan, pemerintah daerah harus berhati-hati dalam merumuskan kebijakan pajak agar tidak melupakan aspek kemanusiaan. Menurutnya, pemungutan pajak seharusnya diberlakukan pada kepemilikan yang melampaui kebutuhan dasar, bukan pada rumah yang menjadi tempat tinggal utama.
Anies menutup dengan pesan bahwa kebijakan perpajakan semestinya tidak bertentangan dengan nilai dasar perlindungan hak asasi manusia. Rumah, katanya, adalah tempat perlindungan paling mendasar yang tidak boleh terbebani oleh pungutan berlebihan.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v