Jakarta ,EKOIN.CO – Penetapan Mohammad Riza Chalid sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak oleh Kejaksaan Agung pada 10 Juli 2025, memunculkan kembali kenangan lama bagi mantan anggota DPR, Akbar Faizal.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Melalui akun X miliknya, @akbarfaizal68, Kamis, 11 Juli 2025, Akbar membagikan kisahnya ketika ia berperan membongkar skandal besar di parlemen, yakni kasus ‘Papa Minta Saham’, yang melibatkan tokoh-tokoh kuat, termasuk Riza Chalid.
Akbar menyebut bahwa perannya sebagai anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) saat itu mendadak dihentikan, tepat di pagi hari sebelum sidang putusan yang akan disiarkan secara langsung di televisi nasional.
Menurut pengakuannya, ia tengah bersemangat mengungkap kasus yang turut menyeret nama Setya Novanto. Namun, partainya, NasDem, mencopotnya dari posisi tersebut dan menunjuk Victor Laiskodat sebagai pengganti.
“Kasusnya memang bukan di Pertamina, tapi di Freeport. Saya dipecat dari MKD saat itu,” ungkap Akbar.
Ia menyampaikan bahwa penunjukan dirinya ke MKD semula dilakukan karena dianggap cukup keras dalam membongkar kasus. “Pertimbangan Surya Paloh saat itu, kekurangajaran saya dibutuhkan,” katanya.
Namun, keberanian itu justru membuatnya diberhentikan. Akbar mengungkapkan, kekuatan politik di DPR saat itu merasa terganggu dengan langkah-langkahnya yang agresif dalam mengusut kasus tersebut.
Ia mengisahkan bagaimana dirinya pernah mengejar seorang saksi yang dianggap terlalu percaya diri saat menjalani pemeriksaan. “Kucecar dia. Tampaknya dia merasa kehormatannya sebagai pejabat tinggi terusik dengan pertanyaan-pertanyaanku. EGP!” katanya.
Akbar juga menuturkan, dirinya saat itu mendapat bantuan data dari beberapa tokoh penting seperti Menteri ESDM kala itu, Sudirman Said, ekonom Said Didu, dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).
“Pokoknya seru deh. Ternyata saya pernah jadi anggota DPR. Kadang lupa,” tutup Akbar dalam unggahannya.
Sementara itu, Kejaksaan Agung mengumumkan bahwa Riza Chalid, pemilik PT Orbit Terminal Merak (OTM), telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak tahun 2018-2023.
Dugaan Hilangnya Aset dalam Kontrak Pertamina
Direktur Penyidikan Kejagung, Abdul Qohar, menyebut bahwa Riza Chalid bersama tiga tersangka lainnya, yaitu HB, AN, dan GRJ, diduga menghapus klausul skema kepemilikan aset dalam kontrak kerja sama PT OTM dengan PT Pertamina.
Kerja sama itu mencakup penyewaan Terminal BBM Tangki Merak selama 10 tahun. Seharusnya, menurut kajian dari Pranata UI, dalam periode tersebut aset milik PT OTM akan beralih ke PT Pertamina Patra Niaga.
Namun, klausul itu dihilangkan dari perjanjian kontrak. Hal ini menyebabkan Pertamina tidak mendapatkan kepemilikan aset seperti yang seharusnya terjadi berdasarkan kesepakatan awal.
Qohar menjelaskan bahwa nilai kontrak tersebut sangat tinggi dan kerugian negara akibat manipulasi kontrak itu mencapai angka besar. “Kerugian berdasarkan perhitungan BPK sebanyak Rp2,9 triliun, khusus untuk OTM,” katanya.
Riza Chalid Tidak Berada di Indonesia
Kejagung juga mengungkapkan bahwa Riza Chalid tidak berada di dalam negeri. Ia tiga kali dipanggil penyidik namun tidak pernah memenuhi panggilan tersebut.
“Yang bersangkutan tidak tinggal di dalam negeri, khususnya di Singapura,” ungkap Qohar. Upaya pelacakan dan permintaan kerja sama internasional untuk membawa Riza kembali sedang dilakukan.
Penetapan Riza sebagai tersangka ini tercantum dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-49/F.2/Fd.2/07/2025 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-53/F.2/Fd.2/07/2025 yang sama-sama diterbitkan pada 10 Juli 2025.
Selain hilangnya klausul kepemilikan aset, Kejagung menduga adanya penetapan harga kontrak yang terlalu tinggi dan tidak proporsional, sehingga menambah kerugian keuangan negara secara signifikan.
Kerugian total yang disampaikan Kejagung dalam perkara ini mencapai Rp285 triliun, termasuk dalam skema lebih luas tata kelola minyak nasional yang sedang diselidiki.
Pengusutan kasus ini akan terus dilanjutkan oleh penyidik, sembari mengupayakan pemulangan para tersangka yang berada di luar negeri, termasuk Riza Chalid.
Kejagung berharap, proses penegakan hukum ini menjadi pembelajaran dalam memperbaiki tata kelola BUMN dan kontrak-kontrak strategis di sektor energi.
Kasus ini membuka kembali memori kolektif publik mengenai berbagai skandal lama yang pernah melibatkan Riza Chalid di tingkat nasional.
Akbar Faizal yang pernah berada di garis depan pengusutan, kembali hadir dengan pengakuan yang memperkaya konteks sejarah kasus tersebut.
Rangkaian peristiwa yang terungkap menunjukkan betapa rumit dan panjangnya jalan menuju akuntabilitas dalam tata kelola lembaga negara dan BUMN.
Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak yang melibatkan Riza Chalid menjadi pengingat akan kompleksitas sistem pengadaan dan pengelolaan sumber daya nasional. Akbar Faizal kembali muncul membawa cerita lama yang sempat terlupakan, memberikan perspektif baru mengenai dinamika politik di balik skandal besar itu.
Pemberhentian Akbar dari MKD menjadi gambaran bagaimana kekuatan politik dapat mengintervensi proses penegakan etika dan hukum di parlemen. Pengakuannya menambah bobot moral dalam proses investigasi yang sedang berjalan.
Kejaksaan Agung kini memikul tanggung jawab besar dalam membongkar jaringan yang terlibat dan mengembalikan kerugian negara yang nilainya sangat besar. Keberadaan tersangka di luar negeri menambah tantangan dalam penegakan hukum.
Kehadiran tokoh-tokoh penting yang mendukung investigasi menjadi kunci penting dalam mengungkap fakta. Kolaborasi lintas lembaga dan tokoh masyarakat perlu terus diperkuat.
Pengungkapan kasus ini menjadi momentum penting untuk memperbaiki tata kelola energi nasional secara menyeluruh agar tidak terulang kembali praktik-praktik korup yang merugikan negara.
:
Pemerintah dan DPR perlu membentuk mekanisme perlindungan terhadap anggota parlemen yang bersikap kritis dan membongkar kasus penting, agar proses hukum tidak terganggu oleh kepentingan politik.
Perlu dilakukan audit menyeluruh terhadap seluruh kontrak BUMN, khususnya yang terkait energi, untuk mencegah potensi kebocoran dan manipulasi skema aset.
Sistem pelaporan publik terhadap kasus dugaan korupsi perlu diperkuat dengan kanal resmi dan jaminan keamanan pelapor untuk mendorong lebih banyak keberanian masyarakat.
Hubungan kerja sama internasional dalam bidang ekstradisi harus ditingkatkan agar buronan kasus korupsi dapat segera dibawa pulang dan diproses hukum.
Peran media dan jurnalis investigasi tetap krusial dalam menjaga transparansi dan mengawal proses hukum terhadap aktor-aktor besar yang terlibat dalam kasus skala nasional.(*)