TEL AVIV, EKOIN.CO – Aktivis asal Italia, Tommaso Bortolazzi, kapten kapal Maria Cristina dari armada kemanusiaan Global Sumud Flotilla, mengungkapkan kesaksian mengejutkan tentang perlakuan brutal otoritas Israel terhadap para relawan yang ditahan. Dalam kesaksiannya, ia menceritakan bagaimana aparat Israel bahkan menghalangi relawan untuk melaksanakan shalat Subuh, hingga membuat dirinya memilih jalan hidup baru dalam keimanan.
Kesaksian Tommaso Bortolazzi tentang Penindasan Ibadah
Dalam wawancara yang disampaikan tim hukum Global Sumud Flotilla, Bortolazzi mengaku menyaksikan langsung tindakan represif tersebut di dalam tahanan. Ia menyebut polisi penjajah Israel secara sengaja melarang teman-temannya menunaikan shalat, bahkan menutup akses ruang ibadah di penjara Ktziot.
“Dan saya merasa harus melawan itu. Setelah itu bersama temanku, saya mengucapkan syahadat dan aku memilih sendiri pilihan itu,” ujarnya dengan penuh keyakinan.
Pengakuan ini menggambarkan tekanan psikologis dan spiritual yang dialami para relawan di bawah perlakuan kejam otoritas Israel. Menurut tim hukum pendamping, para aktivis Islam ditahan tanpa akses ke hak-hak dasar mereka, termasuk kebebasan menjalankan ibadah.
Sumber hukum tersebut juga mengungkapkan bahwa para tahanan dipaksa membuka jilbab, termasuk sejumlah relawan wanita asal Malaysia yang turut dalam misi kemanusiaan. Mereka disebut mengalami penyiksaan fisik dan verbal sejak awal penahanan.
Kekerasan dan Tekanan di Penjara Ktziot
Penjara Ktziot dikenal sebagai salah satu pusat penahanan terbesar bagi warga Palestina dan aktivis asing yang mendukung gerakan kemanusiaan. Para relawan Global Sumud Flotilla melaporkan bahwa sejak pertama kali dibawa ke fasilitas itu, mereka dijambak, ditampar, bahkan dipaksa meminum air dari keran toilet.
Tindakan tersebut, menurut pengamat HAM internasional, melanggar Konvensi Jenewa yang menjamin perlakuan manusiawi terhadap tahanan. Namun, laporan pelanggaran terhadap relawan dan warga sipil yang ditahan Israel terus berulang tanpa tindakan tegas dari komunitas global.
Bortolazzi mengatakan bahwa pengalamannya itu menjadi titik balik hidupnya. Ia mengaku menemukan kedamaian spiritual di tengah penderitaan dan memilih untuk memeluk Islam sebagai bentuk solidaritas dan keyakinan pribadi.
“Ketika saya melihat mereka tetap tenang dan berdoa di tengah intimidasi, saya tahu bahwa ada kekuatan besar dalam keimanan itu,” kata Bortolazzi dalam pernyataan lanjutan.
Tim hukum Global Sumud Flotilla menegaskan, kasus ini akan dibawa ke lembaga HAM internasional sebagai bukti nyata pelanggaran berat terhadap hak beragama dan kemanusiaan.
Organisasi tersebut juga menyerukan agar pemerintah negara-negara asal para relawan, termasuk Italia dan Malaysia, mendesak Israel memberikan perlakuan sesuai hukum internasional terhadap semua tahanan.
Mereka menilai insiden ini bukan hanya soal politik, tetapi juga pelanggaran hak asasi manusia paling mendasar: kebebasan beribadah dan martabat manusia.
Kementerian Luar Negeri Italia dikabarkan sedang berkoordinasi dengan otoritas terkait untuk memastikan kondisi Bortolazzi dan timnya. Namun hingga kini belum ada pernyataan resmi dari pihak Israel terkait tuduhan penyiksaan itu.
Para pengamat menilai, kesaksian Bortolazzi berpotensi membuka kembali sorotan global terhadap praktik pelanggaran kemanusiaan di penjara-penjara Israel, terutama terhadap aktivis internasional yang mendukung perjuangan rakyat Palestina.
Dengan keberaniannya, Bortolazzi kini menjadi simbol solidaritas kemanusiaan lintas bangsa dan agama—sebuah kisah yang menegaskan bahwa rasa kemanusiaan sejati mampu melampaui batas identitas dan kepercayaan.( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v