Jakarta, EKOIN.CO – Mediasi gugatan perdata mengenai Riwayat Pendidikan Gibran memasuki babak mediasi lanjutan setelah pertemuan kedua di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/10/2025). Subhan, selaku penggugat, menyampaikan bahwa keputusan damai atau tidak akan ditentukan pada agenda mediasi selanjutnya pada Senin (13/10/2025) mendatang.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Dalam mediasi kedua yang berlangsung di ruang mediasi PN Jakarta Pusat, Subhan menyerahkan proposal perdamaian kepada para tergugat yaitu pihak Gibran Rakabuming Raka dan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI). “Proposal yang punya saya tadi akan ditanggapi. Jadi, mediasi minggu depan, saya menerima tanggapan itu. Damai dan tidaknya itu di situ,” ujar Subhan kepada awak media usai mediasi.
BACA JUGA: Subhan Desak Gibran Hadir Langsung di Mediasi
Dalam pertemuan itu, Subhan menyebut bahwa pihak tergugat akan merespons proposal damai pada pertemuan mendatang. Ia menyebut bahwa selama mediasi, ia sudah menyampaikan dua syarat utama bagi pihak tergugat jika ingin menyudahi perseteruan hukum yang ada.
“Pertama, Para Tergugat minta maaf kepada warga negara, kepada bangsa Indonesia, baik Tergugat 1 atau Tergugat 2. Terus, Tergugat 1 dan Tergugat 2 selanjutnya harus mundur,” ujarnya. Jika kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, Subhan menegaskan bahwa gugatan akan tetap berlanjut ke proses hukum berikutnya.
Dalam proposal damai itu, Subhan menyatakan bahwa ia tidak memasukkan uang ganti rugi senilai Rp 125 triliun sebagai salah satu syarat perdamaian. Menurutnya, nilai itu “kalah penting” dibanding prioritas kebutuhan masyarakat luas.
Hingga saat ini, perubahan petitum dalam gugatan belum ditanggapi hakim karena proses mediasi masih berjalan. Agenda mediasi selanjutnya dijadwalkan untuk Senin (13/10/2025), dimana para tergugat akan memberi tanggapan atas proposal perdamaian dari Subhan.
Gugatan tersebut berakar dari klaim bahwa Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan dugaan tidak memenuhi beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres). Dalam gugatannya, Subhan menyebut bahwa riwayat pendidikan Gibran menjadi salah satu titik sengketa.
Menurut data yang digunakan gugatan, Gibran pernah menempuh pendidikan di Orchid Park Secondary School Singapore dari tahun 2002–2004, kemudian melanjutkan ke UTS Insearch Sydney pada periode 2004–2007. Gugatan ini mempersoalkan validitas formal pengakuan riwayat pendidikan tersebut.
Selain itu, dalam petitumnya, Subhan menuntut agar Gibran dan KPU membayar uang ganti rugi sebesar Rp 125 triliun kepada negara. Di samping itu, dia menuntut kompensasi immateriil senilai Rp 10 juta kepada seluruh Warga Negara Indonesia, dan agar dana dibayarkan ke kas negara.
Agenda mediasi yang akan datang pada 13 Oktober diperkirakan akan menjadi titik penentu apakah kedua belah pihak akan menempuh perdamaian atau melanjutkan gugatan ke substansi pengadilan. Di hari itu, proposal Subhan akan ditanggapi langsung oleh Gibran dan pihak KPU.
Jika perdamaian tercapai, para pihak akan menyepakati kompromi formal mengenai riwayat pendidikan Gibran serta syarat-syarat permintaan maaf dan pengunduran diri yang diajukan. Namun, jika tidak tercapai, proses gugatan akan dilanjutkan ke materi pokok perkara di pengadilan.
Langkah Subhan yang tidak memasukkan tuntutan finansial ratusan triliun sebagai syarat damai dianggap strategis untuk menekan tekanan politik sambil mempertegas fokus gugatan. Pernyataan ini muncul dalam mediasi kedua di PN Jakarta Pusat.
Para tergugat—Gibran dan KPU—hingga berita ini diturunkan belum memberikan pernyataan resmi terkait proposal perdamaian yang diajukan Subhan di mediasi hari ini. Penantian tanggapan resmi akan menjadi sorotan dalam agenda mediasi pekan depan.