Jakarta EKOIN.CO – Pemerintah memastikan cicilan rumah subsidi tetap terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah pada September 2025. Dengan suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi yang dipertahankan sebesar 5% tetap, beban angsuran per bulan bisa dimulai dari sekitar Rp1 juta. Skema ini menjadi harapan baru bagi pemulung hingga pekerja informal lain untuk memiliki rumah layak.
[Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v]
Dalam program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), harga rumah subsidi maksimal berbeda sesuai wilayah. Di Jawa Tengah misalnya, batas tertinggi harga rumah subsidi ditetapkan Rp166 juta. Dengan tenor hingga 20 tahun, cicilan rumah tetap ramah di kantong.
Bahkan, pemerintah sebelumnya sempat mengkaji opsi cicilan Rp700 ribu per bulan pada Juni 2025. Namun, angka Rp1 juta dinilai realistis sekaligus menjaga keberlanjutan subsidi.
Cicilan Rumah Lebih Ringan dengan Subsidi
Pemerintah menyiapkan bantuan uang muka sebesar Rp4 juta untuk setiap penerima manfaat. Selain itu, ada insentif tambahan berupa bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN), bebas premi asuransi, dan pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Dengan kombinasi insentif tersebut, total biaya awal yang harus ditanggung calon debitur menjadi semakin ringan. Program ini diharapkan memberi kesempatan lebih luas bagi keluarga kecil dan pekerja sektor informal untuk masuk ke kepemilikan rumah.
Bagi pemulung dan kelompok pekerja tanpa penghasilan tetap, kesempatan tetap terbuka dengan syarat tertentu. Pemerintah menekankan pentingnya bukti usaha atau kegiatan ekonomi yang telah dijalani minimal satu tahun.
Syarat dan Dokumen Pengajuan Rumah Subsidi
Persyaratan penerima rumah subsidi antara lain berstatus Warga Negara Indonesia (WNI), berdomisili di Indonesia, berusia minimal 21 tahun atau sudah menikah, serta belum pernah menerima subsidi KPR sebelumnya.
Batas penghasilan pun ditentukan, yakni maksimal Rp12 juta untuk yang belum menikah dan Rp14 juta bagi yang sudah menikah. Harga rumah yang bisa diajukan berkisar antara Rp10 juta hingga Rp500 juta.
Jika tidak memiliki slip gaji, pemulung dan pekerja informal bisa melampirkan surat pernyataan penghasilan. Surat tersebut wajib ditandatangani serta diketahui oleh kepala desa atau lurah setempat.
Dokumen administratif lainnya yang diperlukan meliputi Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan akta nikah atau surat nikah bagi yang sudah menikah.
Proses pengajuan dilakukan melalui bank pelaksana resmi, salah satunya Bank BTN. Setelah data lengkap diajukan, pihak bank akan memverifikasi dan memvalidasi sebelum menyetujui pembiayaan rumah subsidi.
Skema ini tidak hanya membantu pekerja bergaji tetap, namun juga memberi peluang nyata bagi pemulung untuk mewujudkan kepemilikan rumah layak dengan cicilan rumah yang ringan.
Dengan tetap menjaga suku bunga 5% dan berbagai insentif, pemerintah menegaskan komitmen untuk menghadirkan hunian terjangkau bagi masyarakat. Kebijakan ini sejalan dengan program penyediaan tiga juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Program cicilan rumah subsidi menjadi bagian penting dari strategi pemerataan kesejahteraan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat, terutama di perkotaan yang kebutuhan hunian terus meningkat.
Upaya pemerintah ini juga diharapkan menekan angka backlog perumahan nasional yang masih tinggi. Dengan skema angsuran yang dapat dijangkau, semakin banyak keluarga dapat keluar dari kondisi hunian tidak layak.
Langkah ini sekaligus memperkuat inklusi perumahan di Indonesia, memastikan tidak ada kelompok yang tertinggal, termasuk pemulung, pedagang kecil, hingga pekerja informal lain.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v