Bengkulu, EKOIN.CO – Tumpukan uang sitaan hasil korupsi tambang batu bara senilai lebih dari Rp103 miliar menjadi pusat perhatian publik. Uang dalam pecahan rupiah, dolar, dan yen itu diangkut petugas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu ke dalam ruangan konferensi pers, Selasa (23/9/2025), lalu ditata rapi sebelum dipamerkan sebagai barang bukti. Aksi ini sekaligus menandai langkah besar penegakan hukum dalam kasus dugaan korupsi tambang yang menimbulkan kerugian negara hingga Rp500 miliar.
Korupsi Tambang Terbesar di Bengkulu
Kejati Bengkulu mengungkapkan bahwa penyitaan uang senilai Rp103.364.602.345 ini berkaitan dengan dugaan korupsi oleh PT Ratu Samban Mining (RSM). Kasus tersebut tercatat sebagai salah satu skandal pertambangan terbesar di Bengkulu dalam dua dekade terakhir.
Asisten Pengawasan Kejati Bengkulu, Andri Kurniawan, menjelaskan bahwa uang sitaan berasal dari berbagai rekening bank maupun tunai hasil penindakan terhadap pihak-pihak terkait.
“Uang ini adalah uang yang kita sita dari tindak pidana dugaan korupsi di sektor pertambangan PT Ratu Samban Mining. Berupa tiga mata uang yaitu rupiah, dollar Amerika dan yen,” ungkap Andri dalam konferensi pers, Selasa (23/9/2025).
Data resmi Kejati merinci penyitaan tersebut meliputi:
- Rp27,88 miliar dari 7 rekening Bank Mandiri atas nama Bebby Hussy dan Sakya Hussy.
- Rp44,14 miliar serta USD 10.741,27 dari 37 rekening Bank BNI atas nama Bebby Hussy, Munyy Hussy, serta sejumlah perusahaan seperti PT Inti Bara Perdana, PT Bara Indah Lestari, PT Surya Karya Selaras, dan PT Tunas Bara Jaya.
- Rp19,11 miliar, USD 408.988, dan JPY 43.200.000 dari 10 rekening lain atas nama pihak-pihak terkait.
Dengan akumulasi tersebut, uang sitaan mencapai lebih dari Rp103 miliar. Jumlah ini masih jauh dari kerugian negara yang diperkirakan menembus Rp500 miliar akibat korupsi tambang.
Sorotan Publik atas Penegakan Hukum
Penyitaan uang korupsi ini menarik sorotan bukan hanya karena jumlahnya fantastis, tetapi juga karena cara penyajiannya. Petugas kejaksaan tampak bersusah payah memikul karung berisi tumpukan uang ke dalam aula pers rilis. Momen tersebut menjadi simbol nyata bagaimana praktik korupsi di sektor tambang bisa merugikan negara dalam skala besar.
Kasus ini menambah daftar panjang praktik korupsi tambang di Indonesia. Sektor sumber daya alam yang seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi daerah justru kerap menjadi ladang bancakan para elit bisnis dan pejabat nakal. Dengan adanya penyitaan, publik berharap proses hukum tidak berhenti hanya pada pengembalian sebagian uang, melainkan juga menjerat semua aktor di balik kejahatan keuangan ini.
Di sisi lain, Kejati Bengkulu menegaskan komitmennya untuk terus menelusuri aliran dana dan mengejar sisa kerugian negara. Penyelidikan lanjutan dilakukan guna memastikan siapa saja yang terlibat dan bagaimana modus penggelapan keuangan negara bisa berjalan sedemikian besar di sektor tambang batu bara.
Korupsi di sektor tambang tidak hanya merugikan negara dalam bentuk finansial, tetapi juga meninggalkan dampak lingkungan dan sosial yang panjang. Penjarahan sumber daya tanpa tanggung jawab sering kali meninggalkan kerusakan lahan, pencemaran, hingga konflik masyarakat lokal.
Langkah penyitaan uang Rp103 miliar ini diharapkan menjadi pintu masuk untuk mengungkap lebih jauh praktik-praktik ilegal yang mengakar. Bagi publik, keberanian aparat hukum dalam menghadirkan bukti nyata korupsi tambang adalah tanda bahwa perlawanan terhadap kejahatan luar biasa ini sedang berjalan, meski jalannya panjang.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v