Riyadh EKOIN.CO – Arab Saudi menyerukan semua negara di dunia untuk segera mengakui Palestina sebagai negara merdeka, menyusul langkah Prancis dan Portugal yang lebih dahulu mengumumkan pengakuannya. Seruan itu dinilai akan membawa dampak besar terhadap upaya internasional dalam menyelesaikan konflik panjang Palestina-Israel yang telah berlangsung lebih dari satu abad. Gabung WA Channel EKOIN di sini.
Pengakuan Palestina dan Solusi Dua Negara
Arab Saudi menegaskan bahwa pembentukan negara Palestina berdampingan dengan Israel, mencakup wilayah Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur, adalah solusi yang paling realistis. Wilayah tersebut sebelumnya direbut Israel dalam perang Timur Tengah 1967. Secara internasional, solusi dua negara ini sudah lama dianggap jalan terbaik untuk menghentikan konflik yang kembali memanas sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Rakyat Palestina menyambut baik langkah pengakuan tersebut. Harapan besar muncul agar pengakuan internasional semakin membuka jalan menuju kemerdekaan penuh. Namun, Israel menentang keras perkembangan itu dan menyalahkan Palestina atas kegagalan perundingan gencatan senjata dengan Hamas.
Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, menegaskan bahwa upaya diplomasi tidak boleh terhenti hanya karena ancaman Israel. “Saya pikir kita harus bertekad untuk mencapai tujuan yang ingin kita capai, dan kita tidak boleh terganggu oleh ancaman dan intimidasi,” ujarnya.
Status Kenegaraan Palestina
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) secara sepihak telah mendeklarasikan kemerdekaan Palestina pada tahun 1988. Negara-negara di belahan Selatan global langsung memberikan pengakuan, namun dukungan dari negara Barat utama hingga kini berjalan lambat. Amerika Serikat sebagai sekutu dekat Israel menekankan bahwa negara Palestina hanya mungkin lahir lewat perundingan dengan Israel.
Negosiasi terakhir antara Palestina dan Israel berlangsung pada 2014, tanpa kesepakatan berarti. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kini secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap pembentukan negara Palestina. Situasi ini kian menutup jalan diplomasi yang selama ini diharapkan komunitas internasional.
Di tingkat PBB, Palestina memiliki status pengamat tanpa hak suara. Keanggotaan penuh tetap memerlukan persetujuan Dewan Keamanan, di mana Amerika Serikat berhak menggunakan veto. Inilah hambatan terbesar yang membuat Palestina sulit mendapatkan legitimasi penuh di forum internasional.
Meski demikian, Palestina memiliki misi diplomatik resmi yang diakui di banyak negara. Otoritas Palestina yang dipimpin Presiden Mahmoud Abbas bertugas mewakili rakyat Palestina secara global. Lembaga ini mengatur penerbitan paspor, sistem pendidikan, serta pelayanan kesehatan bagi masyarakat di wilayah yang mereka kendalikan.
Namun, Jalur Gaza berada di luar kendali Otoritas Palestina sejak 2007, setelah Hamas mengambil alih wilayah itu usai konflik singkat dengan Fatah. Kondisi ini memperumit gambaran politik internal Palestina, meskipun tujuan akhir mereka tetap sama: kedaulatan penuh.
Sejumlah negara adidaya memilih menjaga kedutaan besarnya di Tel Aviv karena tidak mengakui klaim Israel atas Yerusalem. Kendati demikian, sekitar 40 negara — termasuk Tiongkok, Rusia, Jepang, Jerman, Kanada, Mesir, dan Afrika Selatan — telah membuka kantor konsuler di Ramallah atau Yerusalem Timur. Kehadiran mereka mencerminkan dukungan praktis terhadap aspirasi rakyat Palestina.
Arab Saudi sendiri menegaskan bahwa upaya aneksasi Israel tidak bisa diterima. Uni Emirat Arab, yang pernah menjadi motor dalam Perjanjian Abraham 2020 untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, bahkan menyebut langkah aneksasi sebagai “garis merah.”
Dengan semakin banyak negara yang menimbang langkah Prancis dan Portugal, dinamika global tampak bergeser. Dukungan terhadap Palestina bisa saja menjadi tekanan politik baru bagi Israel, sekaligus sinyal kuat bahwa komunitas internasional menginginkan solusi permanen.
Langkah Arab Saudi menyerukan pengakuan internasional terhadap Palestina menjadi momentum penting dalam perjuangan panjang bangsa tersebut. Seruan ini mempertegas bahwa dukungan global makin meluas.
Meski menghadapi hambatan besar dari Israel dan sekutunya, dorongan pengakuan negara Palestina menunjukkan adanya harapan baru bagi penyelesaian konflik.
Situasi diplomatik di PBB dan sikap Amerika Serikat akan tetap menjadi faktor penentu. Namun, posisi negara-negara besar lain dapat memengaruhi arah kebijakan global ke depan.
Rakyat Palestina menaruh harapan bahwa dukungan ini pada akhirnya membawa mereka pada kedaulatan penuh.
Untuk itu, komunitas internasional diingatkan agar konsisten memperjuangkan solusi dua negara sebagai jalan damai yang adil bagi kedua belah pihak. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v