Jakarta EKOIN.CO – Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mengambil kebijakan khusus terkait pengelolaan singkong dan produk turunannya. Komoditas ini dipandang penting karena menyangkut hajat hidup petani sekaligus menopang industri pangan nasional. Pernyataan itu disampaikan dalam rapat terbatas bersama jajaran menteri bidang perekonomian di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Kamis (18/9/2025).
Berlangganan WA Channel EKOIN di sini
Rapat tersebut dihadiri Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, serta pejabat terkait. Fokus pembahasan diarahkan pada pemetaan potensi singkong dan strategi meningkatkan nilai tambah produk turunan seperti tapioka.
Prabowo menilai singkong tidak sekadar bahan pangan alternatif, tetapi juga berpotensi besar menjadi komoditas strategis yang mampu mengurangi ketergantungan impor gandum dan tepung terigu.
Kebijakan Singkong Masuk Agenda Nasional
Dalam arahannya, Prabowo meminta kementerian terkait menyiapkan langkah konkret. Pemerintah berencana menyusun peta jalan singkong nasional yang mencakup produksi, distribusi, hingga pengolahan hasil.
Airlangga Hartarto menjelaskan, singkong akan didorong menjadi bahan baku utama industri tapioka, bioetanol, hingga pakan ternak. “Presiden menginginkan komoditas singkong ditempatkan dalam kerangka kebijakan pangan jangka panjang, sehingga bisa menjadi substitusi impor dan memberi nilai tambah lebih tinggi,” kata Airlangga.
Menurut data Kementerian Pertanian, konsumsi singkong domestik cenderung stabil, namun produksinya fluktuatif akibat keterbatasan lahan dan infrastruktur. Dengan kebijakan baru, pemerintah berupaya memperkuat peran petani kecil melalui dukungan bibit unggul, pembiayaan murah, dan akses pasar.
Di sisi lain, produk turunan singkong seperti tapioka banyak dipakai industri makanan, farmasi, hingga kosmetik. Permintaan global pun terus meningkat, membuka peluang ekspor yang menjanjikan.
Singkong Sebagai Pilar Ketahanan Pangan
Para pakar menilai keputusan Presiden menempatkan singkong sebagai prioritas strategis tepat di tengah ketidakpastian pangan global. Singkong relatif tahan perubahan iklim dan lebih mudah dibudidayakan dibanding gandum atau jagung.
Prabowo juga menekankan agar program singkong dikaitkan dengan agenda ketahanan pangan nasional. “Kita harus mandiri. Jangan sampai kebutuhan dasar bangsa bergantung pada impor. Singkong adalah salah satu jawabannya,” ujar Prabowo dalam rapat.
Langkah pemerintah ini mendapat respon positif dari kalangan petani. Mereka berharap kebijakan khusus benar-benar diwujudkan dalam bentuk bantuan konkret, bukan hanya wacana.
Selain itu, sektor swasta diharapkan terlibat melalui investasi pada industri pengolahan. Dengan begitu, singkong tidak hanya dijual dalam bentuk mentah, tetapi diolah menjadi produk bernilai tinggi.
Di Jawa Tengah dan Lampung, sentra produksi singkong terbesar, harga jual masih rendah akibat panjangnya rantai distribusi. Petani berharap kebijakan baru mampu memperpendek jalur pemasaran dan memberikan harga lebih adil.
Dalam jangka panjang, pemerintah juga menargetkan pengembangan klaster industri singkong di beberapa daerah. Klaster ini akan mengintegrasikan hulu hingga hilir, mulai dari petani, pengolah, hingga eksportir.
Riset dan inovasi turut ditekankan. Universitas dan lembaga penelitian akan dilibatkan untuk menghasilkan varietas singkong unggul, efisien, dan ramah lingkungan.
Pemerintah juga membuka opsi kerja sama internasional, terutama untuk memperluas pasar ekspor tapioka dan bioetanol. Pasar Asia Timur dan Afrika disebut potensial.
Dengan langkah menyeluruh ini, Prabowo menaruh harapan besar agar singkong menjadi pilar baru ketahanan pangan dan energi Indonesia.
Pemerintah menegaskan komitmen menjadikan singkong komoditas strategis nasional dengan kebijakan khusus.
Kebijakan itu diarahkan untuk meningkatkan produksi, memperkuat petani, dan mendorong industrialisasi produk turunan.
Langkah ini juga ditujukan mengurangi ketergantungan impor pangan dan memperluas peluang ekspor.
Keberhasilan program sangat bergantung pada sinergi pemerintah, petani, swasta, dan lembaga riset.
Singkong diyakini dapat berperan besar sebagai penopang ketahanan pangan Indonesia di masa depan.
Pemerintah perlu memastikan kebijakan tidak berhenti pada tataran rencana, melainkan benar-benar terlaksana di lapangan.
Petani harus diberi dukungan teknologi, modal, dan akses pasar agar bisa meningkatkan produktivitas.
Industri pengolahan wajib diperkuat supaya nilai tambah singkong tidak hilang di rantai distribusi.
Kerja sama riset perlu terus dilakukan untuk menciptakan varietas unggul yang sesuai dengan kebutuhan zaman.
Keterlibatan swasta dan kerja sama internasional bisa mempercepat transformasi singkong sebagai pilar ekonomi baru.
( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v