Jakarta, EKOIN.CO – Reformasi perizinan usaha melalui PP 28/2025 dinilai mampu mendorong investasi secara bertahap. Pemerintah berharap langkah ini tidak hanya memperkuat stimulus fiskal dan moneter, tetapi juga meningkatkan produktivitas sektor riil serta kemudahan berusaha bagi pelaku ekonomi.
Global Market Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, menyambut baik kehadiran aturan ini. Menurutnya, kebijakan baru tersebut merupakan sinyal positif bagi dunia usaha. Meski demikian, ia menekankan implementasinya tetap membutuhkan waktu dan konsistensi karena kondisi global belum sepenuhnya kondusif akibat perang dagang dan perlambatan ekonomi.
“Jadi ya kita menyambut positif aturannya, walaupun juga kelihatannya untuk implementasi ini perlu ada konsistensi yang cukup baik supaya kelihatan ada hal yang berubah dari progres investasi di Indonesia. Jadi ya kita sambut positif, tapi ini kelihatannya perlu waktu,” kata Gunarto, Minggu (14/9).
Reformasi Perizinan dan Efek ke Tenaga Kerja
Penerapan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) melalui sistem Online Single Submission (OSS), serta larangan menambah izin tambahan oleh pemerintah daerah, diperkirakan akan memangkas biaya transaksi usaha.
Efek nyata dari kebijakan ini diperkirakan terjadi pada subsektor gudang, kawasan industri, perkantoran industri, dan logistik yang tahun ini mencatat pertumbuhan signifikan. Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menyebut dampak langsung aturan tersebut akan mulai terlihat pada kuartal IV-2025 melalui percepatan konstruksi dan beroperasinya proyek baru.
“Hal ini akan menyerap pekerja konstruksi, logistik, dan jasa pendukung. Data semester I-2025 bisa menjadi benchmark, di mana serapan kerja mencapai ratusan ribu per triwulan sebagaimana pola Kuartal II-2025,” jelas Josua.
Ia menekankan bahwa kebijakan investasi ini perlu diikuti dengan dukungan penyediaan lahan, utilitas, dan akses pembiayaan agar realisasi tidak sebatas izin yang lebih cepat.
Investasi dan Tantangan ICOR
Josua juga menyoroti potensi perbaikan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) dengan adanya kepastian waktu perizinan. Menurutnya, pengurangan idle capital dan lead time proyek dapat menekan biaya serta meningkatkan produktivitas modal.
“PP 28/2025 membantu di sisi waktu dan kepastian, sehingga secara teori menurunkan ICOR proyek yang layak karena masa tunggu dan idle capital berkurang,” ujarnya.
Selain itu, aturan baru mengenai otomasi konfirmasi KKPR dan percepatan izin pra-konstruksi juga diharapkan memangkas hambatan awal proyek. Meski begitu, Josua mengingatkan bahwa ICOR tetap berisiko tinggi jika kualitas proyek rendah, infrastruktur pendukung terbatas, serta biaya pembiayaan mahal akibat likuiditas nasional yang ketat.
“Risiko ICOR tinggi dan tantangan pembiayaan masih jadi hambatan kunci. Proyek bisa terlihat efisien di atas kertas, tetapi jika likuiditas nasional ketat atau spesifikasi teknis kurang matang, ICOR tetap tinggi,” tegasnya.
Dengan demikian, reformasi perizinan dinilai sebagai langkah penting, tetapi tidak cukup berdiri sendiri. Pemerintah diharapkan memastikan kesiapan proyek, ketersediaan infrastruktur dasar, serta akses pendanaan yang terjangkau agar investasi benar-benar meningkat. ( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v



























