JAKARTA, EKOIN.CO – Wakil Ketua Komite III DPD RI, Dailami Firdaus, mendorong adanya perubahan mekanisme pembayaran biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) dengan ketentuan pelunasan dilakukan paling lambat enam bulan sebelum jadwal keberangkatan. Usulan ini disampaikan dalam rapat Panitia Kerja (Panja) revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umrah bersama Komisi VIII DPR dan pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (23/8/2025).
Menurutnya, pelunasan yang lebih awal akan memberi ruang waktu lebih panjang bagi pemerintah dalam menyiapkan segala kebutuhan teknis penyelenggaraan haji, mulai dari transportasi, akomodasi, hingga konsumsi jemaah. “Itu juga harus diperbaiki dan juga bagaimana pelunasan-pelunasan dari BPIH itu juga jangan terlalu mepet, tapi minimal 6 bulan sebelumnya agar pemerintah bisa menyiapkan waktu dan juga hal-hal yang terbaik,” ujarnya.
Usulan Pelunasan Haji Lebih Awal
Dailami menegaskan, langkah ini juga mempertimbangkan berbagai kendala yang terjadi pada musim haji 2025 lalu, terutama saat puncak ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Masalah transportasi hingga konsumsi jemaah sempat menjadi sorotan. “Gimana kan (penyelenggaraan haji) kemarin 2025 kita banyak lihat kendala-kendala dalam hal transportasi, dalam hal konsumsi, dan lain-lain,” katanya.
Ia menilai, kepastian pembayaran lebih awal akan membantu pemerintah memperbaiki tata kelola penyelenggaraan haji. Menurut Dailami, usulan ini sangat penting agar tidak terulang kembali kendala teknis di lapangan. “Dan menurut saya ini sangat penting sekali, kepastian seperti itu,” imbuhnya.
Pembahasan Cepat Revisi UU Haji
Selain menyampaikan usulan tersebut, Dailami juga mendorong percepatan pembahasan revisi Undang-Undang Haji dan Umrah. Hal ini disebabkan Arab Saudi telah mulai mempersiapkan penyelenggaraan haji 2026. “Dari pemerintah Saudi ini ada deadline, hari ini itu kita harus memberikan keputusan berkaitan dengan tempat (di Armuzna). Jadi memang kenapa Undang-Undang ini jadi cepat begitu ya, harus diputuskan segera,” tandasnya.
Sementara itu, di Indonesia, terdapat perubahan kelembagaan penyelenggara haji yang semula ditangani Kementerian Agama akan beralih ke Badan Penyelenggara (BP) Haji. Bahkan, DPR dan pemerintah tengah mempertimbangkan perubahan nomenklatur BP Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah.
Sebagai informasi, revisi UU Haji dan Umrah telah resmi menjadi RUU usul inisiatif DPR sejak disetujui dalam rapat paripurna pada Kamis (24/7/2025). Saat ini, pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sedang dikebut dengan target pengesahan menjadi undang-undang pada rapat paripurna Selasa (26/8/2025).
Dailami menilai percepatan pembahasan ini mutlak dilakukan karena menyangkut koordinasi dengan pemerintah Arab Saudi. Menurutnya, kepastian regulasi akan membantu memperbaiki tata kelola ibadah haji ke depan.
Pelunasan biaya haji enam bulan sebelum keberangkatan menjadi usulan kunci dari DPD untuk memastikan pemerintah lebih siap.
Langkah ini diharapkan menghindari persoalan teknis di lapangan seperti yang terjadi pada haji 2025.
Perubahan regulasi juga dipandang mendesak karena adanya deadline dari pemerintah Arab Saudi.
Revisi UU Haji dan Umrah ditargetkan rampung sebelum akhir Agustus 2025.
Dengan persiapan lebih awal, kualitas pelayanan haji diharapkan semakin meningkat.
Pemerintah perlu segera menyusun aturan turunan jika usulan pelunasan lebih awal disepakati.
Koordinasi dengan Arab Saudi harus diperkuat untuk menghindari hambatan teknis.
Calon jemaah haji sebaiknya dipersiapkan lebih dini terkait kewajiban pelunasan.
Keterbukaan informasi soal biaya dan teknis haji perlu diperluas ke masyarakat.
Evaluasi menyeluruh penyelenggaraan haji tahun 2025 dapat menjadi acuan perbaikan ke depan.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v