JAKARTA, 19 Agustus 2025 — EKOIN.CO – Indonesia kini dikenal memiliki sejumlah satelit canggih yang memperkuat infrastruktur komunikasi dan pemantauan wilayah. Dari total 18 satelit yang pernah diluncurkan, tujuh satelit masih aktif mengorbit dan melayani sektor vital seperti telekomunikasi, penginderaan jauh, hingga riset pertahanan.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Salah satu yang paling menonjol adalah SATRIA-1, satelit komunikasi Very High-Throughput Satellite (VHTS) pertama milik pemerintah Indonesia. Diluncurkan pada Juni 2023 dan mulai beroperasi Desember 2023, SATRIA-1 memiliki kapasitas 150 Gbps dan frekuensi Ka-band untuk menjangkau wilayah 3T (terluar, terpencil, terdepan) di lebih dari 17.000 pulau di Indonesia.
Selain SATRIA-1, terdapat beberapa satelit aktif lainnya seperti Nusantara Satu, Telkom-4 (Merah Putih), Telkom 3S, BRISat, serta satelit penginderaan jauh milik LAPAN, yaitu LAPAN A3 dan LAPAN A2 (IO-86). Masing-masing satelit memiliki fungsi spesifik mulai dari komunikasi, layanan perbankan digital, hingga pemantauan cuaca dan lingkungan.
Keunggulan Teknologi Satelit Indonesia
Satelit Indonesia mampu bertahan lama di orbit berkat kombinasi desain canggih dan sumber energi yang mandiri. Semua satelit menggunakan panel surya sebagai sumber utama listrik, dengan baterai onboard untuk menyimpan energi saat berada di bayangan bumi. Sistem propulsi hemat bahan bakar, termasuk ion thruster, meminimalkan kebutuhan bahan bakar sekaligus menjaga stabilitas orbit.
Selain itu, sistem pengendalian orientasi menggunakan reaction wheel memungkinkan satelit menyesuaikan posisinya tanpa mengonsumsi propelan. Material dan pelapis anti-radiasi melindungi satelit dari kerusakan akibat radiasi dan perubahan suhu ekstrim di orbit. Dengan teknologi ini, satelit seperti SATRIA-1 diperkirakan bisa bertahan hingga 15–20 tahun.
Pemeliharaan dan Operasi Satelit
Perawatan satelit dilakukan dari bumi dengan pemantauan rutin terhadap sistem daya, instrumen, dan orientasi. Satelit dapat menerima pembaruan software dari stasiun bumi untuk meningkatkan kinerja atau memperbaiki masalah teknis. Koreksi orbit darurat dilakukan dengan propulsi kecil jika satelit menyimpang dari posisi yang ditentukan.
Pengembangan satelit nano juga menjadi bagian dari strategi Indonesia dalam riset dan komunikasi darurat. Contohnya, RIDU-Sat 1, satelit nano buatan Universitas Pertahanan Indonesia, diluncurkan pada Juni 2025 dengan teknologi Automatic Packet Reporting System (APRS) untuk mendukung komunikasi di daerah bencana dan wilayah 3T.
Keberadaan berbagai satelit ini memperkuat kedaulatan Indonesia di bidang teknologi ruang angkasa. SATRIA-1, sebagai satelit komunikasi terbesar di Asia Tenggara dan kelima terbesar di dunia, menjadi simbol kemajuan teknologi nasional. Pemerintah juga berencana meluncurkan satelit baru, termasuk pengamat bumi dan komunikasi berkapasitas tinggi, guna mendukung visi Indonesia Digital 2045.
Dengan dukungan panel surya, propulsi hemat, sistem orientasi canggih, dan pemeliharaan jarak jauh, satelit Indonesia dapat beroperasi optimal selama bertahun-tahun. Langkah ini memperkuat posisi Indonesia dalam komunitas internasional bidang teknologi ruang angkasa sekaligus meningkatkan layanan digital di seluruh nusantara.
Ke depan, kombinasi satelit komunikasi, penginderaan jauh, dan nano-satelit diharapkan dapat mendukung berbagai sektor strategis, dari pendidikan hingga tanggap bencana. Pemerintah terus mendorong inovasi teknologi satelit untuk memperluas jangkauan layanan digital ke seluruh wilayah Indonesia.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v



























