Bondowoso, 10 Agustus 2025 – EKOIN.CO – Puluhan ribu ton gula produksi petani di region IV Jawa Timur, khususnya wilayah Bondowoso dan Situbondo, mengalami penumpukan di gudang karena tidak laku terjual. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius terhadap dana petani yang mengendap hampir mencapai Rp300 miliar. Masalah ini disampaikan langsung dalam audiensi petani dengan anggota Komisi VI DPR RI, Nashim Khan, di Gedung Reno Puri PG Pradjekan, Bondowoso, Minggu (10/8/2025) siang.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Nashim Khan menyebutkan, penumpukan gula yang tak terjual itu mencapai 28.450 ton di empat pabrik gula (PG) utama di region IV Jawa Timur. Rinciannya, PG Pradjekan Bondowoso sebanyak 11 ribu ton, PG Asembagus Situbondo 11 ribu ton, PG Pandji Situbondo 2.500 ton, dan PG Wringinanom Situbondo 3.950 ton.
“Dari empat PG di region IV Jawa Timur ada puluhan ribu ton gula petani yang menumpuk di gudang, tidak laku dilelang,” ujar Nashim. Hal ini memperlihatkan masalah serius pada sektor gula rakyat yang perlu segera diatasi.
Krisis Penjualan Gula dan Dampaknya pada Petani
Nashim menegaskan bahwa dana petani yang mengendap akibat gula yang tidak terjual mencapai hampir Rp 300 miliar. Petani mengalami kerugian besar dan mengeluhkan tidak adanya solusi nyata dari pihak-pihak terkait.
“Ini kasihan sekali petani, harus ada langkah nyata, bukan omong-omong,” katanya dengan tegas. Kondisi ini membuat banyak petani terpaksa menjual aset dan mengambil dana talangan dari bank demi menutupi biaya operasional kebun tebu mereka.
Salah satu faktor utama masalah ini adalah harga pokok pemerintah (HPP) gula yang dipatok minimal Rp 14.500 per kilogram, sementara gula rafinasi yang diduga merembes ke pasar konsumsi dijual dengan harga jauh lebih murah. Gula rafinasi ini semestinya hanya untuk industri, bukan untuk konsumsi rumah tangga.
Solusi dan Harapan dari Pemerintah dan Stakeholder
Dalam audiensi tersebut, Nashim berharap perhatian serius dari Presiden Prabowo Subianto serta kementerian terkait, seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian BUMN, untuk segera mencari solusi.
“Bagaimana nanti solusinya untuk mengatasi masalah ini. Saya berharap semua stakeholder terkait ikut membantu petani. Mungkin dari Danantara dan sebagainya,” jelas Nashim.
Lebih lanjut, Nashim menyampaikan bahwa pihaknya juga telah meminta bantuan aparat penegak hukum (APH) dan Satgas Pangan untuk menindak peredaran gula rafinasi ilegal yang mengganggu pasar gula rakyat.
“Untuk penanganan peredaran gula rafinasi ini kami juga meminta bantuan kepada APH dan Satgas Pangan bagaimana untuk mengatasinya,” ujar Nashim.
Menurutnya, menjaga kedaulatan pangan dengan mendukung petani tebu agar tidak kapok menanam adalah kunci menuju swasembada gula nasional.
“Bisa jadi ke depan kita justru akan ekspor gula ke luar negeri,” tuturnya penuh optimisme.
Lebih jauh Nashim mengungkapkan, banyak petani yang masih bertahan meskipun menghadapi tekanan berat akibat harga gula yang tidak kompetitif. Mereka berharap ada regulasi yang jelas agar gula rafinasi tidak merusak pasar gula rakyat.
Petani tebu di Bondowoso dan Situbondo selama ini menjadi tumpuan produksi gula rakyat yang berkualitas, namun kini menghadapi tantangan besar akibat penumpukan stok yang tidak laku.
Pemerintah diminta untuk mengawasi distribusi gula rafinasi supaya tidak sampai merembes ke konsumen rumah tangga yang bisa merugikan petani lokal.
Penguatan pengawasan ini diharapkan dapat memberi keadilan pasar sehingga gula produksi petani dapat bersaing secara sehat dan harga tetap stabil.
Para petani berharap agar proses lelang gula yang selama ini menjadi saluran utama penjualan bisa berjalan dengan lancar tanpa hambatan.
Ketidakseimbangan harga gula rafinasi dan gula rakyat ini menciptakan ketidakadilan dan menekan petani secara finansial.
Para petani juga menantikan kebijakan yang tidak hanya berorientasi pada harga tinggi, tetapi juga pada keberlangsungan usaha mereka.
Banyak petani sudah berupaya keras meningkatkan kualitas gula agar dapat diterima pasar luas dan tetap berdaya saing.
Selain itu, pengembangan pasar ekspor juga menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pasar domestik yang fluktuatif.
Pemerintah diharapkan dapat mendorong kolaborasi antara petani, pabrik gula, dan pemerintah daerah agar permasalahan ini teratasi secara komprehensif.
Dukungan pendanaan dan akses kredit yang mudah bagi petani juga menjadi faktor penting agar mereka tidak terjebak dalam utang.
Pemerintah perlu segera mengkaji ulang kebijakan harga dan regulasi distribusi gula rafinasi agar tidak merugikan petani lokal.
Jika tidak segera ditangani, penumpukan gula ini akan mengancam masa depan produksi gula rakyat di wilayah Jawa Timur.
Petani berharap agar solusi yang disusun benar-benar memperhatikan kebutuhan mereka dan mampu mengembalikan semangat menanam tebu.
Sementara itu, upaya pengawasan peredaran gula rafinasi harus dilakukan secara ketat agar pasar gula rakyat bisa bangkit kembali.
Kesimpulan dan Saran
Penumpukan gula yang tidak laku terjual di wilayah Bondowoso-Situbondo ini mencerminkan persoalan serius dalam sektor gula rakyat yang perlu perhatian khusus.
Saran pertama adalah agar pemerintah segera menurunkan harga pokok gula sehingga lebih kompetitif dengan harga gula rafinasi.
Kedua, pengawasan ketat terhadap peredaran gula rafinasi harus dijalankan guna mencegah pasar gula rakyat terganggu.
Ketiga, perlu adanya dukungan kebijakan yang konkret untuk membantu petani dalam menjaga kelangsungan usaha tebu.
Keempat, dorongan untuk mengembangkan pasar ekspor bisa menjadi solusi jangka panjang bagi masalah kelebihan stok.
Kelima, pelibatan semua stakeholder terkait dalam merumuskan solusi adalah kunci keberhasilan pemulihan pasar gula rakyat.
Kesimpulannya, penanganan masalah gula rakyat yang mengendap ini harus segera dilakukan agar petani tidak terus merugi dan sektor gula rakyat kembali hidup.
Dengan harga yang adil dan pengawasan ketat, pasar gula rakyat bisa bangkit dan petani dapat meraih kesejahteraan.
Kerja sama pemerintah, pengusaha gula, dan petani sangat diperlukan demi mewujudkan kedaulatan pangan gula nasional.
Langkah nyata dan kebijakan yang berpihak pada petani akan memperkuat produksi gula rakyat di Jawa Timur.
Jika tidak ditangani segera, kondisi ini bisa mengancam masa depan sektor gula rakyat yang selama ini menjadi tulang punggung petani tebu.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v