Washington, EKOIN.CO – Sejumlah anggota Partai Republik Amerika Serikat mendesak mantan Presiden Donald Trump agar mencabut kewarganegaraan anggota Majelis Negara Bagian New York, Zohran Mamdani. Desakan ini muncul setelah Mamdani yang beragama Islam dan berasal dari keluarga imigran, menyuarakan dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina.
Desakan itu mengemuka pada Sabtu, 29 Juni 2025, di tengah memanasnya situasi politik dan konflik global. Politikus dari kubu konservatif menganggap pernyataan Mamdani sebagai bentuk dukungan terhadap organisasi yang mereka klaim sebagai kelompok teroris. Beberapa di antaranya menyatakan bahwa tindakan Mamdani tidak mencerminkan nilai-nilai Amerika.
CNN Indonesia melaporkan bahwa dorongan untuk mencabut kewarganegaraan Mamdani bukan hanya datang dari satu atau dua orang, tetapi dari kelompok anggota Partai Republik yang aktif menyuarakan nasionalisme. Isu ini segera menjadi topik hangat di berbagai forum politik dan media sosial di Amerika.
Zohran Mamdani sendiri merupakan anggota Partai Demokrat Sosialis Amerika (DSA) dan dikenal vokal dalam menyuarakan isu-isu hak asasi manusia. Mamdani juga secara terbuka mendukung gerakan pro-Palestina dan menentang pendudukan Israel atas wilayah Palestina.
Dalam pernyataannya, Mamdani menegaskan bahwa ia tidak akan mundur dari posisinya sebagai anggota legislatif. Ia menyatakan bahwa kritik terhadap kebijakan luar negeri Amerika atau dukungan terhadap rakyat Palestina bukanlah bentuk pengkhianatan.
“Menuntut keadilan bagi warga Palestina bukan berarti saya menentang Amerika,” ujar Mamdani dalam konferensi pers di New York. “Saya tetap mencintai negeri ini, tapi saya tidak akan diam terhadap ketidakadilan,” lanjutnya.
Mamdani juga menambahkan bahwa dirinya adalah warga negara Amerika Serikat yang sah, lahir di Uganda dari keluarga India, dan datang ke AS untuk pendidikan serta kehidupan yang lebih baik. Ia menyebut seruan pencabutan kewarganegaraan sebagai bentuk intimidasi politik.
Isu ini muncul bersamaan dengan meningkatnya eskalasi konflik antara Israel dan Hamas. Banyak masyarakat Amerika, terutama dari kalangan progresif, menunjukkan dukungan terhadap hak-hak warga Palestina. Mamdani adalah salah satu dari sedikit politisi yang menyuarakan dukungan tersebut secara terbuka di tingkat legislatif negara bagian.
Para pendukung Mamdani menilai bahwa pernyataan dan sikap politiknya dilindungi oleh Konstitusi AS, terutama Amandemen Pertama yang menjamin kebebasan berpendapat. Mereka juga mengecam upaya politisasi identitas Mamdani yang berasal dari komunitas minoritas dan beragama Islam.
Beberapa organisasi hak asasi manusia di Amerika juga menyatakan keprihatinan terhadap desakan pencabutan kewarganegaraan tersebut. Mereka menilai tindakan itu sebagai serangan terhadap demokrasi dan kebebasan sipil.
Hingga saat ini, Donald Trump belum memberikan tanggapan resmi terkait desakan dari para pendukung Partai Republik. Namun, berdasarkan rekam jejaknya selama menjabat sebagai presiden, Trump dikenal sering mengambil langkah kontroversial terhadap imigran dan tokoh politik progresif.
Para pengamat menyebut bahwa diamnya Trump dalam isu ini bisa jadi merupakan strategi politik, mengingat tahun 2024 lalu ia kembali mencalonkan diri sebagai presiden dan sedang mengkonsolidasikan dukungan dari basis pemilih konservatif.
Meski begitu, ketegangan antara kubu konservatif dan progresif terus meningkat, terutama dalam isu luar negeri seperti konflik Palestina-Israel yang berdampak langsung pada dinamika politik domestik AS.
Sejumlah tokoh progresif seperti Alexandria Ocasio-Cortez dan Ilhan Omar turut menyatakan dukungan terhadap Zohran Mamdani. Mereka menyebut bahwa perbedaan pendapat tidak seharusnya dibungkam dengan ancaman pencabutan kewarganegaraan.
“Ini adalah bentuk serangan terhadap kebebasan berbicara. Zohran hanya menyampaikan pendapat yang mewakili suara banyak warga Amerika,” kata Ocasio-Cortez
Ilhan Omar menambahkan bahwa serangan terhadap Mamdani sangat berbahaya dan bisa menjadi preseden buruk dalam demokrasi Amerika. “Kita tidak bisa membiarkan perbedaan pendapat dibalas dengan ancaman yang tidak berdasar,” katanya.
Beberapa unjuk rasa kecil juga terjadi di sejumlah wilayah seperti New York dan California, di mana masyarakat dari berbagai latar belakang menyuarakan solidaritas untuk Mamdani.
Di luar Amerika, beberapa aktivis hak asasi manusia dari Eropa dan Asia menyuarakan kritik terhadap Partai Republik. Mereka menilai bahwa langkah ini menunjukkan bahwa Amerika Serikat belum sepenuhnya keluar dari praktik diskriminasi politik terhadap kaum minoritas.
Sebagian pihak juga melihat bahwa serangan terhadap Mamdani merupakan bentuk Islamofobia terselubung yang masih mengakar dalam sebagian masyarakat Amerika.
Kritik ini mempertegas perlunya reformasi sistem politik yang lebih terbuka dan menjunjung hak berbicara tanpa takut dibungkam.
Pemerintah Amerika Serikat perlu mempertegas komitmennya terhadap konstitusi dan hak berbicara yang dilindungi undang-undang. Kasus seperti yang dialami Zohran Mamdani berpotensi mencoreng prinsip demokrasi jika dibiarkan tanpa kejelasan hukum.
Seluruh pemangku kebijakan harus menahan diri dari politisasi identitas atau latar belakang agama seseorang dalam pengambilan keputusan. Upaya mencabut kewarganegaraan karena pandangan politik adalah bentuk pembungkaman yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Amerika.
Media dan masyarakat sipil juga harus terus memantau perkembangan kasus ini agar tidak berkembang menjadi alat represif terhadap tokoh politik progresif.
Meningkatnya ketegangan ini seharusnya menjadi momentum untuk membuka ruang diskusi yang sehat dan menghargai perbedaan pandangan.
Amerika perlu membuktikan bahwa demokrasi yang dianutnya tidak hanya ada dalam teori, tetapi juga dalam praktik sehari-hari yang menghargai keberagaman.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v