Medan, EKOIN.CO – Pemerintah melalui Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Sumatera Utara menemukan dan menindaklanjuti penangkapan 21 ekor ikan berbahaya jenis aligator gar di wilayah Sumut. Temuan ini menjadi sorotan publik karena sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen-KP) No. 19/2020, ikan-ikan invasif seperti aligator gar termasuk yang dilarang untuk dipelihara d i Indonesia .
Tindakan penindakan dilakukan berlandaskan Undang‑Undang No. 31/2004 juncto UU 45/2009 dan Permen-KP No. 19/Permen-KP/2020 yang tegas melarang pemasukan, peredaran, budidaya, dan peliharaan ikan berbahaya tersebut . Pelanggaran bisa berujung kurungan enam tahun dan denda hingga Rp 1,5 miliar .
Menurut Direktur Jenderal PSDKP KKP, Dr. Pung Nugroho Saksono, ikan aligator gar tidak berasal dari wilayah perairan Indonesia dan berpotensi menghancurkan ekosistem karena sifatnya yang pemangsa . “Alligator Gar bukan ikan yang berasal dari Indonesia. Apabila ikan ini lepas ke perairan umum, bisa mengancam penurunan populasi ikan lainnya dan akan merusak ekosistem perairan tersebut,” ujar Pung Nugroho Saksono .
BKIPM, bersama Dinas Kelautan dan Perikanan serta Polairud, telah memusnahkan total 186 ekor ikan berbahaya seperti Arapaima, Alligator Gar, dan Piranha dalam operasi selama 2023–2024 di wilayah DIY, Jakarta, Blitar, Pontianak, dan Sumut .
Penindakan di Sumut ini dilakukan setelah adanya informasi masyarakat yang kemudian diverifikasi dan ditindaklanjuti oleh BKIPM Sumatera Utara.
Keberadaan ikan-ikan berbahaya ini masuk ke wilayah domestik melalui jalur tidak resmi, baik impor ilegal maupun diselundupkan oleh oknum.
Penindakan termasuk pengamanan langsung di lokasi serta pemusnahan ikan guna mencegah potensi pelepasan ke lingkungan terbuka.
Pemusnahan dilakukan dengan prosedur yang aman dan sesuai kaidah perlindungan lingkungan agar tidak terjadi pencemaran.
Kasus ini memperlihatkan pentingnya pengawasan ketat terhadap perdagangan ikan hias dan predator yang berpotensi menjadi spesies invasif.
KKP juga mengedukasi pemilik, pedagang, dan penghobi ikan hias untuk tidak memelihara atau memperniagakan jenis ikan terlarang ini.
Edukasi menyasar komunitas penghobi ikan, pengelola toko ikan hias, serta POKMASWAS di beberapa daerah.
Sebelumnya, KKP telah menyelenggarakan sosialisasi larangan pemeliharaan ikan berbahaya di wilayah Blitar dan DIY .
Pemerintah berharap partisipasi masyarakat aktif dalam mengawasi dan melaporkan jika terdapat ikan jenis invasin seperti ini.
Ungkapan harapan tersebut disampaikan juga oleh Plt. Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan, Suharta .
Suharta menyatakan bahwa melalui kerjasama dan edukasi, ekosistem perairan Indonesia dapat terus terjaga.
Afrika Selatan dan Amerika Latin pernah mengalami kerusakan habitat perairan karena pelepasan ikan predator semacam Arapaima dan Alligator Gar .
Di Waduk Sermo, DIY, populasi ikan red devil telah menggantikan ikan endemik seperti nila dan tawes . Demikian pula di Waduk Wonorejo, serta sungai-sungai Palembang yang alami tekanan terhadap ikan lokal .
Penemuan di Danau Toba juga menunjukkan meningkatnya ancaman terhadap ikan lokal seperti mujair dan batak akibat invasi ikan predator .
Ikan Arapaima juga sering muncul setelah banjir bandang, seperti yang terjadi di Garut pada 2022 .
Opini ini memperkuat urgensi pelarangan dan penindakan atas peredaran ikan berbahaya di Indonesia.
Pemantauan wajib dilakukan di pasar ikan hias lokal dan impor, serta jalur distribusi tersembunyi seperti pasar gelap.
Sanksi tegas mencakup denda hingga Rp 2 miliar dan hukuman 10 tahun bagi pelaku pelepasan ke perairan umum.
Langkah preventif termasuk labeling produk ikan hias dengan daftar jenis yang dilarang sesuai Permen-KP.
Mentri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menekankan pentingnya pengelolaan berkelanjutan melalui Ekonomi Biru.
Trenggono mendorong jajaran KKP menjaga perairan secara produktif tanpa merusak ekologi.
Akarang, publik juga diimbau melapor lewat kanal resmi bila melihat keberadaan ikan predator seperti aligator gar.
Kasus ini mencerminkan bahwa ekosistem perairan nasional rentan jika tidak dilakukan kontrol dan edukasi berkelanjutan.
BKIPM Sumut bersama mitra akan memperluas kampanye hingga ke sekolah dan desa untuk meningkatkan kesadaran dini.
Pendekatan ini penting agar masyarakat menjadi garis depan dalam menjaga keanekaragaman hayati air tawar.
Upaya jangka panjang perlu didukung penelitian mengenai dampak ikan invasif terhadap keanekaragaman lokal.
Serta pengembangan sistem karantina yang efektif untuk semua jenis ikan yang masuk ke Indonesia.
Dengan demikian, potensi kerusakan ekosistem dapat ditekan sejak tahap awal impor atau budidaya.
Masyarakat diimbau tidak memelihara ikan berbahaya seperti aligator gar maupun arapaima karena dapat merusak ekosistem dan melanggar hukum.
Pentingnya pengawasan bersama melalui pelaporan ke instansi terkait ketika menemukan ikan terlarang.
Edukasi terhadap penghobi ikan hias perlu ditingkatkan demi mencegah penyebaran spesies invasif.
Peneliti dan pemangku kebijakan harus bekerja sama merumuskan kebijakan karantina dan pelabelan produk ikan.
Pendekatan melalui masyarakat, sekolah, dan desa harus dilanjutkan untuk mempertahankan keanekaragaman perairan.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v