Istanbul, EKOIN.CO- Lebih dari 50 kapal dari 44 negara berlayar menuju Gaza, membawa bantuan kemanusiaan bagi warga Palestina yang menghadapi blokade panjang. Konvoi yang disebut armada kemanusiaan ini diikuti berbagai tokoh dunia, termasuk Mandla Mandela, cucu mendiang Nelson Mandela. Ia menilai penderitaan rakyat Palestina saat ini merupakan bentuk apartheid yang bahkan lebih buruk dibandingkan sejarah kelam Afrika Selatan.
Ikuti berita terupdate lainnya lewat WA Channel EKOIN
Apartheid Gaza Jadi Sorotan Dunia
Dalam pernyataannya, Mandla Mandela menekankan pentingnya solidaritas global terhadap Palestina. “Saya manusia dan saya tidak ingin melihat manusia diperlakukan seperti orang Palestina,” ucapnya, menegaskan alasan keterlibatannya dalam misi tersebut. Ia menambahkan, dunia tidak boleh berdiam diri menghadapi situasi yang menurutnya lebih buruk dari apartheid Afrika Selatan.
Konvoi internasional itu membawa berbagai pasokan penting, seperti peralatan medis, susu formula bayi, hingga kebutuhan dasar lain. Para penyelenggara menegaskan, armada ini sama sekali tidak bersifat militer, melainkan sepenuhnya misi kemanusiaan.
Para aktivis kemanusiaan dari berbagai latar belakang bergabung, mulai dari politisi, tokoh masyarakat, hingga figur publik. Kehadiran Mandla Mandela sendiri dipandang sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan penindasan, sebagaimana perjuangan kakeknya dulu.
Konvoi Internasional Bawa Pesan Perdamaian
Salah satu aktivis yang ikut berlayar bahkan membandingkan dirinya dengan karakter Davos Seaworth dalam serial Game of Thrones. Dalam kisah fiksi itu, tokoh tersebut menyelundupkan makanan ke garnisun yang kelaparan, mirip dengan misinya kini membawa bantuan ke Gaza.
Kapal-kapal itu menempuh jalur perairan internasional agar tidak bisa dituduh melanggar hukum maritim. Meski demikian, risiko tetap besar mengingat blokade yang diterapkan Israel di wilayah Gaza.
Para penggagas gerakan ini percaya, tekanan kolektif dari berbagai negara dapat mengingatkan dunia bahwa krisis kemanusiaan di Gaza bukan sekadar isu regional, melainkan masalah kemanusiaan universal.
Dalam sejarah, upaya serupa kerap mendapat hadangan. Namun kali ini, skala partisipasi internasional lebih luas. Dukungan dari 44 negara menunjukkan betapa besar solidaritas global yang tumbuh untuk rakyat Palestina.
Selain kebutuhan darurat, armada ini juga membawa pesan moral bahwa hak-hak dasar warga Palestina harus diakui dan dihormati. “Ini bukan tentang politik semata, melainkan tentang kemanusiaan,” kata salah satu aktivis yang turut serta.
Pesan yang dibawa konvoi ini diharapkan mampu mengetuk hati para pemimpin dunia agar lebih aktif menekan Israel menghentikan blokade. Karena tanpa akses terhadap makanan, obat-obatan, dan listrik, warga Gaza terus terjebak dalam krisis berkepanjangan.
Bagi Mandla Mandela, perjuangan ini merupakan kelanjutan dari warisan keluarganya dalam menegakkan keadilan. Ia menyebut keterlibatannya di Gaza sebagai wujud nyata solidaritas lintas bangsa melawan ketidakadilan.
Kehadiran tokoh publik sekaliber cucu Nelson Mandela diharapkan memberi dampak besar pada opini global. Dengan demikian, isu Gaza tidak lagi dipandang sebagai konflik terbatas, melainkan tragedi kemanusiaan yang harus segera diakhiri.
Gerakan kemanusiaan ini menjadi bukti bahwa solidaritas dunia masih hidup, dan bahwa di tengah tantangan geopolitik, suara kemanusiaan tetap bisa bersatu. Gaza, bagi mereka, adalah simbol perlawanan terhadap segala bentuk penindasan.
(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v