Makassar, EKOIN.CO – Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan mengungkap temuan mengejutkan terkait peredaran beras di Indonesia. Sebanyak 212 merek beras diketahui tidak memenuhi standar mutu dan diduga merupakan beras oplosan, dengan klaim palsu sebagai beras premium atau medium.
Pengungkapan ini disampaikan langsung oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam konferensi pers di Makassar pada Sabtu, 12 Juli 2025. Ia menjelaskan, modus yang digunakan antara lain mencantumkan label tidak sesuai dengan isi sebenarnya serta pelanggaran pada takaran berat dalam kemasan.
“Dari hasil pemeriksaan kami, 86 persen produk mengklaim sebagai beras premium atau medium, padahal kenyataannya hanya beras biasa,” ungkap Amran.
Lebih lanjut Amran menyebutkan bahwa sebagian besar kemasan mencantumkan isi 5 kilogram, namun setelah diperiksa hanya berisi sekitar 4,5 kilogram. Selisih berat tersebut menyebabkan konsumen mengalami kerugian yang cukup besar.
“Artinya, beda 1 kg bisa selisih Rp2.000-3.000 per kilogram. Analogi sederhananya seperti emas yang ditulis 24 karat, padahal sebenarnya hanya 18 karat,” ujar Amran.
Menurutnya, jika praktik ini terus berlanjut, maka potensi kerugian masyarakat dapat mencapai angka yang sangat besar. Dalam hitungan Kementerian Pertanian, kerugian tahunan ditaksir mencapai Rp99,35 triliun.
“Jika dikalkulasikan selama sepuluh tahun, kerugian bisa menembus angka Rp1.000 triliun. Ini bukan jumlah kecil dan sudah sangat merugikan masyarakat,” lanjut Amran dalam penjelasannya.
Temuan ini telah dilaporkan kepada aparat penegak hukum untuk diproses lebih lanjut. Amran menyatakan bahwa pihaknya sudah menyerahkan data seluruh merek yang terindikasi kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Daftar Merek dan Perusahaan Terkait
Sebanyak 212 merek beras yang diduga bermasalah itu berasal dari sejumlah perusahaan ternama. Di antaranya, Wilmar Group yang memproduksi merek Sania, Sovia, Fortune, dan Siip, ditemukan di Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Jabodetabek, dan Yogyakarta.
PT Food Station Tjipinang Jaya juga masuk dalam daftar dengan merek seperti Alfamidi Setra Pulen dan Beras Premium Setra Ramos, terdeteksi di Sulsel, Kalsel, Jabar, dan Aceh.
Nama besar lainnya termasuk PT Belitang Panen Raya dengan merek Raja Platinum dan Raja Ultima, serta PT Unifood Candi Indonesia yang memproduksi Larisst dan Leezaat. Keduanya terdeteksi di sejumlah daerah seperti Jateng, Kalsel, dan Jabodetabek.
PT Buyung Poetra Sembada Tbk dengan merek Topi Koki, PT Bintang Terang Lestari Abadi dengan Elephas Maximus, serta PT Sentosa Utama Lestari dari Japfa Group dengan Ayana juga masuk daftar tersebut.
Modus lainnya yang ditemukan yaitu manipulasi label kualitas, di mana produk ditulis sebagai beras wangi atau kepala, padahal isi tidak sesuai. Hal ini dinilai sengaja dilakukan untuk mendapatkan harga jual lebih tinggi.
Respons dari Pihak Terkait
Menanggapi hal ini, perwakilan PT Sentosa Utama Lestari (SUL), Carlo, menegaskan bahwa pihaknya selama ini telah menjalankan operasional bisnis sesuai standar mutu dan regulasi yang berlaku. Pernyataan itu disampaikan saat dihubungi Tribun Network pada Sabtu, 12 Juli 2025.
Carlo menyebut bahwa PT SUL memiliki sistem pengawasan internal yang ketat dan dilakukan secara rutin untuk memastikan takaran, pelabelan, dan kebersihan produk.
“Kami telah dan akan terus bersikap kooperatif dalam memberikan informasi yang dibutuhkan tim Satgas Pangan Nasional,” jelasnya.
Pihaknya juga menegaskan bahwa saat ini masih menunggu hasil akhir dari proses pemeriksaan. Namun demikian, mereka tetap terbuka terhadap evaluasi dan siap melakukan perbaikan secara berkelanjutan.
Langkah hukum selanjutnya kini berada di tangan pihak Kepolisian dan Kejaksaan. Pemerintah berharap agar proses investigasi dapat dilakukan secara cepat dan transparan.
Kementerian Pertanian berkomitmen untuk mengawasi peredaran bahan pangan strategis, termasuk beras, secara lebih ketat. Upaya ini bertujuan untuk melindungi konsumen dari praktik curang yang merugikan.
Di sisi lain, masyarakat diimbau agar lebih teliti dalam memilih produk beras, terutama yang berlabel premium atau wangi. Pemerintah akan segera mengeluarkan daftar merek yang telah terbukti menyalahi aturan.
Kementerian juga membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang merasa dirugikan akibat pembelian beras yang tidak sesuai standar.
kasus ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan terhadap bahan pangan pokok. Dengan volume konsumsi yang tinggi, sedikit saja kecurangan bisa berdampak besar bagi jutaan orang.
Temuan 212 merek beras tak sesuai standar mengungkap praktik curang yang merugikan konsumen secara masif. Modus yang dilakukan mencakup label palsu dan pengurangan isi kemasan. Potensi kerugian masyarakat mencapai ratusan triliun rupiah per tahun. Kementerian Pertanian telah melibatkan aparat penegak hukum untuk menangani kasus ini. Kasus ini memperlihatkan perlunya penegakan regulasi secara ketat di sektor pangan.Pemerintah perlu segera merilis daftar resmi merek-merek yang terbukti menyalahi aturan agar konsumen bisa menghindarinya. Edukasi kepada masyarakat terkait cara membedakan beras premium asli dan oplosan juga sangat penting. Pelabelan produk harus diawasi secara sistematis dengan dukungan teknologi. Sanksi tegas perlu diterapkan terhadap pelaku kecurangan agar menimbulkan efek jera. Semua pihak, termasuk pelaku usaha, wajib menjaga kepercayaan konsumen dengan menjunjung tinggi integritas dan transparansi.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v