Kyiv EKOIN.CO – Perang antara Rusia dan Ukraina telah memasuki hari ke-1.253 pada Rabu, 30 Juli 2025, memperpanjang konflik bersenjata sejak Rusia memulai invasi pada 24 Februari 2022. Serangan militer terbaru dilaporkan terjadi di wilayah timur dan selatan Ukraina, dengan serangan pesawat nirawak Rusia menghantam kota Kharkiv pada dini hari.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Selain itu, suara ledakan terdengar di Dnipropetrovsk dan Nikolaev sekitar tengah malam, menurut laporan koresponden media lokal Suspilne. Pihak militer Ukraina mengonfirmasi bahwa tiga tentaranya tewas dan 18 lainnya mengalami luka-luka akibat serangan rudal Rusia di sebuah kamp pelatihan militer.
“Musuh melancarkan serangan rudal di wilayah salah satu unit pelatihan pasukan darat pada hari Selasa,” tulis militer Ukraina dalam pernyataan resminya melalui Facebook. Pernyataan tersebut menambahkan, lokasi serangan tidak diungkapkan secara rinci untuk alasan keamanan operasional.
Dalam perkembangan lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyampaikan bahwa Rusia melakukan serangan terhadap sebuah fasilitas penjara di Ukraina pada Selasa, yang mengakibatkan 16 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka. Zelensky menegaskan bahwa serangan tersebut bukan kesalahan, melainkan dilakukan secara sengaja.
“Rusia tahu itu adalah fasilitas sipil. Mereka pasti tidak menyadari hal itu,” ujar Zelensky dalam pidato video pada Selasa malam. Ia menekankan bahwa tindakan Rusia menunjukkan ketidakpedulian terhadap hukum internasional dan menyerukan tekanan global terhadap Moskow.
Ukraina Longgarkan Aturan Wajib Militer
Untuk merespons tekanan militer yang terus meningkat, Presiden Zelensky mengumumkan kebijakan baru yang mengizinkan warga negara Ukraina berusia 60 tahun ke atas untuk bergabung dalam militer. Kebijakan ini berlaku bagi warga lanjut usia yang dinilai masih layak secara fisik dan bersedia ikut berjuang.
Langkah tersebut diambil sebagai bagian dari upaya mempertahankan kekuatan militer Ukraina yang terus menipis setelah lebih dari tiga tahun konflik berlangsung. Kementerian Pertahanan Ukraina belum merilis rincian teknis terkait pelaksanaan kebijakan ini.
Sementara itu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyatakan bahwa Rusia tidak gentar dengan ancaman yang disampaikan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang sebelumnya memberi tenggat 10 hari kepada Rusia untuk menghentikan invasi, atau akan menghadapi sanksi dagang tambahan dari Washington.
“Operasi militer khusus terus berlanjut,” kata Peskov dalam konferensi pers pada Selasa. Kremlin menegaskan bahwa tindakan militer mereka merupakan langkah strategis yang tidak akan dipengaruhi tekanan dari pihak manapun, termasuk dari Amerika Serikat.
Serangan Rusia Dikecam Komunitas Internasional
Beberapa negara anggota NATO dan Uni Eropa mengutuk serangan Rusia terhadap fasilitas sipil di Ukraina, termasuk serangan di penjara yang menewaskan 16 orang. Uni Eropa mendesak agar pelaku serangan tersebut diadili di pengadilan internasional.
Dilansir dari kantor berita Reuters, pejabat Uni Eropa menyebut bahwa tindakan Rusia melanggar Konvensi Jenewa yang melindungi warga sipil dalam konflik bersenjata. Pernyataan tersebut disampaikan dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB yang digelar secara darurat pada Rabu pagi.
Sementara itu, organisasi HAM internasional juga menyoroti peningkatan jumlah korban sipil dalam beberapa bulan terakhir. Human Rights Watch menyerukan penyelidikan mendalam terhadap dugaan kejahatan perang yang dilakukan pasukan Rusia selama operasi militer di Ukraina.
Krisis kemanusiaan di Ukraina kian memburuk, dengan ribuan warga sipil mengungsi dari wilayah timur dan selatan. Badan Pengungsi PBB (UNHCR) mencatat lebih dari 9 juta orang telah mengungsi sejak awal invasi, dan kebutuhan bantuan terus meningkat.
Perang ini bermula dari konflik politik dan militer antara Rusia dan Ukraina sejak runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991. Ketegangan memuncak setelah Rusia mencaplok wilayah Krimea pada 2014 dan meningkat tajam pada Februari 2022 dengan invasi penuh ke wilayah Ukraina.
Sebagai alasan invasinya, Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut keinginan untuk menghapus pengaruh militer Ukraina yang dianggap mengancam Rusia, menyingkirkan unsur “neo-Nazi” dalam pemerintahan Ukraina, dan membela etnis Rusia di Donetsk dan Luhansk.
Rusia juga menolak keras kemungkinan Ukraina bergabung dengan NATO, serta menolak keberadaan militer Barat di perbatasan Rusia. Hal ini menjadi dasar dari apa yang disebut Kremlin sebagai “operasi militer khusus” di wilayah Ukraina.
Di tengah konflik yang belum mereda, Zelensky terus menyerukan dukungan dari negara-negara Barat untuk mempertahankan wilayah Ukraina. Ia juga meminta bantuan militer tambahan, termasuk sistem pertahanan udara, dari Amerika Serikat dan negara anggota NATO lainnya.
Negosiasi damai belum menunjukkan kemajuan signifikan. Rusia dan Ukraina saling menyalahkan atas kegagalan perundingan, sementara mediator internasional berupaya membuka jalur diplomasi guna menghentikan perang.
Konflik ini telah mengubah tatanan geopolitik Eropa dan memicu ketegangan global. Beberapa negara non-blok menyerukan penyelesaian damai, sementara negara Barat terus mendukung Ukraina baik secara militer maupun ekonomi.
Perang berkepanjangan ini membawa dampak besar terhadap ekonomi global, terutama sektor energi dan pangan. Sanksi Barat terhadap Rusia berpengaruh pada pasokan minyak dan gas, serta menyebabkan lonjakan harga komoditas di pasar dunia.
Situasi di lapangan terus berkembang, dengan risiko eskalasi yang tinggi jika tidak ada upaya penyelesaian secara diplomatik. Komunitas internasional menghadapi tantangan besar untuk mengakhiri konflik yang telah merenggut ribuan nyawa ini.
dari eskalasi konflik ini menunjukkan bahwa jalan damai masih jauh, meskipun tekanan dari berbagai pihak internasional semakin meningkat. Serangan terbaru di fasilitas sipil mempertegas bahwa perang ini semakin brutal dan menargetkan berbagai infrastruktur non-militer.
Diperlukan solidaritas global untuk menekan pihak-pihak yang terlibat agar menghentikan aksi kekerasan dan kembali ke meja perundingan. Dukungan terhadap korban perang, baik dari sisi kemanusiaan maupun rekonstruksi pascakonflik, sangat mendesak.
Kebijakan Ukraina untuk memperluas batas usia wajib militer memperlihatkan bahwa negara itu sedang menghadapi tantangan serius dalam mempertahankan kekuatan militer. Langkah ini mencerminkan keputusasaan sekaligus tekad untuk bertahan dalam konflik jangka panjang.
Pernyataan keras dari Trump dan sikap tegas Kremlin mengindikasikan bahwa perang ini bisa menjadi lebih kompleks jika melibatkan kekuatan ekonomi dan militer besar. Risiko ketegangan internasional semakin tinggi dengan adanya sanksi dan ancaman.
Perang Rusia-Ukraina telah mengubah wajah politik Eropa dan menunjukkan bahwa ancaman konflik besar masih menjadi kenyataan. Jalan keluar diplomatik harus segera dicari untuk menghentikan penderitaan jutaan orang yang terdampak langsung. (*)