Jakarta, EKOIN.CO – Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menegaskan bahwa besaran tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk tahun 2026 belum ditetapkan oleh pemerintah. Kementerian Keuangan masih melakukan pengkajian mendalam terhadap kebijakan tersebut. “Masih dikaji, masih belum, kan masih ada waktu ya,” kata Anggito di kawasan Gedung DPR, Jakarta, pada Kamis, 18 September 2025.
Meskipun target penerimaan kepabeanan dan cukai dalam APBN 2026 mengalami kenaikan, Anggito kembali menegaskan bahwa keputusan mengenai perubahan tarif atau tidaknya masih belum diambil. Target setoran bea dan cukai dalam postur terbaru APBN 2026 naik menjadi Rp 336 triliun dari rancangan awal sebesar Rp 334,30 triliun. “Kita kan baru dapatkan angka targetnya ya. Nanti kita lihat evaluasi 2025 dan nanti 2026 seperti apa,” ucapnya.
Sementara itu, para anggota Komisi XI DPR telah menyampaikan permintaan resmi kepada Kementerian Keuangan untuk tidak menaikkan tarif CHT pada tahun depan. Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi PKB, Hanif Dhakiri, menyoroti tekanan berat yang sedang dihadapi oleh industri rokok. “Kan kita sudah ada kesepakatan pajak dan cukai targetnya naik. Tapi di tengah situasi seperti ini kita ingin pajak dan cukai tetap naik di satu sisi tapi tarifnya kan enggak boleh naik,” kata Hanif dalam rapat kerja dengan Menteri Keuangan pada pekan lalu, seperti dikutip pada Selasa (16/9/2025).
Selanjutnya, Hanif menyarankan pemerintah mencari cara inovatif untuk mencapai target tanpa menaikkan tarif. “Itu artinya berbagai inisiatif baru, inovasi, dan segala macam menjadi penting untuk memastikan agar target dan pajaknya bisa naik tapi tarifnya tidak naik,” tegasnya. Ia juga mengingatkan bahwa industri ini merupakan sektor padat karya yang sudah mengalami persoalan.
Pendapat serupa disampaikan oleh Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Harris Turino. Ia menguatkan argumennya dengan contoh nyata tekanan usaha, merujuk pada viralnya informasi pemutusan hubungan kerja (PHK) di PT Gudang Garam. “Paling tidak kan kelihatan pabrik-pabrik rokok besar kesulitan kalau terjadi kenaikan cukai di tahun depan apa lagi kalau kenaikannya sifatnya adalah agresif pak,” ucap Harris dalam rapat dengar pendapat dengan eselon I Kemenkeu pekan lalu.
Harris memastikan bahwa kenaikan tarif sebesar 10% saja akan sangat memberatkan perusahaan. “Sehingga kalau dinaikkan 10% berarti dari Rp 1.760 (harga rokok per batang plus cukai) menjadi Rp 840 tambahannya, enggak ada lagi ruang bagi perusahaan-perusahaan sigaret kretek mesin untuk sekedar menutup biaya produksinya,” ujarnya.
Data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menunjukkan produksi rokok memang sedang mengalami penurunan. Pada Agustus 2025, produksi tercatat sebanyak 25,5 miliar batang, turun 9,25% dibandingkan bulan sebelumnya (mtm) dan melandai 2,07% dibandingkan Agustus tahun lalu (yoy). Secara kumulatif, produksi rokok periode Januari-Agustus 2025 mencapai 197 miliar batang atau turun 1,93% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, menjadi yang terendah dalam lima tahun terakhir.
Oleh karena itu, anggota Komisi XI DPR berharap pemerintah dapat menahan kenaikan tarif dan fokus pada alternatif lain, seperti memberantas peredaran rokok ilegal. “Caranya gimana? yang jelas seperti teman-teman katakan pemberantasan rokok ilegal, kalau ini bisa diberantas pasti kenaikannya luar biasa pak,” tutur Harris.