Bangka EKOIN.CO – Kepala Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Rere Christanto, menduga adanya praktik pembiaran terhadap tambang timah ilegal yang terus beroperasi di Bangka Belitung. Dugaan itu muncul lantaran aktivitas pertambangan tanpa izin dinilai hampir mustahil berjalan tanpa ada pihak yang mengetahui. Ikuti kabar terkini via WA Channel EKOIN.
Menurut Rere, operasi tambang ilegal yang berlangsung dalam jangka waktu lama menunjukkan adanya potensi pembiaran. “Jika ada tambang ilegal yang beroperasi dalam jangka waktu cukup lama, patut diduga kuat sudah terjadi praktik pembiaran atau tutup mata oleh pemerintah,” ucapnya.
Ia menegaskan, meskipun ada tambang yang bisa berjalan tanpa izin, praktik tersebut hampir tidak mungkin dilakukan secara diam-diam. Aktivitas pertambangan akan melibatkan banyak pihak dan memunculkan jejak yang seharusnya bisa terdeteksi.
Pembiaran dan Dampak Timah
Rere menilai bahwa praktik pembiaran terhadap tambang ilegal bukan hanya merugikan negara, tetapi juga merusak ekosistem lingkungan. Ia mengingatkan bahwa Bangka Belitung merupakan salah satu wilayah dengan kerusakan lingkungan terbesar akibat penambangan timah.
Tambang ilegal, menurut WALHI, juga mengancam keberlanjutan ekonomi masyarakat lokal. Sebab, lahan produktif yang seharusnya bisa digunakan untuk pertanian atau perikanan, berubah menjadi kolong bekas galian tambang.
Selain itu, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan sulit dipulihkan kembali. Air sungai tercemar, hutan gundul, hingga potensi longsor menjadi ancaman nyata bagi masyarakat sekitar lokasi tambang.
Penegakan Hukum Tambang
WALHI meminta pemerintah tidak sekadar menutup tambang ilegal, tetapi juga membongkar jaringan yang berada di balik aktivitas tersebut. Menurut Rere, penegakan hukum harus menyasar aktor-aktor besar yang berada di belakang para penambang kecil.
Ia menambahkan, selama ini aparat kerap hanya menindak pekerja lapangan. Padahal, rantai bisnis timah ilegal melibatkan banyak pihak, termasuk pemodal dan pengusaha yang mengendalikan perdagangan hasil tambang.
Rere juga mendesak agar pemerintah memperkuat pengawasan di daerah rawan tambang. Ia menilai lemahnya pengawasan menjadi salah satu celah yang membuat praktik tambang ilegal tetap bertahan.
Selain WALHI, sejumlah kalangan akademisi dan aktivis lingkungan di Bangka Belitung juga menyoroti hal serupa. Mereka menilai perlu adanya kebijakan tegas dan terukur agar eksploitasi tambang ilegal tidak semakin meluas.
Sementara itu, aparat penegak hukum diharapkan segera melakukan langkah nyata dengan mengusut tuntas praktik pembiaran. Jika dibiarkan, praktik ilegal tersebut berpotensi menimbulkan kerugian besar baik dari sisi lingkungan maupun keuangan negara.
Dugaan pembiaran aktivitas tambang timah ilegal di Bangka Belitung menjadi peringatan penting bagi pemerintah. WALHI menilai, aktivitas ilegal yang berlangsung lama menunjukkan adanya kelalaian pengawasan.
Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan tidak hanya berdampak pada ekosistem, tetapi juga pada keberlanjutan ekonomi masyarakat lokal. Lahan produktif yang rusak sulit dipulihkan kembali.
Selain itu, lemahnya penindakan hukum terhadap aktor besar membuat tambang ilegal tetap berjalan. Hanya menindak pekerja lapangan dinilai tidak cukup untuk menghentikan jaringan bisnis ini.
Pemerintah didorong untuk memperkuat pengawasan, menindak tegas pemodal, dan mencegah kerusakan lingkungan lebih parah. Keseriusan diperlukan agar tata kelola pertambangan bisa lebih transparan.
Jika tidak segera diatasi, aktivitas tambang timah ilegal berpotensi memperburuk krisis lingkungan dan menimbulkan kerugian besar bagi bangsa. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v