Jakarta, EKOIN.CO –Pada Jumat, 1 Agustus 2025, kejadian penting berlangsung di Jakarta sehubungan dengan ketegangan nuklir global yang meningkat. Presiden Donald Trump, melalui platform Truth Social, mengumumkan penempatan dua kapal selam nuklir AS lebih dekat ke wilayah Rusia. Pernyataan ini muncul beberapa hari setelah mantan Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, menyebut sistem “Dead Hand”, mekanisme peluncuran nuklir otomatis era Perang Dingin tersebut masih menjadi bagian pertahanan Rusia. Ia memperingatkan bahwa ancaman dan ultimatum dari AS dapat memperburuk situasi Trump membalas dengan mengkritik Medvedev sebagai “mantan presiden gagal” dan memperingatkan agar berhati-hati dengan kata-kata, karena dapat menimbulkan konsekuensi tidak diinginkan
Secara langsung, Trump menegaskan bahwa AS “totally prepared” atau sepenuhnya siap menghadapi konflik nuklir. Langkah tersebut ia klaim sebagai upaya menjaga kesiapsiagaan militer AS
Sementara itu, pihak Rusia menanggapi manuver AS tersebut sebagai bentuk “temper tantrum” politik. Rusia menilai peringatan Trump tidak memiliki bobot strategis karena posisi kapal selam AS sebenarnya diketahui publik dan tidak mengancam nyata
Latar belakang ketegangan internasional tersebut mencerminkan meningkatnya kekhawatiran global terhadap potensi eskalasi penggunaan senjata nuklir taktikal. Peningkatan jumlah dan modernisasi senjata nuklir oleh negara-negara seperti Rusia dan AS terus berlangsung, dengan beberapa negara berkembang seperti China, India, dan Pakistan turut memperkuat kemampuan nuklirnya
Kapital Rusia dan AS sebagai Pusat Kekuatan Nuklir
Hingga pertengahan 2025, Rusia diperkirakan memiliki sekitar 5.459 senjata nuklir, sedangkan Amerika Serikat memiliki sekitar 5.277 Keduanya menguasai lebih dari 85–90% dari total arsenal nuklir dunia dengan cadangan aktif maupun tidak aktif. Rusia memiliki sekitar 1.710 senjata nuklir strategis yang dikerahkan, sedangkan AS memiliki sekitar 1.670
Beberapa negara lain seperti China diperkirakan memiliki 600 senjata nuklir, India 180, Pakistan 170, Israel 90 dan Korea Utara sekitar 50 Meskipun jumlahnya lebih sedikit, negara-negara tersebut terus memperkuat sistem pengiriman seperti rudal balistik dan kapal selam nuklir.
Misalnya, Rusia memperkenalkan rudal RS‑28 Sarmat dengan jangkauan hingga 18.000 km bahkan 35.000 km menggunakan teknologi sub-orbital. Meskipun dibatasi sesuai perjanjian luar angkasa, rudal ini mampu membawa hingga 16 hulu ledak Selain itu, telah dikembangkan torpedo nuklir Status‑6 yang diperkirakan mampu menghasilkan dampak tsunami radioaktif dan menjangkau jarak hingga 10.000 km
Meningkatnya Modernisasi Senjata dan Ancaman Global
Dalam laporan SIPRI 2024 dan analisis terkini, disebutkan bahwa modernisasi arsenal nuklir dunia semakin masif. Rusia dan AS memperbarui platform strategis mereka sementara China, India dan Pakistan mempercepat produksi senjata nuklir dan sistem pengirimannya Transparansi turun karena perjanjian New START antara AS dan Rusia dipertanyakan atau tidak lagi aktif setelah perang Ukraina 2022.
Lebih lanjut, publikasi seperti Washington Post mengingatkan bahwa risiko kecelakaan nuklir, eskalasi tak terduga dan penggunaan AI dalam kendali senjata membuat situasi lebih rawan daripada sebelumnya Para pakar melihat potensi bahwa persediaan dormant warhead bisa segera digunakan lagi bila terjadi konflik besar, karena stok cadangan luas tersedia pada AS dan Rusia
Berikut dibandingkan kekuatan nuklir dalam hal jangkauan dan ancaman luas: Rusia dan AS memiliki jangkauan ICBM interkontinental global serta kemampuan peluncuran kapal selam tersembunyi yang dapat menyerang dari jarak jauh, sehingga dianggap paling berbahaya dari segi cakupan luas.
tentang negara nuklir mana yang paling berbahaya dan memiliki jangkauan luas: secara umum Rusia dan Amerika Serikat menempati posisi teratas, karena selain jumlah senjata terbesar juga didukung oleh sistem peluncur global seperti kapal selam dan rudal ICBM dengan jangkauan antar benua
Masyarakat dunia perlu meningkatkan kesadaran akan risiko eskalasi nuklir dan pentingnya diplomasi lintas negara. Organisasi internasional sebaiknya memperkuat mekanisme kontrol senjata dan memperbarui perjanjian seperti New START. Pemerintah harus meningkatkan transparansi soal stok senjata nuklir serta memperkuat deteksi dini untuk menghindari mispersepsi. Pendidikan publik mengenai bahaya senjata nuklir sangat penting agar tekanan masyarakat mendorong gerakan pengurangan senjata global. Akhirnya, perdamaian dan stabilitas global hanya mungkin dicapai jika negara-negara bersedia meredam retorika yang provokatif dan menyepakati dialog terbuka. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v