Jakarta — EKOIN.CO – Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana menaikkan tarif ojek online (ojol) berkisar antara 8 hingga 15 persen berdasarkan zona operasional, menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Aan Suhanan, dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025) .
Pemberlakuan kenaikan tarif ini masih dalam tahap pembahasan akhir dan akan melibatkan pihak aplikator untuk menetapkan jumlah potongan komisi sesuai regulasi Strategi ini merupakan hasil pengkajian menyeluruh oleh Kemenhub sebagai respons atas tuntutan mitra pengemudi ojol terkait tarif dan potongan komisi sejak aksi demonstrasi pada Mei 2025 ini akan berbeda untuk tiga zona yang telah ditetapkan; zona I hingga zona III. Zona I akan mendapat skor kenaikan tertinggi, mencapai 15 persen, sedangkan zona II dan III berada pada kisaran 8 hingga 12 persen Zona tersebut ditetapkan berdasarkan tingkat urbanisasi, tingkat pendapatan masyarakat, akses transportasi umum, serta biaya operasional.
Meskipun angka ini resmi, pemerintah masih membuka dialog dengan perusahaan penyedia layanan guna menyelaraskan tarif baru ini dengan kebutuhan konsumen dan keberlangsungan mitra pengemudi.
Sebagian pengguna ojol seperti Leonardo (26), karyawan swasta dari Tangerang, menyatakan bila tarif naik, ia terdorong memakai kendaraan pribadi. Dengan rute harian sejauh 20 kilometer menuju Jakarta, ia bisa menghabiskan hampir Rp 1 juta per bulan hanya untuk transportasi
“Pemerintah harus tahu kalau banyak orang yang mulai pilih bawa motor jarak jauh karena harga transportasi sekarang makin mencekik. Aku juga jadi kepikiran,” tuturnya kepada Kompas.com, Senin (30/6/2025) sekitar Rp 30.000 bisa melonjak menjadi Rp 40.000–50.000 tiap perjalanan, yang menurutnya dapat membuat “kantong gue meninggal”
Ani (25), pengguna ojol dari Bekasi, merasakan hal serupa. Setiap perjalanan dari stasiun ke kantor sejauh tujuh kilometer memakan biaya Rp 26.000 sekali jalan.
“Ibaratnya, kalo bisa nangis ya nangis. Kalo gini caranya ya mending bawa motor pribadi, tapi ojol nanti jadi sepi,” katanya
Kesulitan beralih ke moda transportasi massal juga dirasakan oleh warga. Leonardo mengungkapkan, meski ingin berpindah ke KRL, MRT, LRT, atau Transjakarta, ia tak dapat akses langsung karena jarak dari rumah atau kantor jauh dari halte atau stasiun
Tina (25), karyawan swasta, mengaku bingung mengatur keuangan jika kenaikan benar-benar terjadi. Gajinya hanya sekitar Rp 6 juta per bulan, dan pengeluaran rutin naik ojol mencapai Rp 25.000–30.000 per hari
“Aku pikir kasihan ke pengendara kalau aku pakai itu. Tapi dengan lihat pemerintah kayak gini, ya aku harus kasihan ke diri aku sendiri dulu,” ungkapnya
Menyusul pemberitaan ini, beberapa mitra driver menyambut positif kenaikan tarif untuk menyeimbangkan potongan komisi. Namun, mereka juga berharap aplikator dapat memangkas komisi agar tarif bersih yang diterima lebih adil
Belum ada tanggapan resmi dari aplikator seperti Gojek dan Grab terkait jumlah pasti kenaikan komisi setelah keputusan akhir Kemenhub.
Pergeseran pilihan warga ke kendaraan pribadi utamanya sepeda motor berpotensi menambah kepadatan lalu lintas, polusi udara, dan resiko keselamatan jalan raya. Terlebih di wilayah aglomerasi seperti Jakarta, Depok, Bekasi, dan Tangerang.
Selain itu, ketidakmerataan akses transportasi publik memperkuat ketergantungan masyarakat terhadap ojol atau kendaraan pribadi, sekalipun biaya operasional kedua alternatif itu semakin membengkak.
Warga di pinggiran kota masih kesulitan bergeser ke transportasi umum karena fasilitas tidak merata. Murahnya biaya kendaraan pribadi jadi pilihan meski peningkatan konsumsi bensin tak bisa dihindari.
Namun demikian, sebagian lainnya sedang mempertimbangkan fitur “mode hemat” atau voucher dalam aplikasi, sebagai cara menekan pengeluaran.
Meski demikian, beberapa pengguna mengaku merasa “kasihan” pada pengemudi apabila menggunakan mode hemat karena tarif net yang diterima mitra bisa berkurang.
Sementara itu, Kemenhub masih akan mengundang kedua belah pihak—driver dan aplikator—untuk memastikan kenaikan tarif tidak memberatkan penumpang sekaligus cukup berimbang bagi mitra.
Sebagai langkah akhir, setelah kesepakatan dengan aplikator, Kemenhub akan menerbitkan regulasi resmi terkait tarif baru dan mendorong sosialisasi agar pengguna dan driver memahami sistem zonasi.
Belum ada jadwal pasti kapan tarif kenaikan mulai efektif, namun bila proses diskusi berjalan lancar, orde tarif baru diperkirakan berlaku dalam beberapa minggu.
Pemerintah menyambut berbagai masukan dari publik untuk mengevaluasi dampak lebih luas dari kenaikan tarif.
Reaksi Publik dan Mitigasi
Beberapa pakar urban dan transportasi menyarankan agar pemerintah mengintensifkan subsidi atau memperluas akses transportasi umum agar warga tidak terbebani.
Pengemudi ojol turut menekankan pentingnya insentif berupa pengurangan potongan komisi sebagai kompensasi kenaikan tarif.
Bagi masyarakat berbasis gaji tetap dan pekerja kantoran menengah ke bawah, kenaikan ini dapat menggerus tabungan dan mengalihkan pola konsumsi.
Potensi Jangka Panjang
Jika beban transportasi terus meningkat, masyarakat bisa berpindah pola kerja—sebagian memilih bekerja dari rumah (WFH) atau menyusun ulang jadwal agar tidak terlalu mengandalkan transportasi harian.
Dalam jangka panjang, peningkatan jumlah kendaraan pribadi dapat meningkatkan kebutuhan infrastruktur jalan dan fasilitas parkir serta mempertebal kemacetan.
Sebagai rekomendasi, pemerintah perlu segera mempercepat pembangunan dan perluasan sarana transportasi umum supaya jangkauannya lebih menyeluruh. Dengan demikian, kenaikan tarif ojol tidak langsung membebani warga.
Aplikator hendaknya lebih bijak dalam menentukan potongan komisi, dengan mempertimbangkan kesehatan ekonomi mitra pengemudi agar kenaikan tarif benar-benar adil.
Masyarakat bisa memanfaatkan promo, voucher, atau fitur hemat sebagai solusi sementara, sambil mengurangi ketergantungan terhadap layanan transportasi berbasis tarif penuh.
Pengambil kebijakan di level daerah juga sebaiknya mengkaji manfaat pengalokasian subsidi transportasi berdasarkan zona agar tepat sasaran bagi warga rentan.
Kesimpulannya, meski kenaikan tarif ojol 8–15 persen dimaksudkan untuk kesejahteraan pengemudi, kebijakan ini perlu ditopang infrastruktur publik dan kebijakan komplementer agar beban pengguna tetap terjaga dan mobilitas masyarakat lancar.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v