Jakarta, EKOIN.CO – Menteri Agama Nasaruddin Umar menyoroti urgensi mengembalikan kesakralan masjid yang dinilainya mulai mengalami desakralisasi. Hal ini disampaikan dalam Saraloka Sarasehan Kemasjidan dan Lokakarya Nasional Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) 2025 di Jakarta, Selasa, 8 Juli 2025.
Dalam forum tersebut, Menag menyebut bahwa masjid bukan hanya sarana ibadah, melainkan tempat suci yang menghubungkan manusia dengan dimensi ilahiah. Ia menekankan pentingnya membangun kembali hubungan spiritual antara manusia dan Tuhan.
“Attachment kita dengan Tuhan, kemelekatan diri kita dengan Tuhan itu gak ada lagi. Saya kira inilah salah satu tantangan Kementerian Agama dan kita semuanya di masa depan,” ujarnya di hadapan para peserta.
Ia menilai bahwa tanda-tanda kesakralan masjid tergambar dari cara umat memperlakukan ruangan tersebut. Menurutnya, memasuki masjid harus disertai dengan adab dan tata krama yang mencerminkan kesucian tempat ibadah itu.
“Di masjid itu kita harus pakai pakaian bersih, tidak bernajis. Di masjid itu kita harus sopan, menutup aurat. Itu artinya pensakralan terhadap masjid,” jelas Menag Nasaruddin.
Pentingnya Kesadaran Kolektif
Dalam kesempatan itu, ia mengingatkan bahwa membangun kesadaran spiritual harus dilakukan secara bersama, melintasi batas agama. Ia menyerukan pentingnya menghadirkan ruang-ruang ibadah di tengah kota besar seperti Jakarta.
“Kalau orang sudah tidak punya lagi tempat-tempat yang sakral, tidak ada sekret-nya lagi dalam kehidupannya, maka hidupnya itu akan tawar. Maka itu kota Jakarta itu, itu sangat tidak religius, sangat tidak Pancasilais,” ungkapnya.
Menurutnya, kehadiran ruang sakral tidak hanya menguatkan identitas religius suatu masyarakat, tetapi juga menyokong keberlangsungan nilai-nilai kemanusiaan dan ketenteraman hidup di kota.
Ia menilai bahwa ruang publik seharusnya tidak terlepas dari nuansa religius yang mampu menyentuh dimensi spiritual masyarakat, di samping fungsi sosial dan ekonominya.
Untuk itu, Kementerian Agama akan terus mendorong agar ruang-ruang sakral tetap mendapat tempat dalam rencana pembangunan perkotaan dan perumahan.
Masjid Pribadi sebagai Ruang Spiritual
Menag juga mengajak setiap umat Islam untuk memiliki tempat ibadah pribadi di rumah. Sekecil apapun ruangnya, menurutnya, harus disediakan untuk menjadi ruang pertemuan spiritual.
“Kalau kita tidak punya musalah di rumah, di kamar, di samping lemari itu kita geser sedikit lemarinya. Bikin satu selebar saja dari situ. Itu ruang tembus langit,” tuturnya.
Ia menggambarkan bahwa ruang tersebut menjadi tempat bagi seseorang untuk menyatu dengan Tuhan, membangun kedekatan yang sunyi dan khusyuk, serta menghidupkan kesadaran spiritual sehari-hari.
Menurut Nasaruddin, inisiatif seperti ini penting ditumbuhkan agar nilai-nilai keagamaan tidak hanya hidup di tempat umum, tetapi juga menyatu dalam kehidupan pribadi dan keluarga.
Forum Saraloka ini menjadi bagian dari rangkaian program BKM 2025 untuk memperkuat peran masjid dalam pembangunan spiritual dan sosial masyarakat.
Pernyataan Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam Saraloka BKM 2025 menandai keprihatinan atas desakralisasi masjid di Indonesia. Ia menekankan perlunya mengembalikan kesakralan masjid sebagai tempat pertemuan manusia dengan Tuhan, bukan sekadar tempat ritual ibadah semata.
Dengan menekankan adab, kebersihan, dan sopan santun di dalam masjid, Menag menyoroti pentingnya tata nilai spiritual dalam menjaga martabat ruang ibadah. Ia juga menyampaikan kritik terhadap kota-kota besar yang minim ruang sakral dan kesadaran religius di ruang publik.
Lebih lanjut, ia mengajak umat Islam untuk memiliki ruang ibadah pribadi di rumah sebagai bentuk praktik spiritual sehari-hari. Ruang tersebut menjadi simbol pertemuan antara manusia dan dimensi ilahiah, yang menurutnya dapat menjadi jembatan antara dunia dan langit.(*)