Washington EKOIN.CO – Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk wilayah Palestina yang diduduki, Francesca Albanese, sebagai respons atas peran aktifnya dalam mendukung penyelidikan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap dugaan kejahatan perang oleh Israel dan AS.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menyatakan bahwa Albanese dikenai pembatasan akses masuk ke wilayah Amerika Serikat. Selain itu, ia juga dilarang memiliki aset atau properti di negara tersebut sebagai bagian dari sanksi resmi.
Kebijakan sanksi ini merupakan tindak lanjut dari perintah eksekutif Presiden Donald Trump yang dikeluarkan pada Februari lalu. Kebijakan itu ditujukan untuk membalas penyelidikan ICC terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan beberapa anggota kabinetnya.
Rubio menegaskan bahwa tindakan Albanese dianggap sebagai ancaman terhadap kepentingan nasional dan kedaulatan Amerika Serikat. Ia menyebut tindakan ini sebagai bagian dari kampanye politik yang bersifat merusak dan tidak dapat ditoleransi.
Albanese yang merupakan warga negara Italia dan menjabat sebagai pelapor sejak 2022 dikenal vokal mengkritik kebijakan militer Israel. Dalam laporan terakhirnya kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB, ia menyebut tindakan Israel di Gaza sebagai bentuk genosida modern.
Selain mengkritik kebijakan Israel, Albanese juga menyebutkan adanya keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan besar seperti BlackRock dan Vanguard dari konflik yang berlangsung di Gaza sejak Oktober 2023.
Kecaman Dunia Internasional terhadap Sanksi AS
Dalam laporan tersebut, Albanese mendesak negara-negara anggota PBB untuk menjatuhkan sanksi terhadap Israel serta melakukan embargo senjata dan menangguhkan hubungan ekonomi sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Menanggapi sanksi yang diterimanya, Albanese menyampaikan pernyataan melalui media sosial bahwa dirinya tetap berdiri teguh membela keadilan. Ia juga menyebut tidak akan mundur dari misinya sebagai pelapor independen.
Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard, mengecam langkah AS tersebut dan menyebutnya sebagai upaya sistematis untuk membungkam suara-suara yang menuntut keadilan atas pelanggaran HAM di Palestina.
Dalam pernyataan resmi Amnesty.org, Callamard menilai tindakan Washington sangat transparan dan merupakan serangan terhadap prinsip-prinsip dasar keadilan internasional yang harus dihormati.
Ia menyebut bahwa pelapor khusus seperti Albanese tidak bertugas untuk menyenangkan negara, melainkan menjalankan mandat mereka di tengah situasi kemanusiaan yang mendesak, khususnya di Jalur Gaza.
Pernyataan Tegas dari PBB dan Israel
Presiden Dewan HAM PBB, Jurg Lauber, menyatakan penyesalannya atas langkah AS tersebut. Ia menyebut pelapor khusus adalah instrumen penting untuk mengadvokasi hak asasi manusia global.
Lauber yang juga merupakan Duta Besar Swiss menegaskan bahwa negara anggota PBB seharusnya memberikan dukungan dan bekerja sama sepenuhnya dengan pelapor khusus seperti Francesca Albanese.
Sementara itu, Israel menyambut baik keputusan AS. Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menyebut Albanese sebagai sosok yang telah merusak kredibilitas Dewan HAM dengan menyebarkan narasi yang menyesatkan.
Menurut Danon, tindakan hukum yang didorong oleh Albanese dianggap mengabaikan fakta lapangan dan merugikan upaya diplomatik yang sedang berlangsung. Israel menganggap peran Albanese terlalu berpihak.
Sanksi terhadap Albanese diumumkan tidak lama setelah Washington memberlakukan sanksi terhadap empat hakim ICC yang turut terlibat dalam penyelidikan kejahatan perang Israel di wilayah Palestina.
Kondisi di Gaza Kian Memburuk
Seiring dengan pengumuman sanksi terhadap Francesca Albanese, situasi kemanusiaan di Gaza kembali memanas. Serangan Israel pada hari yang sama menyebabkan setidaknya 52 warga Palestina tewas.
Badan pertahanan sipil Gaza melaporkan bahwa delapan anak dan dua perempuan termasuk dalam korban jiwa akibat serangan terbaru di Jalur Gaza yang telah dilanda perang selama lebih dari 21 bulan.
Menurut laporan dari Mohammad al-Mughair, seorang pejabat pertahanan sipil, sebanyak 17 warga sipil meninggal dunia dalam serangan terhadap kerumunan orang di depan sebuah klinik di Deir el-Balah.
Serangan udara juga menghantam rumah-rumah di kamp pengungsi Al-Bureij, Gaza tengah, yang menyebabkan empat orang tewas dan beberapa lainnya luka-luka. Media AFP tidak dapat memverifikasi informasi tersebut secara independen.
Rekaman dari lokasi menunjukkan seorang keluarga, termasuk anak-anak kecil, duduk di antara reruntuhan tenda mereka yang hancur akibat serangan udara yang menghantam bangunan di sebelahnya.
Kecaman dunia internasional terhadap sanksi AS kepada Francesca Albanese menegaskan pentingnya perlindungan terhadap independensi pelapor khusus PBB. Dalam kondisi konflik yang terus berkecamuk di Gaza, suara-suara yang menyuarakan keadilan tetap harus dijaga keberadaannya.
Langkah AS ini berisiko menciptakan preseden negatif dalam diplomasi hak asasi manusia. Ketika pelapor disanksi karena menjalankan mandatnya, maka kepercayaan terhadap sistem internasional dapat terganggu. Penolakan dari Amnesty International dan Dewan HAM PBB adalah refleksi dari kekhawatiran yang nyata.
Pengawasan terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Palestina membutuhkan keberanian dan perlindungan internasional. Ketegasan Albanese dalam menyerukan keadilan mencerminkan kebutuhan mendesak untuk akuntabilitas global atas konflik yang masih berlangsung.
Sebagai bagian dari komunitas internasional, negara-negara harus menjaga kredibilitas institusi PBB. Dukungan terhadap pelapor independen seperti Francesca Albanese menjadi kunci dalam menegakkan prinsip keadilan dan hukum internasional.
Ke depan, dibutuhkan koordinasi yang kuat antarnegara untuk menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap pelapor PBB. Membangun kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga internasional harus menjadi prioritas utama dalam menjaga hak asasi manusia secara universal.(*)