Moskow, EKOIN.CO – Pemerintah Rusia merespons rekaman suara yang memperdengarkan mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengancam akan membombardir Moskwa jika Rusia menyerang Ukraina. Rekaman tersebut pertama kali dirilis oleh CNN pada Selasa, 8 Juli 2025, dan memicu sorotan dunia internasional.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
CNN mengungkap bahwa rekaman itu diperoleh dari momen ketika Trump menghadiri acara penggalangan dana di New York dan Florida selama masa kampanye Pemilihan Presiden AS 2024. Dalam momen itu, Trump secara eksplisit menyatakan kesiapannya untuk mengebom Moskwa jika Rusia mengambil langkah agresif terhadap Ukraina.
Menurut kutipan dalam rekaman, Trump menyampaikan langsung ancamannya kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. “Kalau kamu masuk ke Ukraina, saya akan mengebom habis-habisan Moskwa,” ujar Trump sebagaimana dikutip CNN. Ia juga menambahkan bahwa saat itu Putin hanya percaya kepadanya sekitar 10 persen.
Ancaman yang dilontarkan oleh Trump itu ternyata tidak hanya ditujukan kepada Rusia. Dalam rekaman yang sama, Trump juga menyebut akan mengebom Beijing apabila Presiden China Xi Jinping menyerang Taiwan. Ucapan tersebut semakin menambah sensitivitas hubungan diplomatik antara AS, Rusia, dan China.
Rekaman suara itu kemudian menjadi bahan utama dalam buku berjudul “2024: How Trump Retook the White House and the Democrats Lost America”, yang ditulis oleh Josh Dawsey, Tyler Pager, dan Isaac Arnsdorf. Mereka juga memverifikasi bahwa ucapan Trump itu terjadi selama kampanye berlangsung.
Kremlin Ragukan Keaslian Rekaman
Merespons kabar tersebut, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov menyampaikan bahwa pihaknya tidak bisa memastikan keaslian rekaman suara tersebut. “Saya tidak dapat mengonfirmasi atau membantahnya, bahkan jika saya ingin,” kata Peskov seperti dikutip dari Reuters pada Rabu, 10 Juli 2025.
Peskov menambahkan bahwa banyak berita palsu beredar akhir-akhir ini, sehingga sulit menentukan kebenaran dari rekaman yang beredar di media. Pernyataannya menegaskan sikap hati-hati Rusia dalam menanggapi isu sensitif tersebut.
Sementara itu, meskipun rekaman suara tersebut menjadi sorotan, Reuters mengungkap bahwa Trump sebelumnya sudah pernah berbicara langsung dengan Putin melalui sambungan telepon pada November 2024. Percakapan itu disebut berlangsung setelah Trump memenangkan Pilpres AS, namun sebelum resmi kembali menjabat.
Namun, pihak Kremlin membantah bahwa percakapan tersebut pernah terjadi. Kremlin menyatakan bahwa informasi itu merupakan “fiksi belaka” dan tidak berdasar. Penolakan tersebut membuat kebenaran komunikasi antara Trump dan Putin menjadi tidak jelas.
Pertemuan Resmi dan Ajakan Damai
Meski demikian, Kremlin dan Gedung Putih akhirnya mengonfirmasi bahwa kedua pemimpin dunia itu telah mengadakan pembicaraan resmi pada Rabu, 12 Februari 2025. Pembahasan itu mencakup isu pertukaran tahanan dan penyelesaian konflik yang masih berlangsung di Ukraina.
Dalam pernyataan resminya, Kremlin menyebut bahwa Trump menyampaikan dukungan terhadap penghentian konflik dan mendorong penyelesaian secara damai. Putin sendiri menyambut baik usulan Trump dan menyatakan bahwa penyelesaian berkelanjutan hanya bisa dicapai lewat dialog dan negosiasi damai.
Putin menegaskan bahwa salah satu argumen utama Trump—yakni perlunya kerja sama antara Rusia dan AS—adalah langkah yang patut didukung. Kremlin juga menyampaikan bahwa Putin membuka pintu kerja sama lebih lanjut dengan pemerintahan Trump di masa mendatang.
Dalam pembicaraan tersebut, sejumlah isu internasional turut menjadi perhatian. Kedua negara membahas situasi Timur Tengah, program nuklir Iran, serta kerja sama ekonomi bilateral antara Washington dan Moskow.
Sebagai langkah diplomatik lanjutan, Presiden Rusia Vladimir Putin mengundang Trump untuk melakukan kunjungan resmi ke Moskwa. Kremlin menyebut bahwa diskusi lanjutan akan terus digelar, termasuk kemungkinan pertemuan langsung antara kedua kepala negara.
Selain itu, Rusia juga menyatakan kesiapan menerima kunjungan pejabat AS guna membahas solusi atas konflik Ukraina. Kremlin menyatakan bahwa komunikasi terbuka menjadi salah satu kunci utama untuk mencapai perdamaian yang stabil di kawasan tersebut.
Kremlin menutup pernyataannya dengan menyebut bahwa Vladimir Putin dan Donald Trump sepakat untuk menjaga kontak pribadi secara berkala. Langkah ini diyakini dapat mempererat hubungan bilateral dan mendorong tercapainya solusi diplomatik atas konflik global yang tengah berlangsung.
Kejadian ini menjadi perhatian utama dalam hubungan luar negeri Amerika Serikat dan Rusia, mengingat sensitivitas ancaman yang bersifat langsung dan eksplisit dari seorang mantan Presiden AS. Reaksi dari komunitas internasional pun ditunggu dalam waktu dekat.
Dalam waktu dekat, pengamat politik luar negeri diperkirakan akan mencermati dampak rekaman suara tersebut terhadap kampanye politik Trump menjelang pemilihan umum berikutnya, serta posisi AS dalam peta diplomasi global.
Rekaman yang mencuat ini juga menjadi pengingat atas hubungan kompleks antara pemimpin negara besar dan pengaruh retorika mereka terhadap stabilitas dunia. Komunikasi informal seperti ini bisa berdampak besar apabila tidak diklarifikasi atau dibantah secara resmi.
Kasus ini juga memperlihatkan pentingnya kehati-hatian dalam komunikasi pejabat tinggi, khususnya yang terkait dengan isu keamanan internasional. Rekaman ancaman, meski belum tentu benar, dapat memicu kekhawatiran dan ketegangan geopolitik yang lebih luas.
Munculnya rekaman suara tersebut akan menjadi bahan evaluasi penting dalam pengawasan media terhadap tokoh-tokoh berpengaruh, termasuk dalam hal akuntabilitas mereka selama kampanye dan pasca kemenangan pemilu.
Sebagai kesimpulan, insiden ini menunjukkan betapa pentingnya ketepatan informasi dalam era digital. Publik dan pemerintah harus bijak dalam menanggapi informasi yang belum diverifikasi, terutama yang bersumber dari rekaman suara pribadi tokoh penting.
Langkah diplomatik yang diambil oleh Trump dan Putin menunjukkan bahwa meskipun terdapat isu kontroversial, hubungan bilateral tetap bisa dijaga melalui komunikasi resmi. Komitmen terhadap negosiasi damai patut terus didorong oleh komunitas internasional.
Penguatan jalur komunikasi antarnegara menjadi penting agar kesalahpahaman atau provokasi tidak berkembang menjadi konflik bersenjata. Dunia membutuhkan stabilitas dan dialog, bukan ancaman yang memperkeruh situasi geopolitik.
bagi pemerintahan mendatang adalah untuk memastikan transparansi dalam diplomasi, dan menjaga agar pesan-pesan strategis tidak disalahartikan atau keluar dari konteks. Klarifikasi publik juga penting untuk menjaga kepercayaan antarnegara.
Masyarakat global perlu mendorong para pemimpinnya untuk lebih berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan, terutama di ruang publik. Kerja sama internasional hanya akan berhasil jika dibangun di atas dasar saling pengertian dan niat baik.(*)