Moskow EKOIN.CO – Rusia secara resmi menyatakan tidak lagi terikat pada moratorium penempatan rudal jarak pendek dan menengah. Pernyataan itu disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Rusia pada Senin, 4 Agustus 2025, seperti dikutip dari Reuters.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Langkah ini diambil setelah Moskow menilai situasi global berkembang ke arah pengerahan rudal darat buatan Amerika Serikat di Eropa dan kawasan Asia-Pasifik. Sebelumnya, Rusia telah menyatakan bahwa pihaknya tidak akan mengerahkan senjata semacam itu selama Washington menahan diri.
Pemerintah Rusia menyebut bahwa “persyaratan untuk mempertahankan moratorium sepihak atas pengerahan senjata serupa telah hilang.” Penilaian itu mengacu pada apa yang disebut sebagai tindakan destabilisasi oleh AS dan NATO dalam bidang strategi militer.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengungkapkan bahwa Moskow harus menanggapi kebijakan AS dan NATO yang memperburuk stabilitas kawasan. Menurutnya, kondisi saat ini menuntut tanggapan militer dari Rusia.
Rusia cabut moratorium rudal INF
Kementerian Luar Negeri Rusia menggarisbawahi bahwa tindakan AS dalam mempersenjatai Eropa dan Asia-Pasifik dengan rudal jarak menengah membuat Moskow tidak lagi berkewajiban mematuhi moratorium tersebut. Pernyataan ini menjadi penegasan sikap baru Rusia terhadap keamanan global.
Pada hari yang sama, Dmitry Medvedev, mantan Presiden Rusia yang kini menjabat sebagai Wakil Kepala Dewan Keamanan, turut memberikan pernyataan keras. Ia menyalahkan NATO atas pencabutan moratorium rudal nuklir jarak pendek dan menengah tersebut.
“Pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia tentang pencabutan moratorium pengerahan rudal jarak menengah dan pendek merupakan hasil dari kebijakan anti-Rusia negara-negara NATO,” tulis Medvedev di media sosial X, Senin (4/8).
Ia menambahkan, “Ini adalah kenyataan baru yang harus dihadapi oleh semua lawan kita. Nantikan langkah-langkah selanjutnya.” Namun Medvedev tidak menjelaskan secara rinci bentuk langkah-langkah tersebut.
Langkah pencabutan moratorium ini menjadi bagian dari respons Rusia atas penarikan diri Amerika Serikat dari Perjanjian INF (Intermediate-Range Nuclear Forces) pada tahun 2019. Saat itu, Washington menuduh Moskow melanggar ketentuan perjanjian.
Latar belakang ketegangan senjata INF
Perjanjian INF sendiri ditandatangani pada 1987 oleh Presiden AS Ronald Reagan dan pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev. Perjanjian ini bertujuan menghapus semua rudal berbasis darat dengan jangkauan 500 hingga 5.500 kilometer.
Setelah AS keluar dari INF, Rusia sempat menyatakan akan tetap menahan diri dalam pengembangan rudal, selama AS juga tidak mengerahkan rudal sejenis. Namun ketegangan yang meningkat di kawasan Eropa Timur dan Asia-Pasifik mengubah posisi Moskow.
Kementerian Luar Negeri Rusia menilai langkah AS merupakan ancaman langsung bagi keamanan nasional Rusia dan kestabilan global. Oleh karena itu, Moskow memandang penting untuk mencabut komitmen moratorium sepihak tersebut.
Langkah ini dikhawatirkan akan memicu perlombaan senjata baru di kawasan, terutama di Eropa Timur yang menjadi titik panas antara kekuatan NATO dan Rusia. Negara-negara Eropa mulai mengamati dampak dari sikap terbaru Rusia tersebut.
Washington hingga kini belum memberikan tanggapan resmi atas pernyataan Rusia tersebut. Namun, sebelumnya AS telah menegaskan akan memperkuat pertahanan di Eropa sebagai bagian dari komitmen terhadap aliansi NATO.
Para pengamat menilai bahwa sikap Rusia ini akan mempersulit upaya diplomasi di bidang pengendalian senjata. Ketegangan antara Barat dan Rusia kemungkinan akan semakin memburuk dengan berakhirnya moratorium ini.
Sementara itu, negara-negara di kawasan Asia-Pasifik seperti Jepang dan Korea Selatan juga mulai menimbang ulang strategi keamanan mereka sebagai respons atas dinamika baru ini.
Pencabutan moratorium ini juga dikhawatirkan dapat meningkatkan risiko kesalahan perhitungan militer di masa depan. Pakar pertahanan menyerukan agar semua pihak kembali ke meja perundingan untuk menghindari eskalasi lebih lanjut.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa struktur keamanan global masih rentan terhadap perubahan kebijakan sepihak oleh negara-negara besar. Ancaman terhadap kestabilan kawasan kini menjadi perhatian komunitas internasional.
Sebagai pernyataan Rusia mengenai pencabutan moratorium rudal jarak menengah dan pendek mencerminkan memburuknya hubungan antara Moskow dan negara-negara Barat, khususnya NATO. Situasi ini menambah ketidakpastian dalam keamanan internasional.
Langkah Rusia ini menunjukkan bahwa pencegahan terhadap pengembangan senjata strategis tidak dapat berjalan secara sepihak. Ketika salah satu pihak keluar dari kesepakatan, pihak lain cenderung merespons secara serupa demi menjaga keseimbangan kekuatan.
Dalam jangka pendek, kemungkinan besar terjadi peningkatan aktivitas militer di kawasan Eropa dan Asia-Pasifik. Negara-negara yang berada di wilayah tersebut akan menghadapi dilema baru dalam strategi pertahanan mereka.
Upaya diplomasi dan pengendalian senjata sangat dibutuhkan untuk mengurangi ketegangan dan mencegah eskalasi lebih jauh. Jika dibiarkan tanpa kontrol, situasi ini dapat mengarah pada konflik terbuka.
Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk merumuskan kembali mekanisme pengawasan dan penegakan perjanjian senjata strategis. Komunikasi terbuka antara negara-negara kunci harus segera dilakukan untuk menjaga perdamaian global. (*)