MOSKOW EKOIN.CO – Dmitry Medvedev, Kepala Keamanan Rusia sekaligus mantan Presiden Rusia, melontarkan ancaman keras terhadap Donald Trump dengan menyebut kemampuan sistem nuklir otomatis Rusia, dikenal sebagai “dead hand”, yang diklaim mampu menghancurkan Amerika Serikat dalam waktu 30 menit. Ancaman ini mencuat di tengah eskalasi perang kata-kata yang tajam antara Moskow dan Washington pada Jumat, 2 Agustus 2025.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Pernyataan Medvedev dikutip dari Daily Mail pada Sabtu, 3 Agustus 2025, dalam tanggapannya terhadap langkah militer Trump yang mengerahkan dua kapal selam nuklir sebagai respons atas ancaman tersebut. Medvedev menyindir Presiden AS itu dengan mengatakan bahwa Trump seharusnya mengingat film favoritnya tentang “the walking dead” serta memahami bahaya sistem “dead hand” milik Rusia.
Sistem “dead hand” atau yang disebut juga Perimeter, menurut laporan Military.com, adalah sistem kendali senjata nuklir otomatis Rusia yang mampu meluncurkan ribuan rudal nuklir tanpa perintah manusia. Teknologi ini dirancang untuk melakukan serangan balasan meskipun seluruh kepemimpinan Rusia musnah akibat serangan musuh.
Sistem Perimeter Bisa Luncurkan Serangan Tanpa Komando Manusia
Teknologi Perimeter terhubung dengan sistem peluncuran ribuan senjata nuklir, termasuk rudal hipersonik. Jenderal Sergey Karakaev dari Pasukan Rudal Strategis Rusia, pernah menyatakan kepada surat kabar lokal pada 2011 bahwa sistem tersebut telah ada sejak era Perang Dingin dan masih berfungsi. Ia menegaskan, “Amerika Serikat bisa dihancurkan total dalam waktu 30 menit.”
Peringatan ini menciptakan ketegangan baru di tengah hubungan Rusia-AS yang memanas. Di sisi lain, Amerika Serikat diketahui memiliki sistem pertahanan sensor untuk mendeteksi radiasi dan peluncuran rudal, namun belum pernah mengembangkan sistem pemicu otomatis seperti Perimeter.
Langkah Trump mengerahkan kapal selam nuklir disinyalir sebagai tindakan protektif terhadap potensi ancaman tersebut. Trump menyebut ancaman Medvedev sebagai “tidak pantas” namun menanggapinya dengan serius. Penggelaran armada nuklir ini menunjukkan perhatian tinggi pemerintahan Trump terhadap keamanan nasional di tengah situasi global yang tidak menentu.
Ketegangan Nuklir Memuncak di Tengah Perang Kata-Kata
Medvedev juga memperingatkan bahwa Rusia tidak main-main dengan kemampuan pertahanan mereka. Ia menyebut sistem “dead hand” sebagai salah satu teknologi militer paling mengerikan yang dimiliki Moskow. Ia menambahkan bahwa sistem ini menjamin pembalasan, bahkan jika Rusia dalam kondisi hancur total.
Sebagai catatan, sistem Perimeter didesain agar aktif secara otomatis jika sensor mendeteksi gelombang radiasi, aktivitas seismik, dan komunikasi militer terputus. Dalam kondisi itu, Perimeter akan memicu peluncuran rudal dari silo dan platform lainnya tanpa perlu izin manusia.
Sejumlah pengamat militer mencemaskan potensi kesalahan sistem ini, yang bisa memicu konflik nuklir global. Meski keberadaan Perimeter sering dianggap sebagai legenda, pengakuan Jenderal Karakaev menguatkan dugaan bahwa sistem tersebut aktif dan menjadi bagian penting dari strategi pertahanan Rusia.
Konflik verbal antara Medvedev dan Trump mencerminkan meningkatnya ketegangan militer dan diplomatik kedua negara. Meski belum ada aksi nyata dari Rusia, pernyataan terbuka Medvedev menjadi sinyal bahwa Moskow ingin menunjukkan kekuatan strategisnya kepada dunia.
Pada saat yang sama, langkah Trump yang cepat mengirim kapal selam bertenaga nuklir ke perairan strategis menunjukkan bahwa AS waspada terhadap kemungkinan terburuk. Otoritas pertahanan AS belum memberikan pernyataan resmi terkait keberadaan kapal selam tersebut, namun analis menyebut penggelaran itu bersifat antisipatif.
Hingga kini, belum ada konfirmasi apakah sistem “dead hand” benar-benar dalam status siaga. Namun pengungkapan informasi ini di tengah tensi politik menunjukkan bahwa Rusia ingin mengingatkan dunia akan kekuatan persenjataannya.
Di sisi lain, sejumlah negara Eropa menyerukan deeskalasi dan menghindari retorika perang nuklir. Mereka mengingatkan bahwa ancaman nuklir bukan hanya membahayakan pihak yang berseteru, tetapi juga stabilitas global secara keseluruhan.
Meski belum ada tanda-tanda bahwa ancaman tersebut akan diwujudkan, situasi ini menggarisbawahi pentingnya diplomasi strategis antara kekuatan besar dunia untuk mencegah bencana global. PBB pun meminta kedua pihak menahan diri dari aksi provokatif.
pernyataan Medvedev memperlihatkan posisi Rusia yang ingin menegaskan kekuatan militer sebagai bagian dari strategi geopolitik. Sementara itu, respons Trump menunjukkan pendekatan keras dalam menghadapi ancaman.
Situasi ini mengindikasikan perlunya peningkatan komunikasi antar negara besar demi menghindari kesalahpahaman yang bisa berujung konflik besar. Transparansi sistem persenjataan dan perjanjian kontrol senjata menjadi penting untuk mengurangi ketegangan.
Masyarakat internasional diharapkan mendorong dialog terbuka antara Moskow dan Washington untuk meredakan eskalasi. Penggunaan ancaman nuklir dalam retorika politik dinilai berisiko memicu instabilitas yang meluas.
Ke depan, komunitas global perlu menegaskan pentingnya tanggung jawab dalam pengelolaan sistem senjata pemusnah massal. Kepemimpinan dunia harus mengedepankan keamanan kolektif di atas kepentingan unilateral.
Untuk menghindari krisis, penting bagi semua pihak menahan diri dan memilih jalur diplomasi dalam menyelesaikan ketegangan. Penegakan prinsip hukum internasional serta kerjasama multilateral menjadi kunci dalam menjaga perdamaian global. (*)