Jakarta, EKOIN.CO – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sempat menyentuh level di atas Rp16.700 per dolar pada pekan lalu. Mantan Menteri Keuangan periode Maret-Mei 1998, Fuad Bawazier, menegaskan bahwa pelemahan rupiah tersebut bukan dipicu oleh pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Menurut Fuad, penyebab utama pelemahan rupiah adalah kondisi fundamental ekonomi yang belum sepenuhnya kuat. Ia menyebutkan beberapa faktor eksternal juga ikut memengaruhi pergerakan rupiah terhadap dolar AS.
Faktor Fundamental Ekonomi dan Rupiah
Fuad menekankan, faktor ekonomi makro seperti neraca pembayaran, defisit transaksi berjalan, serta ketergantungan pada impor masih memberikan tekanan besar terhadap rupiah. Kondisi tersebut membuat nilai tukar mata uang domestik rentan terhadap gejolak global.
“Pelemahan rupiah sama sekali tidak ada hubungannya dengan revisi UU P2SK. Itu isu terpisah, tidak memengaruhi nilai tukar secara langsung,” kata Fuad Bawazier.
Ia menambahkan, dinamika global termasuk kenaikan suku bunga The Fed dan arus keluar modal dari pasar negara berkembang menjadi penyumbang utama pelemahan rupiah dalam beberapa waktu terakhir.
Dinamika Global Perburuk Rupiah
Kondisi perekonomian dunia yang tidak stabil semakin memperburuk posisi rupiah. Fuad menjelaskan bahwa tekanan dolar AS di pasar global membuat mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, berada dalam posisi sulit.
“Rupiah memang tertekan, tapi itu fenomena yang juga terjadi di banyak negara lain,” ujar Fuad.
Lebih jauh, ia menilai bahwa pemerintah perlu memperkuat sektor riil dan menjaga stabilitas fiskal agar rupiah dapat kembali stabil dalam jangka menengah.
Fuad mengingatkan pengalaman krisis 1998 ketika rupiah terjun bebas akibat lemahnya fundamental ekonomi dan beban utang luar negeri yang tinggi. Menurutnya, pelajaran dari masa lalu itu harus dijadikan acuan agar situasi serupa tidak terulang.
Ia menekankan perlunya strategi jangka panjang dalam menjaga ketahanan ekonomi nasional, termasuk mendorong ekspor dan mengurangi ketergantungan pada impor barang konsumsi.
Selain itu, Fuad juga menyoroti pentingnya koordinasi kebijakan moneter dan fiskal agar tidak menimbulkan kontradiksi dalam pengendalian nilai tukar rupiah.
Meski pelemahan rupiah saat ini cukup dalam, Fuad optimistis nilai tukar bisa kembali menguat jika pemerintah konsisten menjaga stabilitas makroekonomi dan memperkuat daya saing industri domestik.
( * )
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v