RIYADH, EKOIN.CO – Arab Saudi menegaskan bahwa hingga kini mereka belum memiliki senjata nuklir, melainkan hanya mengembangkan program nuklir sipil. Fokus utama program ini adalah pada diversifikasi energi untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak, sejalan dengan visi pembangunan nasional.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Ambisi Nuklir Arab Saudi
Program nuklir Arab Saudi dimulai dengan pembangunan reaktor penelitian di Riyadh yang bekerja sama dengan Argentina. Selain itu, Riyadh juga menjalin komunikasi dengan Amerika Serikat, Rusia, China, dan Korea Selatan terkait pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir.
Dalam dokumen Saudi Vision 2030, disebutkan bahwa energi nuklir menjadi salah satu bagian penting dari strategi transisi energi jangka panjang. Langkah ini ditujukan untuk memperkuat kemandirian energi sekaligus menyiapkan sumber energi ramah lingkungan di masa depan.
Selain reaktor penelitian, Arab Saudi telah memulai eksplorasi uranium di wilayahnya. Fasilitas pengolahan dan konversi uranium juga tengah dipersiapkan untuk mendukung keberlanjutan program energi nuklir sipil tersebut.
Isu Senjata Nuklir dan Iran
Meski Arab Saudi secara resmi menjadi penandatangan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT), spekulasi mengenai potensi pengembangan senjata nuklir tetap muncul. Hal ini tidak lepas dari pernyataan Putra Mahkota Mohammed bin Salman pada 2018 lalu.
“Jika Iran mengembangkan bom nuklir, kami akan mengikuti sesegera mungkin,” kata MBS kala itu dalam wawancara dengan CBS News. Ucapan ini memicu kekhawatiran internasional mengenai arah kebijakan nuklir Riyadh.
Sejumlah analis menilai, ketegangan dengan Iran menjadi faktor utama yang membuat Saudi terus mempercepat program nuklir. Hubungan kedua negara kerap diwarnai persaingan geopolitik, khususnya di kawasan Timur Tengah.
Di sisi lain, ada dugaan bahwa Arab Saudi dapat memperoleh teknologi militer nuklir melalui Pakistan. Kedua negara memiliki hubungan erat, terutama dalam kerja sama pertahanan, meski hingga kini tidak ada bukti nyata adanya transfer teknologi senjata nuklir.
Negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, terus memantau perkembangan nuklir Arab Saudi. Washington menekankan pentingnya transparansi agar Riyadh tetap konsisten pada jalur damai dalam pengembangan nuklir.
Sementara itu, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) juga menyatakan siap bekerja sama dengan Arab Saudi untuk memastikan bahwa program nuklir negara tersebut tetap sesuai dengan standar internasional.
Arab Saudi berulang kali menegaskan bahwa program nuklirnya murni ditujukan untuk kebutuhan energi, riset, dan kesehatan. Hingga kini, belum ada indikasi resmi bahwa Riyadh memulai program senjata nuklir.
Dengan posisi strategis dan kekayaan sumber daya, langkah Arab Saudi di bidang nuklir terus menjadi sorotan. Dunia menunggu kepastian apakah program tersebut akan tetap dalam koridor sipil atau berkembang ke arah militer di masa depan.
Arab Saudi hingga kini menekankan program nuklirnya bersifat sipil dan bagian dari transisi energi. Namun, pernyataan terbuka Putra Mahkota menimbulkan spekulasi bahwa kemungkinan perubahan arah tetap ada.
Komunitas internasional terus memantau langkah Riyadh, khususnya terkait hubungan dengan Iran yang berpotensi memicu perlombaan senjata nuklir di kawasan.
Keterlibatan IAEA dan kerja sama dengan negara-negara besar menjadi kunci dalam memastikan program nuklir Saudi tetap transparan.
Masyarakat global menaruh perhatian serius terhadap program ini karena dampaknya bukan hanya pada Arab Saudi, tetapi juga stabilitas Timur Tengah secara keseluruhan.
Ke depan, konsistensi Arab Saudi dalam menjaga komitmen pada jalur sipil akan menjadi faktor penting yang menentukan arah kebijakan nuklir negara tersebut. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v