Kuantan Singingi EKOIN.CO – Tradisi budaya Pacu Jalur di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, kembali mencuri perhatian publik, kali ini bahkan hingga ke ranah internasional. Seorang bocah bernama Rayyan Arkan Dikha terekam tengah menari di ujung sampan panjang saat lomba berlangsung. Aksinya yang penuh semangat dan keseimbangan viral di media sosial dan menuai beragam tanggapan dari warganet mancanegara.
Dalam video tersebut, Rayyan berdiri tegap di ujung jalur — sebutan untuk perahu panjang khas Pacu Jalur — sambil menggoyangkan tubuhnya mengikuti irama sorakan penonton dan hentakan dayung tim. Bocah berusia 11 tahun itu tanpa rasa takut menjaga keseimbangan sambil menari di tengah perahu yang melaju kencang.
Video ini memicu kemunculan istilah “aura farming” di media sosial. Istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan gaya ekspresif Rayyan yang menambah semangat bagi timnya. Pengguna dari berbagai negara bahkan membuat parodi dan video reaksi terhadap momen unik ini.
Rayyan diketahui berasal dari Desa Pintu Lobang Kari, Kecamatan Kuantan Tengah, Kuansing. Dalam wawancaranya, Rayyan menjelaskan bahwa tariannya tersebut muncul secara spontan. “Itu spontan saja. Tidak ada belajar atau latihan,” ujar Rayyan sebagaimana dikutip dari berbagai media lokal.
Kehadiran Rayyan sebagai Togak Luan, atau penari di ujung perahu, menandakan bahwa timnya sedang memimpin dalam lomba. Tarian tersebut menjadi simbol dominasi dan kekuatan tim yang sedang berlaga di ajang Pacu Jalur.
Tradisi Kuat yang Melekat Sejak Kecil
Sejak kecil, Rayyan sudah akrab dengan Sungai Kuantan. Ia terbiasa berenang dan naik sampan bersama ayahnya. Tak mengherankan jika kemudian ia tumbuh dengan mimpi menjadi bagian dari tradisi Pacu Jalur.
“Ayah sering ngajak ke Pacu Jalur, jadi saya tertarik,” ungkapnya. Ayah Rayyan sendiri merupakan mantan atlet Pacu Jalur dari tim Jalur Tuah Koghi Dubalang Ghajo. Sedangkan sang kakak juga pernah menjadi Togak Luan.
Keinginan kuat Rayyan untuk tampil dalam Pacu Jalur akhirnya terwujud. Ia telah dua tahun bergabung dalam tim yang sama dengan ayahnya. Kini, Rayyan duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar dan memiliki cita-cita menjadi seorang anggota Tentara Nasional Indonesia.
Tradisi Togak Luan sendiri merupakan bagian integral dalam lomba Pacu Jalur. Tugasnya tidak hanya menari, tetapi juga menjaga semangat tim dan menjadi simbol keunggulan. Penampilan Rayyan yang penuh semangat menjadikannya ikon baru dari Pacu Jalur tahun ini.
Warisan Budaya dan Pesan dari Generasi Muda
Pacu Jalur merupakan warisan budaya yang telah turun-temurun dilestarikan oleh masyarakat Kuantan Singingi. Setiap tahun, lomba ini diikuti puluhan tim dari berbagai desa dan selalu menjadi momen penting dalam kalender budaya Riau.
Fenomena Rayyan memberikan nuansa segar dalam penyelenggaraan Pacu Jalur. Aksinya membawa semangat baru, tidak hanya bagi masyarakat lokal, tapi juga memperkenalkan tradisi ini ke dunia luar melalui kekuatan media sosial.
Selain menjadi ajang adu cepat, Pacu Jalur juga menyiratkan semangat kerja sama, kedisiplinan, dan penghargaan terhadap budaya. Anak-anak seperti Rayyan menunjukkan bahwa tradisi ini terus hidup dan dicintai oleh generasi muda.
Tarian spontan Rayyan bukan sekadar hiburan. Ia menjadi simbol penguatan identitas budaya dan kebanggaan daerah. Banyak pihak berharap agar perhatian dunia terhadap video tersebut dapat menjadi momentum untuk promosi wisata budaya Kuansing.
Masyarakat berharap, viralnya aksi Rayyan menjadi inspirasi bagi anak-anak lainnya untuk mencintai dan melestarikan tradisi lokal. Apalagi, di era digital seperti saat ini, konten budaya yang autentik sangat berpotensi menarik perhatian luas.
Sebagai penutup, perhatian dunia terhadap Rayyan Arkan Dikha memberi pesan kuat bahwa budaya lokal memiliki daya tarik yang luar biasa. Pemerintah daerah dapat menjadikan momen ini sebagai peluang untuk mendorong promosi wisata budaya secara lebih masif.
Pacu Jalur bukan sekadar lomba perahu, melainkan cerminan dari semangat kolektif masyarakat Kuansing dalam merawat warisan budaya. Tarian Rayyan mempertegas bahwa nilai-nilai tradisi masih berdenyut dalam jiwa anak-anak Indonesia.
Kisah Rayyan juga mengingatkan pentingnya peran keluarga dalam mengenalkan budaya sejak dini. Dukungan ayah dan kakaknya menjadikan Rayyan tidak hanya memahami, tapi juga mencintai tradisi yang diwariskan secara turun-temurun itu.
Dalam konteks pendidikan, pengalaman Rayyan bisa menjadi contoh bahwa pembelajaran tidak selalu harus formal. Pengalaman langsung di lapangan, seperti mengikuti Pacu Jalur, memberi nilai edukatif yang kuat dan bermakna.
viralnya penampilan Rayyan sebagai Togak Luan memperlihatkan betapa budaya lokal bisa menjadi pusat perhatian global jika disampaikan secara autentik dan menginspirasi. Masyarakat dan pemerintah diharapkan terus membina generasi muda agar tetap bangga terhadap jati diri budaya mereka. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v