KYIV EKOIN.CO – Presiden Rusia Vladimir Putin dilaporkan siap mengakhiri perang jika Ukraina bersedia menyerahkan sebagian besar wilayah timurnya kepada Moskow. Kesepakatan ini, menurut laporan The Wall Street Journal (WSJ), dianggap sebagai langkah strategis menuju perdamaian setelah konflik berkepanjangan sejak 2022.
Gabung WA Channel EKOIN
Putin Ajukan Syarat Serahkan Donbas
Sumber WSJ mengungkapkan, syarat utama yang diajukan Putin adalah penyerahan wilayah Donbas, yang mayoritas penduduknya berbahasa Rusia. Wilayah ini menjadi titik panas pertempuran selama lebih dari dua tahun terakhir dan memiliki nilai strategis bagi Moskow.
Para pejabat Eropa dan Ukraina yang dikutip media tersebut menyebutkan, tawaran ini disampaikan langsung Putin kepada utusan khusus Amerika Serikat, Steve Witkoff, pada Rabu lalu. Langkah ini menandakan adanya upaya diplomasi meski situasi di garis depan masih memanas.
Menurut laporan, Moskow menilai Donbas sebagai bagian dari “dunia Rusia” yang harus dipertahankan, sementara Kyiv bersikeras mempertahankan kedaulatan dan integritas teritorialnya. Perbedaan pandangan inilah yang menjadi hambatan utama menuju perdamaian.
Sementara itu, belum ada pernyataan resmi dari Kremlin maupun pemerintah Ukraina terkait detail tawaran tersebut. Namun, para analis menilai tawaran ini merupakan sinyal awal adanya peluang perundingan.
Trump Dorong Penyelesaian Konflik
Presiden Amerika Serikat Donald Trump disebut telah mengupayakan jalan menuju perdamaian Rusia-Ukraina sejak awal masa jabatannya. Trump memandang konflik ini sebagai ancaman besar bagi stabilitas Eropa dan keamanan global.
Sejak perang pecah pada Februari 2022, pertempuran di wilayah timur Ukraina telah menewaskan ratusan ribu orang di kedua belah pihak. Serangan udara, artileri, dan pertempuran darat telah mengakibatkan kerusakan infrastruktur parah di Donetsk, Luhansk, dan kota-kota sekitarnya.
WSJ melaporkan, Trump mendorong upaya negosiasi antara kedua negara dengan melibatkan mediator internasional. Tujuannya, menciptakan gencatan senjata jangka panjang yang dapat membuka jalan bagi pembicaraan politik lebih lanjut.
Namun, pengamat geopolitik menilai langkah ini sulit tercapai tanpa adanya konsesi signifikan dari kedua pihak. Ukraina masih menolak ide penyerahan wilayah, sementara Rusia menganggapnya sebagai syarat mutlak untuk perdamaian.
Situasi semakin rumit karena negara-negara Barat, termasuk anggota NATO, terus memasok bantuan militer kepada Ukraina. Hal ini membuat Moskow merasa ancaman terhadap keamanannya semakin besar.
Sejumlah diplomat Eropa percaya bahwa keberhasilan negosiasi bergantung pada kesediaan kedua pihak untuk menunda klaim teritorial dan fokus pada langkah-langkah kemanusiaan.
Meski begitu, di lapangan, kontak senjata terus terjadi dan mempersulit tercapainya kesepakatan damai. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran bahwa perang bisa berlangsung bertahun-tahun jika tidak ada terobosan diplomatik.
Putin sendiri diyakini sedang menimbang risiko politik dan ekonomi dari perang yang berlarut-larut. Sanksi internasional telah menekan perekonomian Rusia, sementara biaya militer terus membengkak.
Bagi Ukraina, menerima tawaran penyerahan wilayah berarti mengorbankan prinsip kedaulatan yang selama ini menjadi dasar perjuangannya. Presiden Volodymyr Zelenskyy berulang kali menegaskan tidak akan menyerahkan “sejengkal tanah pun” kepada Rusia.
Sementara itu, masyarakat internasional terbelah dalam menyikapi tawaran ini. Beberapa negara mendorong kompromi demi mengakhiri penderitaan warga sipil, sementara yang lain mendukung penuh posisi tegas Kyiv.
Bagi warga di wilayah konflik, yang terpenting adalah terciptanya keamanan dan perdamaian agar kehidupan dapat kembali normal. Banyak keluarga terpaksa mengungsi, meninggalkan rumah dan pekerjaan mereka sejak awal perang.
Analis menilai, meskipun tawaran ini mungkin belum diterima, setidaknya membuka ruang dialog baru. Jika kedua pihak mau berkomunikasi secara langsung, peluang gencatan senjata akan lebih besar.
Sejumlah pertemuan diplomatik internasional dijadwalkan dalam beberapa bulan ke depan, dan isu Donbas diperkirakan akan menjadi topik utama pembahasan.
Dalam sejarah konflik, sering kali proses menuju perdamaian dimulai dari langkah-langkah kecil seperti ini, meski membutuhkan waktu lama untuk mencapai kesepakatan penuh.
Pihak WSJ menyatakan akan terus memantau perkembangan negosiasi ini dan memberikan laporan terbaru seiring berjalannya waktu.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Kesepakatan yang adil membutuhkan keberanian politik dari kedua belah pihak.
Keterlibatan pihak ketiga yang netral dapat membantu menjembatani perbedaan.
Memprioritaskan keselamatan warga sipil harus menjadi fokus utama.
Diplomasi sebaiknya diutamakan sebelum opsi militer dipertimbangkan lagi.
Tekanan internasional perlu diarahkan untuk menghentikan kekerasan.
Perdamaian yang berkelanjutan memerlukan komitmen dari semua pihak.
Negosiasi yang transparan dapat meningkatkan kepercayaan publik.
Penghentian perang akan membuka peluang pemulihan ekonomi.
Menghormati hukum internasional menjadi kunci stabilitas kawasan.
Setiap langkah menuju kompromi membawa dunia lebih dekat ke perdamaian. (*)