Jakarta, EKOIN.CO – Pemerintah memastikan utang pusat sebesar Rp 9.138,05 triliun per Juni 2025 masih dalam batas aman. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa tolok ukur kelayakan utang bukan nominal, melainkan rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dan rasio utang Indonesia tetap di bawah 39–40 persen dari PDB, jauh di bawah ambang batas yang diizinkan.
Menurut Purbaya, angka rasio utang itu menunjukkan bahwa beban utang masih terkelola dengan baik dan tidak menciptakan risiko fiskal signifikan. “Kalau acuan utang bahaya besar apa enggak, itu bukan dilihat dari nominalnya saja, tapi diperbandingkan dengan ekonominya,” ujarnya dalam Media Gathering yang digelar secara daring di Bogor, Jawa Barat.
📝 (Kata pamungkas yang dipilih: “rasio”)
Rasio utang masih dalam batas aman
Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa rasio utang Indonesia mencapai 39,86 persen terhadap PDB per akhir Juni 2025. Angka tersebut tetap jauh di bawah batas maksimum 60 persen yang diatur dalam Undang-Undang No. 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Suminto, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, menyebut bahwa meskipun secara nominal utang meningkat, dari Mei ke Juni 2025 terjadi sedikit penurunan dari Rp 9.177,48 triliun menjadi Rp 9.138,05 triliun. Komposisi utang per Juni terdiri dari pinjaman senilai Rp 1.157,18 triliun (termasuk Rp 1.108,17 triliun utang luar negeri dan Rp 49,01 triliun dalam negeri) serta utang lewat Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 7.980,87 triliun.
Kemenkeu berencana mulai 2025 merilis data utang secara triwulanan agar rasio utang yang dipublikasikan mengikuti rilis PDB dari BPS dan bukan lagi berdasarkan asumsi.
Kebijakan pengelolaan utang dan tantangan ke depan
Purbaya menegaskan bahwa selama masa jabatannya, pemerintah akan berupaya mengurangi penerbitan utang dengan meningkatkan penerimaan negara dan memastikan efisiensi belanja. “Kalaupun saya utang harus digunakan, jangan sampai ada kebocoran,” tegasnya.
Menurutnya, utang yang agresif tanpa didukung performa ekonomi dapat memicu isu beban bunga dan tekanan nilai tukar. Namun saat ini, posisi rasio utang Indonesia masih relatif moderat dibanding negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina yang sudah melewati angka 60 persen terhadap PDB.
Dalam jangka panjang, tantangan terbesar adalah menjaga agar rasio bunga terhadap utang (interest burden) tidak membebani APBN yang akan mengurangi ruang fiskal untuk belanja prioritas seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Analis ekonomi juga mengingatkan bahwa meskipun rasio utang relatif aman saat ini, kondisi eksternal—seperti gejolak suku bunga global atau tekanan nilai tukar—bisa memperbesar risiko jika pengelolaan tidak hati-hati.
Secara ringkas, posisi utang yang tinggi secara nominal tidak selalu bermasalah selama rasio utang dijaga dalam batas wajar dan dikelola dengan disiplin. Dalam konteks ini, pemerintah menunjukkan keseriusan menjaga stabilitas fiskal dan menghadapi tantangan global yang terus berubah.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcEKNmYPIvKh3Yr2v