Bandung, EKOIN.CO – Demonstrasi mahasiswa di sekitar kampus Universitas Islam Bandung (UNISBA) dan Universitas Pasundan (UNPAS) berujung ricuh setelah aparat keamanan menggunakan gas air mata, Senin (22/9/2025). Penggunaan gas air mata dalam penanganan aksi tersebut memicu protes dari mahasiswa, lembaga hak asasi manusia, hingga organisasi masyarakat sipil yang menilai tindakan itu berlebihan. Gabung WA Channel EKOIN.
Mahasiswa menyebut penggunaan gas air mata tidak hanya berdampak pada massa aksi, tetapi juga mengganggu aktivitas akademik di sekitar kampus. Beberapa di antara mereka mengalami sesak napas, iritasi mata, hingga harus mendapat pertolongan medis. Situasi ini menimbulkan keresahan luas, terutama karena aksi berlangsung di lingkungan pendidikan yang seharusnya aman.
Gas air mata picu keresahan mahasiswa
Sejumlah mahasiswa UNISBA dan UNPAS menuturkan, gas air mata masuk hingga ke ruang kelas serta area kampus, membuat perkuliahan terganggu. “Kami hanya ingin menyampaikan aspirasi, tapi gas air mata ditembakkan tanpa mempertimbangkan keselamatan mahasiswa yang sedang kuliah,” ujar salah satu peserta aksi.
Kondisi ini diperparah dengan bentrokan antara aparat dan kelompok mahasiswa yang bertahan di jalan utama sekitar kampus. Lalu lintas di kawasan tersebut sempat lumpuh akibat kericuhan, sementara warga sekitar ikut terdampak.
Penggunaan gas air mata dalam area pendidikan langsung menuai kritik dari lembaga hak asasi manusia. Mereka menegaskan bahwa aparat semestinya mengedepankan pendekatan dialogis, bukan represif, terutama di ruang yang dekat dengan masyarakat sipil.
Seruan penyelidikan atas bentrok kampus
Lembaga HAM menilai penggunaan gas air mata di sekitar UNISBA dan UNPAS sebagai pelanggaran terhadap prinsip keamanan publik. Mereka menyerukan agar ada penyelidikan independen terkait prosedur pengamanan yang dilakukan.
“Penggunaan kekuatan berlebihan, apalagi di sekitar kampus, jelas bertentangan dengan standar internasional dalam penanganan aksi unjuk rasa,” tegas salah satu perwakilan lembaga HAM. Seruan ini diperkuat oleh organisasi mahasiswa yang meminta pertanggungjawaban dari aparat terkait dampak yang dialami warga dan mahasiswa.
Pakar hukum tata negara juga menyampaikan pandangan bahwa kampus memiliki kedudukan khusus sebagai ruang kebebasan akademik. Karena itu, segala bentuk tindakan represif di dalam atau di sekitar lingkungan kampus harus melalui pertimbangan matang.
Dukungan terhadap mahasiswa datang dari berbagai jaringan aktivis di Bandung yang menilai aparat seharusnya memberi ruang berekspresi. Menurut mereka, penyampaian aspirasi adalah hak konstitusional yang tidak boleh dihadapi dengan kekerasan.
Situasi pasca-kericuhan kini mulai kondusif, meski sejumlah mahasiswa masih menjalani perawatan akibat paparan gas air mata. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari aparat mengenai alasan penggunaan gas air mata di sekitar kampus.
Penggunaan gas air mata di sekitar kampus Bandung memicu keresahan besar karena berdampak langsung pada mahasiswa dan aktivitas akademik.
Kejadian ini memperlihatkan ketegangan antara aparat dan mahasiswa yang belum menemukan titik temu dalam mekanisme penyampaian aspirasi.
Lembaga HAM mendesak adanya penyelidikan untuk memastikan prosedur pengamanan dilakukan sesuai standar hak asasi manusia.
Kritik publik menekankan pentingnya mengedepankan dialog agar kampus tetap menjadi ruang aman bagi kegiatan belajar-mengajar.
Situasi ini menjadi pengingat bahwa penanganan aksi harus menjunjung tinggi keamanan, demokrasi, dan hak sipil tanpa penggunaan kekerasan yang berlebihan. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v