Jakarta, EKOIN.CO – Kekecewaan mendalam dirasakan oleh sejumlah tim peserta Liga Sepakbola Karyawan (Gala Karya) 2025 atas keputusan panitia yang dinilai tidak profesional dan inkonsisten dalam menjalankan peraturan turnamen. Kompetisi yang berlangsung di Stadion Soemantri Brodjonegoro, Jakarta, sejak 5 hingga 12 Oktober 2025 itu menuai kritik tajam dari para pelatih dan manajemen tim.
Tim Bank Kalbar, Beakuda Sambas, Manokwari Selatan, dan RPL Banten menjadi beberapa di antara peserta yang menyuarakan protes. Mereka menilai panitia penyelenggara Gala Karya gagal menegakkan aturan yang telah disepakati sejak awal dan justru mengambil keputusan yang tidak sesuai dengan hasil technical meeting.
“Ini turnamen tingkat nasional yang harusnya menjunjung tinggi semangat fair play dan profesionalisme. Tapi kenyataannya, panitia tidak konsisten dan bahkan melanggar peraturan yang mereka buat sendiri,” ujar salah satu pelatih tim peserta dengan nada kecewa.
Turnamen Gala Karya 2025 diikuti oleh 16 tim dari berbagai perusahaan dan instansi di seluruh Indonesia, dengan total sekitar 480 peserta, termasuk pemain dan ofisial. Ajang yang digagas oleh Yayasan Gala Karya Indonesia ini sejatinya menjadi sarana silaturahmi dan wadah bakat sepakbola karyawan dari berbagai daerah. Namun, semangat kebersamaan itu kini dinodai oleh kontroversi keputusan teknis panitia.
*Aturan Berubah di Tengah Jalan*
Dalam technical meeting yang digelar pada 4 Oktober 2025, panitia menetapkan sistem pertandingan setengah kompetisi — di mana hanya juara grup yang berhak melaju ke babak semifinal. Namun, keputusan tersebut mendadak berubah setelah fase penyisihan grup selesai.
Panitia kemudian memutuskan untuk menambah babak perdelapan final, dengan alasan adanya desakan dari tim-tim runner-up grup yang merasa perlu diberi kesempatan lanjut. Keputusan ini disetujui oleh Ketua Penyelenggara M. Jaelani Saputra dan Sekjen Ivan, yang dinilai para peserta sebagai langkah tidak profesional dan tidak konsisten.
“Peraturan sudah jelas ditetapkan. Tapi tiba-tiba, hanya karena ada tekanan dari tim tertentu, panitia langsung mengubah format kompetisi. Ini tidak adil dan merusak kredibilitas turnamen,” tegas seorang manajer tim.
*Dugaan Ketidakberesan dan Permintaan Evaluasi*
Perubahan sistem secara mendadak itu menimbulkan kecurigaan adanya praktik yang tidak sehat di balik penyelenggaraan turnamen. Sejumlah pelatih dan manajemen tim meminta pihak berwenang, termasuk asosiasi sepakbola terkait, untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan Gala Karya 2025.
“Tim kami sudah berjuang keras dan keluar sebagai juara grup. Tapi tiba-tiba status itu diubah hanya karena keputusan sepihak panitia. Ini menimbulkan tanda tanya besar,” ujar salah satu pelatih dari tim Kalimantan.
Lebih lanjut, para peserta juga menyoroti kerugian finansial dan moral yang mereka alami. Tim-tim dari luar daerah, termasuk dari Kalimantan, datang dengan rombongan mencapai 21 orang menggunakan biaya sendiri yang tidak sedikit.
“Kami datang jauh-jauh dengan semangat dan biaya besar. Tapi semua perjuangan itu seolah sia-sia karena keputusan panitia yang semena-mena. Liga ini seharusnya menjadi ajang profesional, bukan seperti turnamen tingkat kampung,” keluh seorang ofisial tim Bank Kalbar.
*Ajang Bergengsi yang Kehilangan Wibawa*
Gala Karya selama ini dikenal sebagai ajang prestisius bagi karyawan dari berbagai sektor untuk menunjukkan kemampuan di bidang olahraga, khususnya sepakbola. Namun insiden tahun ini membuat reputasi turnamen tersebut dipertanyakan.
Peserta berharap, penyelenggara ke depan mampu memperbaiki tata kelola dan menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas, agar semangat kebersamaan yang menjadi tujuan utama turnamen tidak tercoreng oleh keputusan sepihak dan ketidakprofesionalan.
“Kami tidak ingin kejadian ini terulang. Evaluasi harus dilakukan secara terbuka agar Gala Karya bisa kembali dipercaya sebagai ajang nasional yang bermartabat,” pungkas salah satu pelatih.