Jakarta, Ekoin.co – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mewajibkan negara menggratiskan pendidikan dasar SD dan SMP. Namun, hal ini tidak serta-merta menghapus pungutan di sekolah swasta. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menegaskan, sekolah swasta tetap boleh memungut biaya dengan syarat tertentu.
“Yang kami pahami, putusan ini tidak menggratiskan semua pendidikan negeri dan swasta. Swasta masih boleh memungut biaya dengan ketentuan berlaku,” ujar Mu’ti di Gedung Pancasila, Jakarta Pusat, Senin (2/6/2025). Saat ini, ia menunggu arahan Presiden Prabowo Subianto untuk langkah selanjutnya.
Koordinasi dengan Kemenkeu dan DPR
Mu’ti menyatakan, implementasi putusan MK memerlukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Perubahan anggaran harus dibahas, termasuk dengan DPR. “Ini berarti revisi anggaran tengah tahun, perlu pembicaraan dengan Menkeu dan DPR,” katanya.
Ia menekankan, meski putusan MK bersifat final, teknis pelaksanaannya harus dikaji matang. Substansi dan dampaknya terhadap sistem pendidikan nasional perlu diperhitungkan. “Pertama, pahami substansi putusan. Kedua, evaluasi kebijakan saat ini. Baru kemudian susun skema pelaksanaannya,” jelas Mu’ti.
Sementara itu, Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifuddin berpendapat, sekolah swasta premium harus dikecualikan dari aturan ini. “Sekolah swasta dengan layanan khusus seharusnya dipisahkan,” ujarnya dalam Obrolan News RoomKompas.com, Jumat (30/5/2025).
Swasta Premium Tidak Perlu Digratiskan
Hetifah menjelaskan, tidak semua sekolah swasta sama. Ada yang hadir di daerah terpencil, ada pula yang menawarkan fasilitas premium. “Sekolah negeri mungkin tanpa AC, sementara swasta menyediakan lebih, sehingga biayanya tinggi,” katanya.
Ia menambahkan, banyak orang tua sengaja memilih sekolah swasta premium untuk layanan berbeda. “Mereka bukan karena tidak kebagian sekolah negeri, tapi ingin kualitas lebih,” tegas Hetifah. Oleh karena itu, menurutnya, tidak logis jika negara menanggung biaya sekolah premium.
Hetifah mengusulkan implementasi bertahap. Prioritas harus diberikan pada sekolah swasta murah di daerah 3T. “Contohnya sekolah Muhammadiyah atau yayasan Kristen di Papua,” ujarnya. Setelah tahap awal berhasil, kebijakan bisa diperluas dengan evaluasi berkala.
Putusan MK dan Dasar Hukum
MK mengabulkan sebagian gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas. Frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” kini mengikat negara. Putusan ini sejalan dengan standar HAM internasional, seperti Pasal 26 Deklarasi Universal HAM 1948.
Dokumen putusan nomor 3/PUU-XXII/2024 menegaskan, hak atas pendidikan harus universal dan non-diskriminatif. Namun, penerapannya di Indonesia memerlukan penyesuaian, terutama bagi sekolah swasta dengan karakter khusus. (*)
Berlangganan gratis WANEWS EKOIN lewat saluran WhatsUp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v**