OSIJEK, EKOIN.CO – Seorang pemuda asal Inggris bernama Daniel Jackson (20) menjadi sorotan internasional setelah mendirikan sebuah negara baru di wilayah sengketa perbatasan Kroasia dan Serbia. Berbekal mimpi masa kecil dan pengetahuan hukum wilayah tak bertuan, ia kini memimpin Republik Bebas Verdis yang memiliki lebih dari 400 warga.
Gabung WA Channel EKOIN di sini
Jackson mendirikan negara itu di kawasan hutan di tepi Sungai Danube, pada area seluas kurang dari 125 hektar yang dalam peta disebut “Pocket 3”. Wilayah ini belum diklaim oleh negara manapun akibat sengketa perbatasan yang berkepanjangan.
Deklarasi kemerdekaan dilakukan pada 30 Mei 2019, dan sejak saat itu Verdis dikenal sebagai salah satu negara terkecil di dunia, menempati posisi kedua setelah Kota Vatikan.
Mimpi Masa Kecil Menjadi Negara
Daniel mengaku sudah memikirkan konsep Verdis sejak usia 14 tahun. “Awalnya hanya eksperimen kecil bersama teman-teman, bukan sesuatu yang saya anggap serius, tapi kami semua punya impian untuk menciptakan sesuatu yang gila,” ujarnya seperti dilansir Sanook.com, Jumat (8/8/2025).
Setelah memasuki usia 18 tahun, ia mulai meletakkan fondasi negara tersebut. Jackson merancang undang-undang, bendera, serta sistem pemerintahan yang kini telah memiliki kabinet resmi. Bahasa yang digunakan adalah Inggris, Kroasia, dan Serbia, sedangkan mata uang resminya adalah Euro.
Verdis memiliki populasi sekitar 400 orang, mayoritas pendukung yang mendaftar secara daring sebagai warga negara. Meskipun mereka belum semua tinggal di wilayah tersebut, komunitasnya aktif secara virtual.
Daniel yang berprofesi sebagai desainer digital membiayai pembangunan negaranya melalui pendapatan dari menciptakan dunia virtual di platform Roblox. Penghasilan itu digunakan untuk mendukung operasional dan promosi Verdis.
Wilayah Verdis hanya dapat diakses menggunakan perahu dari kota Osijek di Kroasia. Namun, akses fisik ini sering terhambat karena berbagai kendala politik dan hukum perbatasan.
Pada Oktober 2023, pihak kepolisian Kroasia menahan sejumlah orang yang berusaha masuk, termasuk Jackson sendiri. “Mereka mendeportasi kami tanpa memberikan alasan yang jelas,” kata Jackson kepada SWNS News.
Tantangan di Perbatasan Negara
Setelah insiden itu, Jackson mendapatkan larangan masuk seumur hidup ke Kroasia. Hal ini mempersulit pengembangan negara Verdis secara langsung dari lokasi. Meski begitu, kegiatan administratif tetap berjalan dari jarak jauh.
Penduduk Verdis sebagian besar terhubung melalui platform daring. Mereka menggelar rapat, mengatur proyek, dan mengatur kegiatan sosial secara virtual. Jackson menyebut model ini sebagai “pemerintahan digital” yang inovatif.
Upaya mendapatkan pengakuan internasional masih menjadi tantangan besar. Hingga kini, Verdis belum diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa atau negara lain. Namun, Jackson optimistis bahwa suatu hari Verdis akan mendapat legitimasi resmi.
Menurut Jackson, keberadaan Verdis menunjukkan bahwa konsep negara tidak selalu terikat pada pengakuan politik, tetapi juga pada komunitas yang bersatu dengan tujuan bersama. Ia percaya komunitas digital dapat menjadi kekuatan politik baru di masa depan.
Meski menghadapi penolakan dari Kroasia, Jackson terus melakukan kampanye global untuk mengenalkan Verdis. Ia memanfaatkan media sosial, wawancara media, dan forum internasional untuk mempromosikan negaranya.
Sejumlah pengamat hukum internasional menyebut kasus ini sebagai contoh unik dari “mikronasi” yang memanfaatkan celah hukum perbatasan. Fenomena seperti Verdis dianggap jarang terjadi, namun selalu menarik perhatian publik.
Jackson juga mengumumkan rencana jangka panjang, termasuk membangun infrastruktur ramah lingkungan di wilayah Verdis. Ia ingin menjadikan negaranya sebagai model negara hijau yang mandiri.
Di tengah semua tantangan, komunitas Verdis tetap aktif. Mereka mengadakan perayaan tahunan setiap 30 Mei untuk memperingati hari kemerdekaan, meski sebagian besar dilakukan secara virtual.
Pemerintah setempat sebaiknya mempertimbangkan dialog damai agar sengketa wilayah tidak memicu konflik berkepanjangan.
Komunitas internasional perlu memberikan panduan hukum bagi individu yang berupaya mendirikan negara baru.
Pemerintahan Verdis dapat meningkatkan transparansi agar mudah mendapatkan simpati publik global.
Teknologi digital harus dimanfaatkan untuk memperkuat identitas dan layanan publik negara kecil.
Kolaborasi dengan negara tetangga penting demi stabilitas kawasan.
Kasus Verdis menjadi bukti bahwa mimpi pribadi dapat berkembang menjadi gerakan kolektif.
Mendirikan negara memerlukan visi, tekad, dan strategi yang matang.
Pengakuan internasional menjadi tantangan terbesar bagi setiap entitas politik baru.
Kendala hukum dan politik perbatasan memerlukan solusi kreatif dan damai.
Verdis menunjukkan bahwa batas negara tidak selalu ditentukan oleh garis di peta. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v