Jakarta EKOIN.CO – Pemerintah tengah mengkaji opsi pemberlakuan BBNKB gratis sebagai strategi meringankan beban masyarakat sekaligus mendorong penjualan kendaraan di tengah kondisi daya beli yang melemah. Langkah ini dinilai sebagai jurus baru agar harga jual kendaraan lebih terjangkau.
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v
Asisten Deputi Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, Elektronika, dan Aneka (Ilmate) Kemenko Perekonomian, Atong Soekirman, menyebutkan bahwa potongan pajak bisa bervariasi. “Kita minta potongan (BBNKB) 50 persen untuk balik nama. Kalau memang dimungkinkan bebas 100 persen, 50 persen, atau lima persen, mungkin ini sebagai jurus baru agar harga jual bisa turun,” ujar Atong, Sabtu (27 September 2025).
Dampak BBNKB Gratis Terhadap Daya Beli
Menurut Atong, beban pajak kendaraan saat ini mencapai hampir 40 persen dari harga jual. Jumlah itu mencakup gabungan dari BBNKB, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta beberapa tarif tambahan lain. Dengan tingginya persentase tersebut, harga kendaraan otomatis ikut naik, sehingga menekan minat beli masyarakat.
Ia menekankan bahwa langkah paling realistis adalah penyesuaian BBNKB terlebih dahulu. Berbeda dengan PPN maupun Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang membutuhkan revisi undang-undang, perubahan kebijakan pada BBNKB lebih cepat dilakukan.
“Kita mulai dulu pendekatan ke non-pajak, yaitu BBN. Kalau merujuk surat Permendagri soal BBN untuk kendaraan listrik, itu dimungkinkan. Dengan begitu, harga bisa lebih terjangkau di tengah daya beli masyarakat yang sedang turun. Harapannya ada pembeli,” jelas Atong.
Rencana BBNKB gratis juga dinilai berpotensi mendorong pertumbuhan sektor otomotif, yang belakangan mengalami penurunan penjualan. Pemerintah berharap kebijakan ini dapat memberi stimulus ekonomi tanpa membebani masyarakat yang daya belinya tertekan.
Pertimbangan Fiskal dan Penerimaan Daerah
Meski begitu, Atong menegaskan bahwa kebijakan BBNKB gratis masih dalam tahap pembahasan lintas kementerian dan lembaga. Pemerintah perlu menimbang dampak fiskal agar kebijakan tersebut tidak mengganggu penerimaan daerah yang bersumber dari pajak kendaraan bermotor.
Seperti diketahui, BBNKB merupakan salah satu sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jika dihapuskan tanpa skema kompensasi, dikhawatirkan akan mengurangi kapasitas fiskal pemerintah daerah dalam membiayai program layanan publik.
Sementara itu, kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan seperti mobil listrik sudah mendapatkan pengecualian dari pajak BBNKB. Aturan ini tertuang dalam UU Hubungan Keuangan Pemerintah Daerah (HKPD).
Pasal 7 ayat (3) huruf d UU HKPD menyebutkan bahwa kendaraan bermotor berbasis energi terbarukan tidak termasuk objek Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Ketentuan ini juga ditegaskan dalam Pasal 12 ayat (3) huruf d terkait pengecualian dari pengenaan BBNKB.
Peraturan tersebut diperkuat melalui Permendagri 7/2025, yang pada Pasal 3 ayat (2) huruf d serta Pasal 6 ayat (2) huruf d, kembali menegaskan pengecualian pajak untuk kendaraan listrik. Dengan adanya payung hukum tersebut, BBNKB gratis pada kendaraan tertentu sudah lebih dulu berjalan.
Namun, wacana perluasan kebijakan ini untuk kendaraan bermotor konvensional masih terus dikaji. Pemerintah ingin memastikan bahwa insentif fiskal mampu mendorong konsumsi masyarakat tanpa menimbulkan defisit pada anggaran daerah.
Jika kebijakan BBNKB gratis ini terealisasi, pasar otomotif diperkirakan akan mengalami peningkatan permintaan. Masyarakat yang selama ini menunda pembelian kendaraan karena harga tinggi, bisa terdorong untuk melakukan transaksi.
Kebijakan ini pun diharapkan memberi dampak positif pada ekosistem industri otomotif nasional, mulai dari pabrikan hingga jaringan distribusi. Dengan meningkatnya perputaran penjualan kendaraan, lapangan kerja di sektor terkait juga dapat terdongkrak.
Pemerintah menegaskan bahwa arah kebijakan ini tidak hanya menyangkut aspek ekonomi, tetapi juga sosial. Beban biaya masyarakat dapat berkurang, sementara sektor usaha mendapat dorongan untuk bangkit. Namun, semua keputusan akhir tetap akan mempertimbangkan keseimbangan fiskal pusat dan daerah.
Ke depan, pemerintah akan melibatkan lebih banyak pihak untuk merumuskan skema teknis BBNKB gratis yang ideal. Diskusi melibatkan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah agar tercapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak.
Dengan begitu, kebijakan ini berpotensi menjadi salah satu solusi strategis dalam memperkuat daya beli masyarakat sekaligus menghidupkan kembali industri otomotif nasional. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v