Bogor,EKOIN.CO- Pemerintah Indonesia tengah mengkaji transisi energi bersih menuju Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai langkah strategis mengurangi beban subsidi listrik yang terus meningkat. Kajian ini dibahas dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di kediamannya, Hambalang, Bogor, pada Kamis (18/9/2025). Bergabung di WA Channel EKOIN.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa pemerintah melihat transisi ke energi bersih, khususnya PLTS, sebagai instrumen penting dalam mengurangi ketergantungan pada energi berbasis fosil. Ia menekankan bahwa subsidi listrik membebani anggaran negara, sehingga langkah konkret harus segera diambil untuk meringankan beban fiskal tersebut.
Transisi energi untuk tekan subsidi listrik
Menurut Purbaya, penerapan energi surya berpotensi besar karena Indonesia memiliki intensitas sinar matahari yang melimpah sepanjang tahun. Dengan kondisi geografis tersebut, PLTS dipandang sebagai solusi yang tepat untuk mendukung kebutuhan listrik nasional tanpa menambah beban subsidi.
Pemerintah juga menilai transisi energi ini akan memberi manfaat ganda. Selain mengurangi ketergantungan pada subsidi, langkah tersebut dapat membantu menurunkan emisi karbon sesuai komitmen Indonesia dalam Paris Agreement. “Kita harus memastikan transisi ini berjalan efektif agar beban subsidi bisa berkurang, sekaligus kita tetap sejalan dengan target pengurangan emisi,” kata Purbaya.
Dalam rapat terbatas itu, Presiden Prabowo menekankan pentingnya kebijakan yang realistis. Ia meminta kementerian terkait untuk menghitung secara detail dampak penerapan PLTS, termasuk kebutuhan investasi, kesiapan infrastruktur, serta dampak sosial-ekonomi terhadap masyarakat.
Potensi besar energi surya di Indonesia
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memaparkan bahwa potensi energi surya di Indonesia mencapai lebih dari 200 gigawatt. Namun, realisasi pemanfaatannya masih jauh dari maksimal. Hingga kini, kontribusi PLTS dalam bauran energi nasional baru sekitar 0,3 persen.
Dengan kondisi tersebut, pemerintah berupaya mempercepat pembangunan PLTS di berbagai wilayah, baik skala besar maupun kecil. PLTS atap untuk rumah tangga dan industri juga didorong agar masyarakat ikut serta dalam transisi energi bersih.
Salah satu fokus pembahasan dalam rapat adalah bagaimana memperluas pembangunan PLTS tanpa menimbulkan beban fiskal baru. Purbaya menuturkan, pemerintah akan mencari skema pendanaan kreatif, termasuk mendorong partisipasi swasta dan kerja sama internasional.
Di sisi lain, sejumlah pihak menilai percepatan PLTS perlu diimbangi dengan peningkatan infrastruktur jaringan listrik. Kapasitas penyaluran harus diperkuat agar listrik dari PLTS dapat terserap dengan optimal.
Selain itu, diperlukan regulasi yang lebih jelas terkait tarif listrik dari energi surya. Tanpa kepastian harga, investor dikhawatirkan enggan berpartisipasi dalam proyek-proyek PLTS.
Dalam kesempatan itu, Purbaya juga menyinggung perlunya mekanisme transisi yang berkeadilan. Masyarakat kecil yang saat ini masih menikmati subsidi listrik harus tetap dilindungi. “Kita tidak bisa serta-merta menghapus subsidi tanpa memperhatikan dampak ke masyarakat. Skema perlindungan sosial tetap harus ada,” ujarnya.
Sejumlah lembaga internasional, termasuk Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB), disebut siap mendukung proyek transisi energi Indonesia. Bentuk dukungan tersebut mencakup pendanaan, teknologi, hingga transfer keahlian.
Langkah pemerintah ini diharapkan mampu menjadi titik balik dalam kebijakan energi nasional. Transisi menuju PLTS dipandang tidak hanya sebagai upaya menekan beban fiskal, tetapi juga strategi untuk menciptakan masa depan energi yang lebih berkelanjutan.
Indonesia sebelumnya telah menargetkan bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025. Namun, capaian hingga kini masih berada di bawah 15 persen. Kondisi itu mendorong pemerintah mempercepat pengembangan energi terbarukan, khususnya energi surya.
Pengamat energi menilai, transisi energi menuju PLTS juga bisa membuka lapangan kerja baru. Industri panel surya, instalasi, hingga pemeliharaan diperkirakan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Hal ini dapat menjadi nilai tambah bagi perekonomian nasional.
Lebih jauh, pemerintah menilai implementasi PLTS skala besar juga berpotensi menekan biaya impor energi. Selama ini, sebagian kebutuhan listrik masih ditopang oleh bahan bakar minyak impor yang rentan fluktuasi harga global.
Purbaya menekankan, pembahasan akan berlanjut dalam rapat-rapat teknis lintas kementerian. Ia memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil akan mempertimbangkan aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial secara seimbang.
Presiden Prabowo meminta agar rekomendasi terkait penerapan PLTS disiapkan dalam waktu dekat. Keputusan resmi pemerintah mengenai arah transisi energi diperkirakan akan diumumkan setelah kajian komprehensif selesai.
Dengan potensi energi surya yang besar dan dukungan politik dari tingkat tertinggi, langkah menuju transisi energi ini diyakini dapat menjadi momentum penting bagi Indonesia.
Langkah pemerintah mengkaji transisi energi menuju PLTS mencerminkan komitmen serius dalam menekan beban subsidi listrik.
Rencana ini sekaligus menunjukkan keselarasan Indonesia dengan agenda global terkait pengurangan emisi karbon.
Potensi energi surya yang melimpah menjadi modal besar untuk mewujudkan transisi energi bersih.
Namun, keberhasilan program ini tetap bergantung pada regulasi, pendanaan, dan kesiapan infrastruktur.
Dengan sinergi semua pihak, transisi energi menuju PLTS diyakini dapat memberikan manfaat berlipat bagi masyarakat dan negara. (*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di : https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v