Karawang, EKOIN.CO – Kasus pembunuhan tragis terhadap Dina Oktaviani, pegawai minimarket berusia 21 tahun, telah mengguncang masyarakat Karawang dan sekitarnya. Kata pembunuhan kini kembali menjadi sorotan publik setelah jasad Dina ditemukan mengapung di Sungai Citarum, Dusun Munjul Kaler, Desa Curug, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang, pada Senin, 7 Oktober 2025.
Penemuan itu bermula dari laporan warga yang mencium bau menyengat di sekitar sungai. Setelah dilakukan pengecekan, petugas menemukan tubuh korban dalam kondisi mengenaskan. Tak butuh waktu lama bagi pihak kepolisian untuk menelusuri jejak pelaku yang ternyata masih satu lingkungan kerja dengan korban.
Pelaku Pembunuhan Ditangkap di Purwakarta
Setelah penyelidikan intensif, polisi mengungkap identitas pelaku pembunuhan sebagai Heryanto (27), kepala toko tempat Dina bekerja. Pria itu sempat menghilang usai kejadian, memicu spekulasi di kalangan warga sekitar. Upaya pencarian dilakukan secara masif, hingga akhirnya tim gabungan berhasil menangkap Heryanto di sebuah minimarket di Rest Area KM 72A, Desa Cigelam, Kecamatan Babakancikao, Kabupaten Purwakarta.
Penangkapan itu dilakukan setelah pelaku masuk daftar pencarian orang (DPO). Menurut keterangan pihak kepolisian, penangkapan berlangsung tanpa perlawanan. Heryanto langsung digelandang ke Mapolres Karawang untuk pemeriksaan lebih lanjut.
“Pelaku mengakui seluruh perbuatannya tanpa paksaan. Ia mengaku terdesak kebutuhan ekonomi,” ujar Kapolres Karawang AKBP Aldo Ferdian dalam keterangannya, Rabu (9/10).
Motif Keji dan Pengakuan Mengerikan
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa motif utama pembunuhan tersebut adalah faktor ekonomi. Heryanto mengaku merencanakan aksinya dengan mengajak Dina ke rumahnya di wilayah Karawang dengan alasan tertentu. Namun, di lokasi itu, pelaku justru mencekik dan membekap korban hingga tak bernyawa.
Yang lebih mengejutkan, pelaku mengaku memperkosa korban setelah meninggal dunia, sebelum akhirnya membuang jasadnya ke Sungai Citarum untuk menghilangkan jejak. Tak hanya itu, Heryanto juga membawa lari barang berharga milik korban seperti perhiasan yang kemudian dijual untuk kebutuhan pribadi.
Pengakuan tersebut membuat publik marah. Banyak warga yang tak percaya bahwa seorang atasan yang dikenal ramah dan baik di tempat kerja bisa melakukan tindakan sekejam itu.
Warga sekitar mengaku masih terkejut dengan kejadian tersebut. “Kami semua kenal dia (Heryanto), kelihatannya biasa saja. Tidak menyangka kalau dia bisa sekejam itu,” ungkap seorang warga, Rini (32), yang tinggal tak jauh dari rumah pelaku.
Kisah pilu ini dengan cepat menyebar di media sosial. Ribuan pengguna internet membanjiri kolom komentar dengan ungkapan duka dan kemarahan, menuntut agar pelaku dijatuhi hukuman seberat-beratnya.
Jeratan Hukum dan Proses Penyidikan Lanjutan
Pihak kepolisian menjerat Heryanto dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian, disertai pasal tambahan terkait pemerkosaan dan pencurian. Ancaman hukuman maksimalnya bisa mencapai seumur hidup atau pidana mati.
“Kasus ini kami tangani secara serius. Tidak ada toleransi untuk tindakan sekeji ini,” tegas AKBP Aldo Ferdian menambahkan.
Kini, penyidik tengah menelusuri lebih jauh apakah pelaku memiliki catatan kriminal sebelumnya. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap sejumlah saksi, termasuk rekan kerja korban di minimarket tersebut. Barang bukti seperti pakaian korban, tali pembekap, dan perhiasan telah diamankan.
Keluarga korban yang masih dirundung duka berharap proses hukum berjalan adil. “Kami hanya ingin keadilan untuk Dina. Dia anak baik, rajin, dan tidak pernah punya masalah dengan siapa pun,” ujar ayah korban dengan suara bergetar.
Gelombang Empati dan Refleksi Sosial
Tragedi pembunuhan Dina Oktaviani menjadi peringatan keras bagi masyarakat tentang bahaya kekerasan berbasis relasi dekat di tempat kerja. Banyak pihak menyoroti perlunya sistem keamanan dan pemantauan yang lebih ketat di lingkungan kerja ritel dan minimarket.
Aktivis perempuan juga menyerukan agar kasus ini dijadikan momentum memperkuat perlindungan terhadap pekerja perempuan, terutama mereka yang bekerja dalam sistem shift malam.
Selain itu, sejumlah lembaga kemanusiaan di Karawang turut menggalang dukungan bagi keluarga korban, baik dalam bentuk bantuan hukum maupun pendampingan psikologis. Media sosial pun menjadi ruang empati, di mana banyak orang mengirim doa dan pesan belasungkawa untuk almarhumah Dina.
Hingga kini, masyarakat masih menunggu proses peradilan yang akan menentukan nasib pelaku. Polisi memastikan bahwa proses hukum berjalan transparan dan tidak akan berhenti hingga vonis dijatuhkan.
Kasus ini tidak hanya meninggalkan luka bagi keluarga, tetapi juga mengguncang rasa kemanusiaan publik. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, tragedi seperti ini mengingatkan kita bahwa empati dan kewaspadaan sosial tetap menjadi pondasi moral yang tak boleh pudar.(*)
Berlangganan gratis WA NEWS EKOIN lewat saluran Whatsapp EKOIN di: https://whatsapp.com/channel/0029VbAEmcR6mYPIvKh3Yr2v